Wiwik Astutik yang Bahagia Merawat Bayi Orangutan

Namanya Wiwik Astutik, perempuan asal Sukun, Malang, Jawa Timur. Ia sudah lama meninggalkan kampung halamannya, mengabdikan hidup untuk bayi-bayi orangutan di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dia merupakan satu di antara ratusan pekerja di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), yang mendapatkan penghargaan sebagai Outstanding Dedication to Orangutan Rehabilitation and Care – Woman’s Category.

Wiwik ingat betul perkenalan pertamanya dengan orangutan, 1997 silam. Saat itu, ada kebakaran besar di hutan di tepi Sungai Wain, banyak satwa keluar hutan, termasuk orangutan. “Banyak induk orangutan yang mati dan terluka, tapi anak-anaknya tidak. Mereka terlihat menangis. Rasanya kasihan sekali melihatnya.”

Wiwik saat itu tinggal di sekitar Sungai Wain. Keinginannya untuk menolong bayi dan anak-anak orangutan yang masih hidup, terhalang aturan petugas saat itu. Masyarakat tidak boleh kontak fisik dengan orangutan. Dari sana, ia makin tergerak untuk menolong hewan-hewan yang jadi korban kebakaran. Dia pun mendapatkan informasi tentang BOSF dan bergabung dengan lembaga ini. “Awalnya saya jadi pengasuh bayi orangutan,” ujar perempuan berpenampilan tomboy ini.

Pada 2003, Wiwiek mendapat kesempatan membantu penelitian yang dilakukan peneliti dari Universitas Cambridge. Riset itu memfokuskan pada perilaku dan stres orangutan. Dua tahun membantu, dia mendapat tawaran untuk belajar di perguruan tinggi. “Saya tertarik, saya kuliah lagi untuk membantu secara mental jika ada orangutan baru.”

Dia pun kembali ke Malang, kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang, mengambil jurusan Psikologi. Menurutnya, ilmu ini mendukung bagaimana merawat bayi-bayi orangutan. “Karena saya lihat orangutan di kandang kecil kok senang, tapi di kandang besar malah stres. Lebih stres lagi ketika dilepaskan. Ini kenapa?”

Merawat orangutan merupakan kebahagiaan tiada tara bagi Wiwik Astuti. Foto: BOSF
Merawat orangutan merupakan kebahagiaan tiada tara bagi Wiwik Astuti. Foto: BOSF

Lulus kuliah, Wiwik kembali ke Kalimantan Timur, diserahi tugas sebagai Koordinator Perawatan Bayi dan Sekolah Hutan Level I Samboja Lestari. Tugasnya, merawat bayi orangutan usia 1 – 2 tahun atau yang masuk tingkat I usia 2 – 5 tahun. Usia-usia inilah yang dinilai sebagai usia emas pertumbuhan anak-anak orangutan.

Wiwik harus mengajarkan hal-hal dasar yang akan menjadi bekal hidup para orangutan kecil ini di alam liar, kelak. Dia juga memperkenalkan pakan, dan bagaimana hidup di hutan. “Dari pengalaman menangani bayi dan balita orangutan, individu yang lama dipelihara itu makin sulit diliarkan.”

Tak ada rasa takut bagi Wiwik, menangani bayi orangutan. Sama seperti manusia, orangutan pun akan menjadi biasa dan seperti memiliki ikatan batin dengan perawatnya. Agar tidak menimbulkan kesulitan dan sulit dipisahkan, sistem perawatan bersama dan shift dilakukan. ”Kami tidak akan tinggal 24 jam untuk mereka, sehingga kalau ada keeper yang libur lama tidak akan ada kesulitan merawatnya.”

Sekian lama merawat puluhan bayi orangutan, Wiwik merasakan bahagia tiada tara jika melihat orangutan dilepasliarkan. Ia gembira karena ikut berperan mengantarkan keberhasilan orangutan kembali ke hutan. “Ada perasaan sedih ketika berpisah tetapi kebahagiannya lebih besar. Ada Belia dan Lesan yang dulunya bayi, kini sudah punya anak lagi dan mereka hidup liar di hutan. Itu luar biasa sekali,” ujarnya.

