Banyak Bangunan Roboh Saat Gempa Guncang Aceh, Kenapa?

Gempa berkekuatan 6,5 Skala Richter yang berpusat di Pidie Jaya, Aceh, 7 Desember 2016 lalu, telah merobohkan ribu bangunan. Rumah masyarakat maupun fasilitas publik seperti kantor pemerintah, masjid, meunasah dan pertokoan hancur.

Data yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) 16 Desember 2016 menyebutkan, 104 warga meninggal, 660 masyarakat luka, dan 83 ribu warga mengungsi. Gempa yang melanda tiga kabupaten; Pidie Jaya, Bireuen, dan Pidie ini menyebabkan 7.814 rumah warga rusak dan puluhan kilometer jalan terbelah.

Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Samsul Rizal menjelaskan, pantauan yang dilakukan tim dari Unsyiah menunjukkan, banyaknya bangunan yang runtuh dikarenakan adanya kesalahan pembangunan atau kontruksi. “Tim yang turun ke lokasi gempa memastikan kondisi tersebut.”

Baca: Gempa Itu Meninggalkan Rasa Takut di Tenda Pengungsi

Samsul Rizal mengatakan, kesalahan pembangunan terjadi karena kurangnya pengawasan saat pembangunan dilakukan. Misal, pemasangan besi yang tidak terkunci atau tidak cocok dengan aturan. Juga, beban bangunan di atas terlalu berat ketimbang bangunan bawahnya, seperti pada pembangunan masjid.

Banyak bangunan yang roboh di Pidie Jaya, Aceh saat gempa mengguncang daerah tersebut. Foto: Junaidi Hanafiah

Banyak bangunan yang roboh di Pidie Jaya, Aceh saat gempa mengguncang daerah tersebut. Foto: Junaidi Hanafiah

Bisa saja saat perencanaan pembangunan, seperti masjid, tidak direncanakan pembangunan kubah besar. Namun, karena banyak dana, akhirnya dibangun kubah. Padahal, kontruksi bawahnya tidak dirancang untuk menahan bangunan tersebut. “Pertokoan juga bisa seperti itu. Awal kontruksi hanya dua lantai, tapi dipaksa menjadi tiga, sehingga tidak sanggup menahan gempa.”

Samsul Rizal menambahkan, ada beberapa lokasi di Kabupaten Pidie Jaya yang harusnya tidak boleh didirikan bangunan. Ini dikarenakan berada di jalur patahan, sehingga pemerintah harus melarang pembangunan fasilitas publik, termasuk rumah masyarakat. “Ini dapat dilakukan dengan tidak mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB). Tujuannya, selain bangunan tidak rubuh, juga meminimalisir korban jiwa jika kembali terjadi gempa.”

Tim dari Unsyiah akan melakukan investigasi mendalam untuk mengetahui kualistas bangunan, khususnya fasilitas publik di Pidie Jaya. Juga, membantu pemerintah merancang bangunan publik yang tahan gempa.

“Gempa yang terjadi di Pidie Jaya itu, memang tidak ada yang memperkirakan sebelumnya. Daerah ini juga tidak masuk dalam peta gempa Indonesia. Ini harus diberikan pemahaman kepada masyarakat agar saat membangun rumah, memperhitungkan segala aspek.”

Masjid beserta bangunan publik lainnya juga roboh akibat gempa di Pidie Jaya. Foto: Junaidi Hanafiah
Masjid beserta bangunan publik lainnya juga roboh akibat gempa di Pidie Jaya. Foto: Junaidi Hanafiah

Tanah

Peneliti Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Aceh dan Dosen Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala, Ibnu Rusdy mengatakan, banyaknya fasilitas publik dan rumah warga yang rusak akibat gempa bukan hanya dilihat dari kesalahan konstruksi. Tetapi juga, harus diteliti dari struktur tanah di Pidie, Pidie Jaya, dan Bireuen.

“Kita lihat, ada bangunan yang hancur saat gempa dan ada bangunan di sekitarnya yang tidak rusak. Bangunan yang rusak itu, kemungkinan besar, berada di jalur gempa dan struktur tanah di lokasi gempa juga mempengaruhi banyaknya bangunan yang rusak.”

Ibnu Rusdy menambahkan, yang harus diketahui, tanah di Samalanga, Kabupaten Bireuen, dan di Pidie Jaya serta beberada daerah di Kabupaten Pidie, secara geologi disebut endapan alutial yang umurnya masih muda. Atau, biasa disebut kategori lunak. Jadi, saat terjadi gempa, kekuatannya akan lebih tinggi. “Tanah yang lunak, membuat gempa yang dirasakan serasa lebih kuat. Ini juga yang dapat menyebabkan banyak bangunan rusak.”

Jalan berlubang di Pidie Jaya ini akibat gempa yang mengguncang wilayah tersebut pada 7 Desember 2016. Foto: Junaidi Hanafiah
Jalan retak di Pidie Jaya ini akibat gempa yang mengguncang wilayah tersebut pada 7 Desember 2016. Foto: Junaidi Hanafiah

Efendi Isma, pegiat lingkungan yang ikut membantu korban gempa di Pidie Jaya berharap, tim dari Unsyiah tidak hanya melakukan penelitian terhadap kualitas perkantoran pemerintah atau fasilitas publi. Tapi semua rumah masyarakat yang berstruktur semen. Juga, melakukan penelitian yang dapat mengurangi korban jiwa jika terjadi gempa susulan.

“Masyarakat harus diberitahukan kualitas rumah mereka. Kalau pembangunanya tidak bagus dapat diperbaiki. Ini penting agar jumlah korban dan tingkat kerusakan dapat diminimalisir.”

Efendi menambahkan, dari pembicaraannya dengan masyarakat di Pidie Jaya, sebagian besar masyarakat tidak mengetahui bahwa mereka tinggal di jalur gempa. Atau di jalur patahan Samalanga-Sipopok. “Masyarakat harus diberikan pemahaman dan informasi  tingkat keamanan terhadap bencana khususnya di lokasi mereka tinggal. Ini antisipasi penyelamatan diri jika terjadi gempa dikemudian hari,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,