Begini Nasib Hutan Mangrove Pulau Ternate

Tanah tepian laut itu terkikis. Pepohonan mangrove sebagai pagar pelindung jauh nyaris hilang. Begitulan kondisi sebagian besar tepian laut Pulau Ternate. Hutan mangrove pulau kecil dengan sebagian besar warga menghuni pesisir ini, tersisa sebagian, mayoritas kritis.

Luas Ternate 5.795,4 kilometer persegi. Didominasi laut  (5.547,55 Km2), daratan 249,6 Km2.   Pulau dengan diameter hanya sekitar 42 kilometer ini, sesuai data Dinas Perikanan 2007, memiliki hutan mangrove 14,65 hektar. Tak tanggung-tanggung, kerusakan hutan mangrove mencapai 78, 57%!

Kerusakan ini ,  akibat tebang habis, konversi menjadi lahan pertanian dan pemukiman, pembuangan sampah padat, pencemaran tumpahan minyak, pembuangan sampah cair dan reklamasi  pantai.

Peneliti Mangrove dari Uiversitas Khairun Ternate Salim Abubakar mengatakan, penelitiannya dalam beberapa tahun ini menunjukkan,    manrove Ternate rusak dan terancam habis karena pengembangan pemukiman  warga, reklamasi  pantai Pemkot Ternate dan pengambilan kayu untuk rumah tangga.

Paling massif, katanya, reklamasi dan penambahan pemukiman termasuk untuk pertanian dan perikanan.  “Di beberapa lokasi seperti Kelurahan Kastela, Gambesi, Rua, Tobololo , sebenarnya telah penghijauan dengan menanam mangrove, hasilnya tak maksimal,”katanya.

Potensi kerusakan juga karena ketidaksadaran masyarakat membuang sampah padat dan cair di sekitar hutan mangrove,  termasuk  pencemaran air laut dari tumpahan minyak.

“Ini terjadi di Kastela dan Rua Kecamatana Pulau Ternate, berdekatan dengan Pelabuhan Pertamina di Kelurahan Jambula,” katanya.

Bakau banyak hidup di kawasan hutan mangrove Takome. Foto: M Rahmat Ulhaz
Bakau banyak hidup di kawasan hutan mangrove Takome. Foto: M Rahmat Ulhaz

Untuk dampak reklamasi,  paling nyata terjadi di Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan. Di kawasan ini, hutan mangrove nyaris habis tergantikan jalan dan bangunan beton serta pelabuhan semut  yang menghubungkan antar kabupaten/kota di Maluku Utara.

Sementara di beberapa tempat ,  di Selatan  Pulau Ternate,  masih ada meskipun kondisi makin kritis. Hasil identifikasi potensi dan rehabilitasi hutan mangrove di Ternate oleh Dinas Pertanian menemukan dalam tiga  tahun ini mangrove makin kritis.

Pulau Ternate, terbilang daerah yang memiliki kekayaan mangrove. Hasil identifikasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Ternate 2009, menemukan keragaman mangrove di Pulau Ternate cukup tinggi. Dari inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove Sulamadaha, Takome, Rua, Kastela, Sasa-Fitu, Kalumata dan Mangga Dua, setidaknya ada 35 jenis, termasuk 29 marga dan 23 suku.

Tak hanya mengrove biasa,   dari 35 tercatat, 16 dikategorikan jenis-jenis mangrove langka  berdasarkan ketetapan  IUCN dengan status terkikis (LR) sampai kritis (CR).

 

 

***

Di Sulamadaha, masuk zona lindung dengan mangrove terpencar- pencar di beberapa tempat. Ada tegak berdiri di pinggir pantai,  ada bergerombol  di belakang garis pantai.

Belasan bahkan puluhan jenis mangrove,  seperti Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Lumnitzera littorea, Calophyllum inophyllum, dan Lumnitzera racemosa, Nypa fruticans, Hibiscus tiliaceus, Pandanus tectorius, Derris trifoliata, serta Acrostichum aureum, Clerodendrum inerme.