Selain Wiwik ada juga Aliyas dan Ferdi Hartono. Ferdi awalnya juga tidak mengenal apa itu orangutan. Pria ini semula hanya diminta membangun sebuah klinik  di Km. 38 Kuala Samboja. Dia diajak membantu di BOSF. Awalnya, Ferdi ragu, kini malah betah dan ditugasi merawat orangutan di kandang besar. Kandang yang dipergunakan untuk orangutan yang siap dilepasliarkan. Ferdi diganjar penghargaan sebagai pegawai terlama yang berdedikasi, The Longest Standing Employee. Aliyas pun mendapat penghargaan, hanya saja tugasnya merawat beruang madu, sebagai Teknisi Suaka Beruang Madu Samboja Lestari.

Orangutan yang nasibnya harus diperhatikan dikarenakan habitatnya yang kian menyempit. Foto: BOSF/Indrayana
Orangutan yang nasibnya harus diperhatikan dikarenakan habitatnya yang kian menyempit. Foto: BOSF/Indrayana

Jaminan habitat orangutan

Melindungi orangutan pastinya harus melindungi habitatnya. Pelindung BOSF, Bungaran Saragih, menuturkan pelestarian hutan tropis, hutan alam yang menjadi rumah orangutan di Sumatera dan Kalimantan harus dilakukan. “Pastikan petanya, lindungi, lalu perkaya hutannya. Dicegah juga jangan sampai terjadi kebakaran.”

Menurutnya, hal tersebut penting dilakukan karena masih ada jutaan hektar hutan yang kian terancam. Di dalamnya ada berbagai jenis satwa yang juga masuk kategori kritis seperti  harimau, badak, gajah dan lainnya. “Harus dilindungi betul!”

Untuk melindungi habitat hewan-hewan yang terancam punah ini, kata Bungaran, pemerintah harus memiliki komitmen, juga tegas bertindak. Industri, tidak boleh masuk wilayah hutan alam yang dilindungi. Jika terlanjur ada, pemerintah harus mengeluarkannya dengan cara yang baik. Jika perlu, berikan kompensasi. “Pemerintah jangan terlalu terlalu sensitif dengan masukan dan kritik dari masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat.”

Terhadap industri seperti sawit, Bungaran meminta agar perusahaan tersebut  memiliki kepedulian terhadap orangutan dan satwa terancam punah. Perusahaan harus mengembalikan apa yang telah diambil dari hutan. “Mereka kan sudah banyak keuntungan, jadi harus menginternalisasi efek eksternal yang telah dibuatnya.”

Megawati Soekarnoputri, Ibu Pelindung Orangutan Kalimantan, mengatakan pelestarian satwa liar terancam punah memang harus dikomunikasikan ke berbagai pihak. “Harus dikomunikasikan agar kehidupan orangutan dan satwa lainnya seperti gajah tetap terjaga. Pengetahuan ini juga harus ditransfer ke generasi muda agar mereka mengerti fungsi penting satwa liar dalam ekosistem hutan,” tuturnya saat Perayaan 25 Tahun BOSF Berkarya, di Jakarta, belum lama ini.

Megawati menuturkan mengapa ia bersedia terlibat dalam pelestarian Orangutan. Ia telah lama mengetahui kehidupan orangutan, sejak masih sekolah. Saat itu, dia mengetahui orangutan dari Mantan Kepala Polisi RI, Jenderal Hoegeng, dan ia sendiri berteman dengan putrinya. ”Tidak heran jika keberadaan BOSF sangat penting di Indonesia. Selain status orangutan sumatera dan kalimantan yang saat ini Kritis, saat ini masih saja ada yang mengandangkan orangutan sebagai satwa peliharaan. Padahal, rumah aslinya di hutan,” jelasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,