Bercermin dari Longsor Karanganyar, Tata Ruang Kacau Perburuk Keadaan

Daliyem (66), sedianya memanen padi pada Selasa siang, (29/11/16). Naas, longsor mengubur tubuh perempuan itu. Selang delapan hari, atau Selasa pagi, Daliyen ditemukan dan langsung dimakamkan di Desa Karangpandan, Kecamatan Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah.

Dia korban terakhir berhasil ditemukan, setelah dua sebelumnya, Sutoyo (75), dan Sugito Gimin (50). Lima orang selamat Dikem (55), Ny Basuki (35), Paimin (66), Sukarmi, Saimun Sodikromo (65), dan Sadi balita anak Ny Basuki.

Kepala Desa Karangpandan, Tamlikha Ali, di sela-sela pemakaman, mengatakan, saat kejadian sebenarnya cuaca cerah. Namun, katanya, beberapa hari sebelumnya hujan turun di Karangpandan.

“Di atas ada lereng bukit sekitar 40 meter. Di bawah sawah, ada sungai kecil. Beberapa petani sedang panen padi kala itu,” kata Tamlikha, kepada Mongabay.

Menirukan penuturan korban selamat, sebelum tanah longsor, para petani mendengar suara seperti ledakan bom.

“Bunyinya dung, lalu tanah mulai bergerak, diikuti bunyi kretek-kretek dari pohon yang bertumbangan. Tiga orang langsung tertimbun.  Sebagian ada terjebak lumpur,  namun masih bisa diselamatkan. Yang lain berhasil menghindari terjangan tanah dengan naik ke atas,” katanya.

Longsoran tanah juga menutup sungai kecil, dan jembatan penghubung jalan desa, di Dusun Bulurejo, Desa Karangpandan.

Warga saling membantu mengevakuasi dan berusaha menemukan korban hilang. Upaya pencarian kemudian dilanjutkan tim gabungan dari berbagai unsur. Warga juga membantu sumbangan uang, seperti ibu-ibu TK Karanganyar.

“Kami mendengar musibah, langsung mengumpulkan dana. Ini bentuk kepedulian kami,” kata Suparni, Ketua Kelompok Kerja Guru TK Karanganyar.

 

longsor2-beberapa-rumah-warga-di-desa-karangpandan-berada-di-lereng-bukit-atau-daerah-rawan-longsor Rumah-rumah warga masih banyak berada di lereng ataupun di wilayah rawan longsor. Foto: Nuswantoro 

 

Rawan longsor

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar, Nugroho, mengatakan, Karangpandan salah satu zona merah atau daerah rawan longsor di Karanganyar. Kecamatan lain adalah Kerjo, Jenawi, Ngargoyoso, Jatiyoso, dan Tawangmangu. Untuk Matesih dan Jatipuro, risiko longsor sedang dan rendah.

“Di Karangpandan, zona merah. Di Dusun Guntung, Desa Gerdu, Karangpandan, sudah direkomendasikan merelokasi 28 rumah, ditambah longsor ini. Di lokasi longsor ada tujuh rumah jadi pusat perhatian kita karena sudah retak. Ada pergerakan tanah, jalan terbelah, dan membentuk tapal kuda,” katanya.

Dia bilang, penyebab longsor Karangpandan karena curah hujan tinggi selama beberapa hari. “Didukung kontur tanah mudah larut. Kalau kemiringan sebenarnya tak curam, juga tak terlalu tinggi. Di daerah sini, berdasarkan penuturan masyarakat pernah longsor beberapa kali. Jeda waktu delapan hingga 10 tahun sekali.”

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, dalam keterangan kepada tertulis menjelaskan longsor akan meningkat seiring curah hujan tinggi. Puncak hujan diperkirakan sampai Januari 2017.

Hingga kini, katanya,  longsor adalah bencana paling banyak menimbulkan korban jiwa. Secara nasional selama 2016, terjadi 575 longsor dan 177 orang tewas. Longsor menyebabkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, serta puluhan bangunan umum rusak.

Dalam catatan BNPB, kejadian dibanding tahun sebelumnya meningkat. Pada 2012,  terdapat 291 longsor, pada 2013 ada 296, pada 2014 ada 600, pada 2015 ada 515, dan 2016 sebanyak 576 longsor per 6 Desember.

Korban jiwa akibat longsor bervariasi tergantung besaran, namun selalu lebih 100 orang. Pada 2012 korban meninggal 119 jiwa, 2013 (190 jiwa), 2014 (372 jiwa), 2015 (135 jiwa), dan 2016 (177 jiwa).

Patuh  tata ruang

Sutopo mengingatkan, perlu penegakan tata ruang. Daerah-daerah rawan longsor sudah terpetakan di seluruh Indonesia, namun terus menjadi permukiman penduduk. Selain itu mitigasi longsor juga masih minim di lingkungan masyarakat. Akibatnya, setiap terjadi longsor sering menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi.

“Jadi bukan hujan yang menyebabkan longsor. Tetapi kerentanan tinggi menyebabkan longsor meningkat. Harus ada penataan ulang dari tata ruang, perlu pembatasan izin dan peningkatan implementasi tata ruang,” katanya.

Nugroho juga bilang begitu. Dia mengatakan, sebenarnya tata ruang sudah ada termasuk peta rawan bencana.

“Daerah yang sudah kita petakan tak diikuti tata ruang yang pas. Masyarakat membangun rumah di tanah yang mereka punya, tapi tidak memperhatikan bahwa daerah rawan,” katanya.

Dia juga menyoroti banyak alih fungsi lahan. “Hutan menjadi daerah pertanian, hutan menjadi daerah permukiman. Ini yang menyebabkan muncul potensi longsor, seperti di Karangpandan, ini hutan yang jadi lahan pertanian.”

Tamlikha bilang, sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat tentang ciri-ciri tanah longsor sudah dilakukan.

“Kami juga meminta masyarakat kalau ada ciri-ciri pohon miring, kerikil berjatuhan, atau tanah retak, agar waspada,” katanya, seraya berharap, alat deteksi dini tanah longsor bisa dipasang di desanya.

Menurut Sutopo, tak mungkin memasang alat peringatan dini di semua tempat rawan longsor.

“Ingat, tata ruang kuncinya pembenahan. Tata ruang lebih efektif dan mudah mengatasi longsor dibandingkan upaya mitigasi lain.”

Nugroho pun berpesan, siapapun menyayangi alam jika ingin terhindar dari bencana, bukan sebaliknya, menghancurkan. Keselamatan diri, katanya, juga harus dijaga.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,