Dua jenis yang mampu tumbuh di hamparan pasir bercampur lumpur  dan selalu terkena gempuran ombak, yaitu Sonneratia alba   dan Rhizophora apiculate.

Kondisi mangrove Mangga Dua yang makin terjepit oleh aktivitas warga dan pemukiman. Foto: M Rahmat Ulhaz
Kondisi mangrove Mangga Dua yang makin terjepit oleh aktivitas warga dan pemukiman. Foto: M Rahmat Ulhaz

Di belakang garis pantai ada Rhizophora apiculata cukup banyak, bisa jadi stok bibit. Bila tak ada gangguan akan berkembang menjadi hutan mangrove. Ada juga Lumnitzera littorea, endemik daerah ini.

Daerah dengan gempuran ombak besar, Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans,  mampu bertahan walaupun tumbuh kerdil.

Jaib Sadek,  warga  Sulamadaha yang membuka usaha warung di Teluk (Hol) Sulamadaha mengatakan, mulai jarang orang mengambil berbagai mangrove untuk kebutuhan rumah tangga,  misal, kayu bakar ataupun pembangunan rumah.

Sebelumnya ,  mangrove  di Sulamadaha sering untuk keperluan rumah tangga cukup massif.  “Sekarang mulai berkurang, sudah ada peringatan dari pemerintah, ada larangan mengambil   mangrove  di Sulamadaha,” katanya.

Untuk di hutan mangrove Takome, didominasi Rhizophora apiculata dengan diameter pohon mencapai 136 cm. Tampak anakan cukup banyak.

Di daerah ini mangrove banyak tumbuh di sekitar Danau Tolire Kecil, jenis Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza. Saat ini, kulit kayu banyak diambil hingga pohon mati.

Rekomendasi Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Ternate, bila mau tanam di Danau Tolire Kecil,  sebaiknya jenis-jenis Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera racemosa dan Bruguiera sexangula.

Asrul Sani,  tokoh pemuda Takome  mengatakan, selama ini  belum pernah ada penanaman  mengrove mengganti yang mati. “Ada beberapa kali mahasiswa praktik coba tanam.    Mereka  tanam pohon ketapang, tak ada satu pohon hidup,” katanya,  seraya berharap perhatian serius Pemerintah Ternate, sebelum mangrove habis.

Kondisi lebih parah terjadi di hutan mangrove Rua. Di  kelurahan ini,  sisa pohon mangrove hanya di muara sungai, apabila surut tertutup pasir. Di daerah ini,  Pemerintah Ternate mulai menanam, sebagian mangrove tumbuh.

Ekal Fahmi Kapita,  tokoh pemuda Rua berharap, perhatian pemerintah, misal membangun tanggul penahan ombak sebelum menanam mangrove.  Pantai Rua, langsung menghadap ke laut lepas dengan gelombang sangat besar.

Kondisi hutan mangrove lebih mengenaskan di Kastela. Pohon mangrove daerah ini tinggal beberapa pohon di pinggir laut dan belakang gundukan pasir yang tergenang air.

Tampak tumbuh Nypa fruticans, Sonneratia caseolaris  dan anakan Rhizophora mucronata.  Pinggir pantai ada Calophyllum inophyllum dan banyak anakan. Banyak juga jenis lainnya.

Daerah ini gempuran ombak besar. Jenis Sonneratia alba mampu bertahan.

Dinas Pertanian dan Perkebunan Tertate merekomendasikan kala mau mencoba menanam dapat mulai di belakang gundukan pasir yang masih terendam air dan banyak tumbuh Nypa fruticans jenis Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Bruguiera sexangula dan  Sonneratia caseolaris.

Untuk di hutan Sasa-Fitu, di pinggiran pantai mangrove jenis Sonneratia alba tegak berdiri. Ada pula semacam tumbuh berkelompok di belakang gundukan pasir.   Gempuran ombak cukup besar.

Cukup banyak jenis mangrove hidup di sini, seperti Sonneratia alba, Hibiscus tiliaceus, Stachytarpheta jamaicensis, Ricinus communis, Wedelia biflora, Nypa fruticans, dan Dolichandrone spathacea.

