Pesona Bunga Bangkai di Rumah Hijau Denassa

Dermawan Denassa berjalan pelan dengan pengeras suara di tangannya sambil terus menjelaskan setiap tanaman yang ditemuinya. Puluhan murid sekolah dasar yang mengekor di belakangnya mendengarkan penuh antusias. Mereka hati-hati melangkah agar tidak terpeleset di jalan tanah yang basah karena hujan beberapa saat sebelumnya.

“Ini adalah tanaman yang biasa disebut tapak kuda, biasa dikonsumsi untuk menambah kecerdasan. Fungsinya memang menstimulasi kita agar lebih cerdas dan tidak cepat lupa atau bisa disebut antipikun. Dimakan dengan cara dimasak seperti pada sayuran, namun tak boleh terlalu banyak. Bisa juga langsung dimakan mentah,” jelas Denassa bersemangat, pada sebuah kunjungan belajar dari SD Kompleks IKIP I Rappocini Makassar, di Rumah Hijau Denassa (RHD), Sabtu (26/11/2016).

RHD sendiri adalah sebuah hutan mini seluas 3 hektar lebih, yang dibangun di kawasan pemukiman warga sejak 2011 silam. Tepatnya di Jalan Borongtala, Kelurahan Tamalayyang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Tempat ini ramai dikunjungi berbagai komunitas dan para pelajar setiap hari, khususnya di akhir pekan.

Selain hutan mini yang ditumbuhi sekitar 490 jenis tanaman, terdapat areal sawah untuk pembelajaran seluas 10 hektar dengan lokasi tersebar di berbagai tempat. Semuanya merupakan lahan pribadi dan keluarga.

“Sawah ini untuk tempat pembelajaran, pengunjung biasa datang untuk menanam padi. Mereka umumnya berasal dari komunitas dan sekolah-sekolah,” jelas Denassa.

Kawasan hutan mini Denassa ini memiliki sejumlah fasilitas pendukung. Selain rumah benih dan aula pertemuan, di sekeling kawasan juga dibangun jalan tracking yang terbuat dari bambu, sehingga memudahkan pengunjung menjelajahi seluruh kawasan.

Setiap murid wajib mencatat dan mendokumentasikan setiap pembelajaran yang mereka dapatkan, tidak hanya sekedar rekreasi di Rumah Hijau Denassa di Kelurahan Tamalayyang, Bontonompo, Gowa, Sulawesi Selatan. Foto: Wahyu Chandra
Setiap murid wajib mencatat dan mendokumentasikan setiap pembelajaran yang mereka dapatkan, tidak hanya sekedar rekreasi di Rumah Hijau Denassa di Kelurahan Tamalayyang, Bontonompo, Gowa, Sulawesi Selatan. Foto: Wahyu Chandra

Pesona Amorphophallus bagi pengunjung

Sebagian besar tanaman di RHD ini adalah endemik Sulawesi Selatan, yang diperolehnya dari berbagai daerah. Misalnya ada tanaman lokal yang disebut dengeng berasal dari Kabupaten Sinjai. Ada juga sejenis rotan kecil endemik karst yang diperolehnya dari kawasan karst di Kabupaten Pangkep.

Tanaman yang paling populer sebagai daya tarik tempat ini adalah bunga bangkai atau Amorphophallus, yang ditanam sejak beberapa tahun silam. Bibit tanaman ini diambil dari Kabupaten Takalar.

“Ini yang paling banyak menarik minat pengunjung,” ujar Denassa.

Menurut Denassa, Amorphophallus disebut tanaman bangkai karena tanaman ini memang mengeluarkan bau menyengat seperti bangkai. Bau ini muncul di puncak mekar, yang berfungsi untuk menarik serangga.

“Tujuannya agar terjadi penyerbukan. Lalat dan serangga itu hanya dipancing untuk datang kesana hinggap di pucuk sari lalu pindah ke mahkota bunga.”

Disebut Amorphophallus karena bentuk bunganya yang menyerupai penis rusak. Berasal dari kata Amorphos yang berarti bentuk yang rusak dan phallos yang berarti penis.

Dari 200 jenis tanaman ini terdapat 5 jenis yang ditumbuhkan di RHD. Sebagian besar dari jenis Amorphophallus paeoniifolius.

Menurut Denassa, keunikan tanaman ini adalah cara pertumbuhannya. Ketika tanamannya tumbuh dalam bentuk batang maka ia tidak akan berbunga. Sebaliknya ketika berbunga maka tak akan muncul batang. Pertumbuhan bunganya akan ditentukan oleh kondisi tanah sekitar.

Keunikannya yang lain adalah pada akarnya berupa umbi besar yang bisa dimakan dengan berat bisa mencapai puluhan kg. Amorphophallus titanium yang ada di Kebun Raya Cibodas LIPI memiliki berat umbi sekitar 100 kg.

