Tiga Perusahaan di General Santos Terlibat dalam Pemalsuan KTP ABK Filipina? 

Dugaan kuat keterlibatan perusahaan perikanan asal Filipina dalam kasus penyebaran kartu tanda penduduk (KTP) palsu di Indonesia, semakin mengemuka. Hal itu, setelah Pemerintah Indonesia melakukan penyidikan kasus tersebut.

Dari hasil penyidikan tersebut, ditemukan dugaan kuat keterlibatan tiga perusahaan perikanan yang ada di kota General Santos. Hal tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis (8/12/2016).

“Tiga perusahaan tersebut diduga berperan dalam menggerakkan tersangka DL melalui pembiayaan aktif untuk menjadi penerima ABK (anak buah kapal) Filipina, dan mengatur proses perizinan kapal serta identitas kependuudukan,” ucap dia.

Menurut Susi, terungkapnya modus pembiayaan aktif, tidak lain karena pemilik perusahaan tersebut ingin tetap melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia. Jika mengikuti regulasi yang ada, investor asing terlarang untuk menangkap ikan di Indonesia.

Adapun, menurut Susi, dengan memberikan pembiayaan secara aktif, perusahaan-perusahaan tersebut bisa dengan bebas menangkap ikan di Indonesia dengan mempekerjakan ABK asli Filipina ber-KTP palsu Indonesia.

“Dengan demikian, mereka bisa menggunakan kapal pamboat dari Filipina yang pendaratannya menggunakan sistem 3 banding 1,” jelas dia.

Dengan sistem pendaratan seperti itu, Susi menyebutkan, perusahaan Filipina hanya sekali mendaratkan kapalnya di Bitung, Sulawesi Utata. Sementara, dalam waktu yang sama, mereka justru mendaratkan kapalnya tiga kali di General Santos, Filipina.

Susi sendiri berjanji akan terus mengusut kasus KTP palsu yang digunakan ABK dari Filipina hingga terungkap sampai ke akarnya. Kasus tersebut berkembang di Bitung dan sejumlah kota di Indonesia Timur.

“Kita akan terus kembangkan kasus ini, karena ingin memberi efek jera kepada korporasi dan pelaku utama. Dengan demikian, mereka bisa diproses secara hukum,” ungkap dia.

Terungkapnya kasus pemalsuan KTP tersebut, kata Susi, terjadi setelah kapal pengawas (KP) perikanan Hiu Macan-306 dan KP Hiu Macan Tutul-402 menangkap dua kapal pelaku penangkapan ikan secara ilegal pada 30 September lalu.

Dari pemeriksaan saat itu, terungkap ada 22 ABK asli Filipina yang bekerja di kapal tersebut menggunakan KTP Indonesia. Tujuannya diduga kuat untuk kepentingan penangkapan ikan di Indonesia.

Saat ini, kasus tersebut sedang ditangani Direktorat Kriminal Polda Sulawesi Utara, setelah sebelumnya ditangani secara bersama oleh Satgas 115, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, dan Polda Sulut.

Susi menjelaskan, setelah ditangani Polda Sulut, ditetapkan enam tersangka yaitu DL (pemilik kapal), NS, JA, AS, KA, dan NR. Di antara para tersangka tersebut juga terdapat sejumlah oknum pejabat pemerintahan daerah Kota Bitung.

“Tersangka DL dan NS sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Manado,” katanya.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 93 UU No 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau paling banyak Rp50 juta) dan Pasal 263 ayat (1) KUHP (ancaman pidana penjara paling lama enam tahun).

Kapal penangkap ikan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Foto : Wisuda
Kapal penangkap ikan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Foto : Wisuda

Seperti diketahui, dari 8 kapal yang ditangkap, 2 kapal diketahui berbendera Indonesia, namun menggunakan ABK berkebangsaan Filipina yang memiliki KTP Indonesia yang diduga palsu. Dua kapal tersebut, adalah KM D’VON yang mempekerjakan 11 ABK dan KTP seluruhnya tercatat dikeluarkan Pemerintah Kota Bitung.

Kemudian, ada KM Triple D-00 yang mempekerjakan 10 ABK dengan KTP diduga palsu dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Selain itu, ada juga 1 ABK yang diduga menggunakan KTP palsu dari Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat.

“Para ABK tersebut mengaku sebagai Warga Negara Filipina dan berasal dari Saeg Calumpang, General Santos,” papar Susi.

Susi merinci, tenaga kerja dari Filipina dengan KTP palsu tersebut, diperkirakan jumlahnya ada 3.000 orang yang bekerja di Sulut dan 3.000 orang menyebar di Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

“Total, ada 6.000 ABK yang menggunakan KTP Palsu dan bekerja untuk perikanan Indonesia di Indonesia Timur,” tandas dia.

Pencuri Ikan Masih Sulit Dibendung 

Berkaitan dengan aksi penangkapan ikan secara ilegal, Susi Pudjiastuti mengakui kalau hingga saat ini belum bisa dihentikan. Hal itu, karena pencuri ikan banyak yang mencari celah melalui oknum pejabat pemerintahan.

“Ada yang janjian dengan oknum aparat. Mereka terus berupaya mencari celah,” ungkap dia.

Akan tetapi, menurut Susi, karena pelarangan kapal ikan asing (KIA) terus ditegakkan, aksi pencurian ikan saat ini banyak dilakukan di perairan wilayah perbatasan  Karenanya, penangkapan banyak dilakukan di sana.

“Pencurian ikan akan terus dilakukan oleh pihak tidak bertanggungjawab. Mereka mencuri karena sumber daya ikan di negaranya sudah habis,” jelas dia.

Susi mengungkapkan, upaya penangkapan kapal ilegal terus dilakukan tim gabungan dari Satgas 115, PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP, TNI AL, Polair, dan Bakamla (Badan Keamanan Laut). Bahkan, sejak Agustus 2016 hingga sekarang, kapal yang ditangkap jumlahnya mencapai 122 unit.

Sejak saat itu, ujar dia, aparat penegak hukum baik itu TNI AL, PSDKP KKP, Polair, Bakamla juga telah menangkap hingga sebanyak 122 kapal pencuri ikan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,