Meskipun masih relatif banyak mangrove, wilayah mulai terdesak pemukiman warga. Sejumlah bangunan milik warga masuk ke hutan mangrove yang tersisa.

Muis Jamin, tokoh pemuda Kelurahan Fitu mengatakan, tanpa ada perlindungan dipastikan lahan mangrove bisa  habis tak lama lagi. Saat ini saja, katanya,  sudah puluhan rumah dibangun.

Bukan itu saja. Ada  bangunan penampungan ikan ikut membabat sebagian besar mangrove  di kawasan ini.

“Pembangunan pemukiman jadi sumber perusak dan cepat menghabiskan mangrove yang luasan tak sampai satu hektar itu,” katanya, seraya bilang, pemerintah harus mengambil langkah cepat.

Kondisi acukup memperihatinkan di hutan mangrove Kalumata. Pohon mangrove tinggal beberapa batang dan tumbuh di pinggir pantai dan pinggiran sungai. Daerah ini penghasil  pasir dan masyarakat mengeruk pasir laut. Pengerukan pasir menjadi ancaman terbesar kerusakan mangrove.

Salim Abubakar,  peneliti mangrove dari Universitas Khairun Ternate meminta ada perhatian serius dari Pemkot Ternate untuk mangrove di Kalumata. “Ini tinggal beberapa pohon saja.”   

Tak kalah miris kondisi hutan mangrove Mangga Dua. Ia terletak di belakang pemukiman. Kini nyaris habis terbabat reklamasi. Tinggal sedikit tersisa. DI sini ditemukan antara lain Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Ipomoea pes-caprae  dan Avicennia marina.

Kondisi hutan mangrove yang menyedihkan di Ternate  sebenarnya sudah ada survei dan identifikasi dari Dinas Pertanian. Hasil survei itu menyebutkan, kondisi mangrove makin menurun dan kritis.

Data ini diambil jauh sebelum reklamasi pantai dilakukan pemerintah Ternate  empat tahun terakhir.

Satu contoh reklamasi melibas ‘rumah’ mangrove, yakni penataan kawasan Jalan Kota Baru Bastiong melalui sepanjang tiga kilometer melewati hutan mangrove Mangga Dua.

Kawasan ini dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Ternate  seharusnya dilindungi. Kenyataan, mangrove  sepanjang pantai habis terbabat.  ”Ini fakta,” kata  Muksin Bailusy,  Ketua Komisi III DPRD Ternate bidang lingkungan hidup.

Di Mangga Dua, mangrove tergilas selain pembangunan jalan,  juga Pelabuhan  Semut   antarkota antarkabupaten untuk transportasi speedboat.

Belakangan juga ada  reklamasi  di sisa hutan mangrove untuk transit  peti kemas.  ” Ini contoh. Dalam banyak hal  Pemkot mengabaikan kepentingan lingkungan,” katanya.

Di Mangga Dua,   dulu mangrove rimbun. Setelah reklamasi, terganti pelabuhan dan pemukiman. Saiful  Ahmad Mingkabau,  tokoh pemuda Mangga Dua  mengatakan, dulu di mangrove ini banyak elang, bangau dan beberapa jenis burung lain.

Pasca  reklamasi,  burung-burung hilang entah ke mana.  Begitu juga sebelum reklamasi, setiap malam warga mencari ikan maupun kepiting  bakau yang keluar mencari makan. Pasca  reklamasi di hutan mangrove itu, semua hilang. Tak ada lagi warga  mencari kepiting bakau ataupun ikan.

“Semua habis. Kami meminta hal- hal seperti ini perlu diperhatikan Pemerintah Kota Ternate.”

Pemerintah, katanya,  perlu memikirkan pengganti lahan mangrove yang habis buat reklamasi itu.

Kadaton Kecil Sultan Ternate di kelurahan Afetaduma yang kondisi semakinnya rusak parah karena abrasi. Foto: M Rahmat Ulhaz
Kadaton Kecil Sultan Ternate di kelurahan Afetaduma yang kondisi semakinnya rusak parah karena abrasi. Foto: M Rahmat Ulhaz
Beragam mangrove di Ternate
Beragam mangrove di Ternate
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,