Pemerintah Indonesia Hormati Tradisi Adat Lamalera, Tetapi….

Tuduhan adanya kriminalisasi dari masyarakat adat Lamalera di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dibantah keras oleh Wildlife Crime Unit (WCU) dari Wildlife Conservatory Society (WCS). Penangkapan Goris Dengekae Krova oleh WCU dan tim aparat Indonesia, dinilai sudah sesuai prosedur.

(baca : Kenapa Tradisi Lamalera Harus Diselamatkan? )

Legal Advisor WCU Irma Hermawati menjelaskan kepada Mongabay, sebelum dilakukan operasi tangkap tangan (OTT), pihaknya terlebih dahulu melakukan penelusuran informasi dengan detil. Dari informasi tersebut, diperoleh keterangan kuat bahwa Goris adalah pengepul insang pari manta yang kemudian dijual kepada pebisnis dari Makassar, Sulawesi Selatan.

“Kami memang mendapat kabar ada pengepul insang pari manta. Dan dari data yang ada di kita dengan tangkapan-tangkapan insang pari manta sebelumnya, salah satunya sumber dari Lamakera dan Lamalera,” ungkap dia, Kamis (15/12/2016).

Tidak hanya dari penelusuran informasi, Irma mengungkapkan, Goris juga saat dimintai keterangan oleh aparat Kepolisian Resor Lembata juga mengakui bahwa dia memang pengepul dan menjual insang pari manta ke Makassar langsung.

“Dan, dia juga mengakui bahwa insang-insang itu dikirim ke luar Lamalera. Tak hanya itu, dia juga sudah tahu bahwa pari manta itu jenis satwa yang dilindungi. Dia itu paham,” sebut dia.

Karena sudah paham dengan status pari manta, Irma menjelaskan, saat tim melakukan transaksi dengan Goris, dia terlihat sangat hati-hati untuk menawarkan insang pari manta. Itu menunjukkan bahwa perdagangan untuk insang pari manta sudah sangat terskema dengan rapi dan berjaringan yang luas.

Berkaitan dengan tuduhan kriminalisasi terhadap Goris, Irma mengaku bingung dimana letak kriminalisasinya. Karena, dia dan WCU melihat, apa yang dilakukan di Lembata adalah murni untuk penyelamatan ikan pari manta. Karenanya, apapun aktivitas yang berkaitan dengan spesies tersebut, akan ditelusuri hingga tuntas.

“Modus perdagangan satwa dilindungi semakin canggih dan semakin sulit dideteksi dan apalagi dihentikan. Perlu usaha sangat keras untuk membongkarnya,” papar dia.

Karena sudah masuk ke lembaga kepolisian, Irma menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut kasus tersebut. Jika memang dianggap benar, maka itu akan terus berlanjut hingga tahap akhir dan menghukum pelaku. Namun, jika dinilai bisa menimbulkan keresahan adat dan atau tidak layak untuk diteruskan, maka kasus tersebut bisa jadi akan ditutup.

“Harapan kami, dengan adanya penangkapan Goris, bisa memberikan dampak positif untuk perlindungan pari manta dan memberi efek jera kepada pelaku. Ternyata, memperjualbelikan insang pari manta dan bagian-bagiannya itu ada hukumannya,” tegas dia.

Irma mengatakan secara hukum sudah ada bukti yang bisa menjerat tersangka. “Dan dia memang pengepul insang. Dengan Polres Flores Timur, kita pernah menangkap di Lamakera dengan ada vonis untuk pengepulnya,” katanya.

 

Hormati Masyarakat dan Tradisi Adat Lamalera

Secara khusus, Irma mengaku sangat menghormati kepada masyarakat Lamalera dan tradisi adat yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Dia juga dengan tegas mengakui kearifan lokal yang sudah berlangsung lama dan turun temurun di Lamalera tersebut.

“Tapi, yang saya tahu, adat di sana itu adalah (menangkap) hiu paus. Jika pari manta, kami belum memahaminya,” jelas dia.

Karena tahu dan hormat dengan kearifan lokal, Irma dan tim juga mengaku sangat berhati-hati saat akan melakukan operasi. Dia mengaku tak ingin mengusik kenyamanan masyarakat adat dengan tradisinya itu. Tapi, dia hanya ingin mengamankan orang yang sudah memperjualbelikan insang pari manta saja.