Keunikan Amorphophallus adalah cara pertumbuhannya. Ketika tanamannya tumbuh dalam bentuk batang maka ia tidak akan berbunga. Sebaliknya ketika berbunga maka tak akan muncul batang. Pertumbuhan bunganya akan ditentukan oleh kondisi tanah sekitar. Foto Wahyu Chandra
Keunikan Amorphophallus adalah cara pertumbuhannya. Ketika tanamannya tumbuh dalam bentuk batang maka ia tidak akan berbunga. Sebaliknya ketika berbunga maka tak akan muncul batang. Pertumbuhan bunganya akan ditentukan oleh kondisi tanah sekitar. Foto Wahyu Chandra

Meski berbau bangkai ketika berbunga, umbi tanaman ini ternyata bisa dikonsumsi jika diolah dengan baik.

“Jadi kalau umbinya dikeringkan lalu diparut maka bisa dijadikan tepung. Kalau diparut dalam keadaan basah bisa jadi pati, seperti pada tanaman sagu. Umbi yang telah diparut beri air lalu diperas hingga sarinya keluar. Ini biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan es krim, sementara dalam bentuk tepung bisa dijadikan adonan untuk bergaman macam kegunaan,” jelas Denassa.

Berbeda dengan bunga Raflesia arnoldi yang sering disalahfahami sebagai bunga bangkai, Amorphophallus tumbuh secara mandiri, bukan sebagai tanaman inang.

“Kalau raflesia itu kan bukan tanaman sejati karena butuh inang untuk tumbuh. Sejenis tanaman parasit yang tidak memiliki batang dan umbi. Berbeda dengan raflesia, Amorphophallus bisa tumbuh di mana saja asalkan lingkungannya bagus. Kalau ditanam dengan baik maka kemungkinannya menjadi bunga bisa mencapai 70 persen,” jelasnya.

Puncuk mekar tanaman ini ketika berbunga adalah pada pukul 15.00 sampai 19.00 dengan aroma bau bangkai yang menyengat, sementara di pagi hari tidak berbau sama sekali.

“Sekali bunganya mekar maka akan pelan-pelan layu dan mati, yang akan digantikan dengan bunga lain pada beberapa bulan kemudian. Misalnya jika bunganya mekar di bulan Desember maka baru akan mekar lagi di bulan Juli nanti.”

Pengenalan lingkungan sekitar

Menurut Siti Adriani, Guru Kelas VI A di SD Komp IKIP I Rappocini Makassar, kunjungan para murid ke RHD adalah salah satu bagian dari pembelajaran mata pelajar IPA untuk murid Kelas VI.

“Kegiatan seperti ini rutin kita lakukan, karena memang sudah menjadi program tahunan sekolah untuk murid kelas VI. Namun biasanya kami lakukan di tempat lain. Untuk kunjungan ke Rumah Hijau Denassa ini adalah kunjungan kali pertama kami. Apa yang menarik di tempat ini adalah keragaman tanaman yang dikembangkan, yang sebagian besar adalah tanaman langka, seperti bunga bangkai yang belum pernah dilihat langsung kecuali dari internet.”

Menurut Adriani, tujuan kunjungan belajar ini adalah agar para murid bisa mengenali beragam jenis flora dan fauna yang ada di sekitar, bukan sekedar dari bacaan di buku-buku pelajaran.

“Kebetulan tanaman di sini cukup lengkap dan ada juga faunanya. Kita berkunjung tidak sekedar untuk rekreasi tetapi belajar mengenal berbagai macam tumbuhan kemudian mengelompokannya, baik dari jenis dan bentuk daun, akar dan perkembangbiakannya.”

Menurut Adriani, setelah kembali dari kunjungan tersebut para murid akan membuat laporan lengkap beserta dokumentasi kegiatan. Tugas ini dikerjakan secara kelompok namun akan ada evaluasi secara individual.

Adriani menilai para murid sangat penting mengenali lingkungan sekitarnya, khususnya bidang pertanian.

“Seperti tadi anak-anak mengunjungi sawah untuk belajar bagaimana cara membibit padi. Selama dua minggu dibibit sebelum akhirnya ditanam. Dinasehatkan kepada anak-anak bahwa proses penumbuhan padi ini sangat sulit, sementara selama ini anak-anak ketika makan biasanya disisakan. Kalau nasi bisa menangis maka ia akan menangis meraung-raung. Itu yang disampaikan Denassa. Juga diajarkan untuk menghargai hasil pertanian sebagai bagian dari pendidikan lingkungan dan etika,” tambahnya.

Andi Yasmin Nurulsyahbani, salah seorang murid peserta kunjungan ini, mengakui kunjungan ke RHD adalah pengalaman pertamanya belajar dari alam secara langsung.

“Saya tertarik ikut karena mau belajar tentang flora dan fauna langsung dari alam. Selama ini kami hanya belajar di sekolah tapi belum pernah lihat langsung, seperti bunga bangkai. Saya merasa senang sekali bisa melihat langsung tanaman ini karena tergolong langka,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,