Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) berhasil memenuhi targetnya, melepasliarkan sebanyak 251 orangutan di hutan Kalimantan. Jumlah total ini dicapai setelah dikembalikannya enam individu orangutan ke habitat alaminya, Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (13/12/2016).
Staf Komunikasi Yayasan BOS, Nico Hermanu, mengatakan sejak 2012, Yayasan BOS telah melepasliarkan orangutan ke hutan-hutan alami di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. “Dengan enam individu ini, orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje berjumlah 55 individu. Untuk pelepasan keseluruhan di Kalimantan, jumlahnya 251 individu.”
Keenam orangutan tersebut terdiri dua jantan dan empat betina. Dua di antaranya pasangan ibu-anak. Mereka diberangkatkan dari Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, via jalan darat menuju Muara Wahau, ibu kota kecamatan di Kabupaten Kutai Timur.
“Nantinya, rombongan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi orangutan. Dari Muara Wahau, perjalanan dilanjutkan sekitar lima jam ke titik yang berjarak 200 meter dari Sungai Telen. Ini batas akhir kendaraan.”
Selanjutnya, kandang transport orangutan diangkat ke tepi sungai dan diseberangkan dengan perahu ces. “Kandang transport selanjutnya dipindahkan ke atas kendaraan yang telah menanti, menuju titik pelepasliaran,” ujar Nico.
Kelahiran
Direktur Konservasi RHOI, Aldrianto Priadjati, menuturkan proses pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen memerlukan proses panjang. Dari memastikan kesehatan hingga terus memantau kehidupan orangutan tersebut. “Kini, sudah 55 orangutan yang mendiami Hutan Kehje Sewen.”
Menurut Aldrianto, sebagian besar orangutan telah melalui kehidupan setahun pertamanya dengan baik. Hal yang menggembirakan adalah sudah ada dua kelahiran alami yang mengartikan kegiatan konservasi berjalan sesuai harapan. “Di masa mendatang, semoga akan lahir generasi baru yang menambah populasi orangutan liar di Kehje Sewen ini.”
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, mengatakan upaya pelestarian orangutan memang harus terus dilakukan. “Pelestarian orangutan dan habitatnya merupakan tanggung jawab semua pihak di seluruh lapisan. Tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, swasta, maupun lembaga atau organisasi masyarakat.”
CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite, menjelaskan saat ini status konservasi orangutan kalimantan sangat membahayakan. Hal ini yang mendorong Yayasan BOS untuk bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Timur dan semua pihak untuk menggiatkan pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi.
“Kami terus berupaya melanjutkan pelepasliaran. Masih ada lagi 200 orangutan di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari, dan hampir 500 individu di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.”
Dukungan dan komitmen pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat dan semua lembaga baik bisnis maupun nirlaba, tetap dibutuhkan. “Tidak hanya memperjuangkan habitat yang layak, tapi juga penegakan hukum atas perburuan dan perusak hutan,” jelasnya.
Awal Juli 2016, IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan status orangutan kalimantan ((Pongo pygmaeus) naik ke level Kritis (Critically Endangered/CR) yang sebelumnya Genting (Endangered/EN). Berkurangnya habitat alami orangutan, terutama akibat alih fungsi hutan turut memacu keterancaman hidup satwa yang 97 persen genetiknya ini hampir sama dengan manusia.