“Pari manta itu satwa yang dilindungi penuh di Indonesia sejak 2014. Kami yakin, Pemerintah melakukan perlindungan terhadap satu spesies dengan berbagai pertimbangan dan melalui kajian-kajian yang dilakukan periset atau pakar di bidangnya,” tutur dia.

Irma mengatakan, kuatnya tradisi masyarakat adat di Lamalera tersebut harus terus dijaga dengan baik. Namun, jangan sampai, tradisi tersebut justru ditunggangi oleh orang-orang yang berkepentingn secara ekonomi. Jika itu terjadi, maka kesucian tradisi adat akan hancur secara perlahan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Dermawan menambahkan, sejak lama KKP menghormati segala tradisi yang ada dalam adat istiadat suku di seluruh Indonesia. Tetapi, tradisi tersebut harus dijaga dengan baik keasliannya dan dijauhkan dari berbagai ‘parasit’ yang menungganginya.

Di Lamalera, Agus melihat bahwa tradisi itu sudah mulai kabur. Mengingat, saat ini tradisi tersebut sudah mulai ditunggangi oleh kepentingan ekonomi. Dia menyebut, ada orang-orang yang memanfaatkan kesucian tradisi untuk kepentingan pribadi.

“Kalau hiu atau paus ditangkap dan dagingnya dibagi-bagi ke kaum dhuafa di Lamalera, itu saya paham. Itu mulia dan tradisi sudah lama. Tapi, kalau pari manta diburu, dan insangnya disimpan kemudian dijual, itu yang tidak saya paham,” jelas dia.

Tidak hanya itu, Agus mengatakan, dari tekstur daging, ikan hiu atau paus, dagingnya itu enak dan ada sebagian masyarakat Indonesia yang sejak lama terbiasa mengonsumsinya. Tetapi, kalau ikan pari manta, dia mengaku belum pernah mendengar ada orang yang mengonsumsinya.

Penyidik PNS Perikanan sedang berdiskusi tentang perbedaan antara insang manta dan mobula ray setelah penangkapan Mr Big alias Suep pada 22 Agustus 2014 di Surabaya Indonesia. Dalam penangkapan itu, disita 50kg tulang saring insang, dimana 8kg merupakan insang pari manta dan 13 kg daging penyu. Foto : Paul Hilton/WCS
Penyidik PNS Perikanan sedang berdiskusi tentang perbedaan antara insang manta dan mobula ray setelah penangkapan Mr Big alias Suep pada 22 Agustus 2014 di Surabaya Indonesia. Dalam penangkapan itu, disita 50kg tulang saring insang, dimana 8kg merupakan insang pari manta dan 13 kg daging penyu. Foto : Paul Hilton/WCS

Revisi Peraturan untuk Perlindungan

Agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang, Agus berjanji akan membenahi peraturan yang ada dan sedang berlaku. Pembenahan itu, karena dia yakin kalau Pemerintah ingin melakukan perlindungan penuh terhadap spesies tertentu, tetapi tidak ingin mengabaikan tradisi adat di masyarakat.

Salah satu perubahan yang harus dilakukan, kata Agus, adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dalam UU tersebut, perubahan mendasar bisa dilakukan, karena UU tersebut mengatur secara umum regulasinya.

“Sekarang ini proses perubahannya sedang dilakukan. Semoga, kasus di Lembata ini bisa menjadi masukan untuk perubahan poin-poin di dalamnya. Ini momen yang pas untuk memberi ruang bagi masyarakat adat dan sekaligus perlindungan penuh,” papar dia.

Hal senada juga diungkapkan Irma Hermawati. Menurut dia, kebijakan tentang regulasi memang sepantasnya dilakukan Pemerintah. Tetapi, jika memang ada kesempatan untuk memperbaikinya, seharusnya itu dilakukan oleh Pemerintah.

“Semua pihak harus ikut terlibat di dalamnya. Karena ini demi kebaikan bersama,” tandas dia.

 

Banner: Tradisi penangkapan pari manta dan paus oleh masyarakat adat Lamalera di perairan Lamalera Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto : ekspedisi Indonesia biru/Dandhy Laksono

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,