Para Pemulung di TPA Ini Manfaatkan Sampah jadi Energi

Pagi itu, Rudianto, memarkir sepeda motor di  Kantor Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah, Sanggrahan, Kranggan, Temanggung. Setelah mengisi daftar kehadiran, dia bergegas ke dapur. Jam menunjuk pukul 6.30 pagi. Untuk mengusir kantuk dan hawa dingin, dia menyeduh kopi.

Kompor gas di dapur itu sepintas seperti kompor biasa. Bedanya, gas bukan dari elpiji, tetapi berisi gas metana (CH4), dari proses pembusukan sampah organik berjarak 50 meter dari dapur.

“Ini hemat, tak perlu beli. Cukup dari gas TPA, rasa kopipun sama,” seloroh Rudianto, pembantu operator TPA, beberapa waktu lalu.

Pengawas dan operator TPA Sanggrahan, Yuliatno, menambahkan, selain untuk membuat minum, juga untuk memasak, mengoreng, atau merebus air untuk mandi pegawai.

“Kantor TPA Sanggrahan buka 24 jam. Kalau malam ada empat petugas jaga. Dapur kompor gas metana sangat membantu aktivitas petugas, bahkan pemulung,” katanya.

* * * * *

Jalan masuk ke TPA ditumbuhi pohon rimbun, begitu hijau. Sekilas bukan seperti tempat pembuangan sampah. Lokasi TPA di pinggir kota, menempati tanah miring, lalu dibuat terasering. Kala hari cerah, bisa melihat di latar sebelah selatan deretan Gunung Sumbing dan Sindoro, nan gagah.

Jumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah di Temanggung sekitar 160 unit. TPA Sanggrahan satu-satunya di Temanggung, kota dengan penduduk sekitar 750.000 jiwa ini.

Sampah dari TPS dibawa ke TPA pakai truk sampah.   Pengelolaan TPA Sanggrahan pakai model sanitary landfill. Bagian bawah dilapisi geomembran atau geotekstil, hingga air rembesan tak mencemari tanah. Air lindi ini dialirkan ke bak penampungan untuk diolah kembali.

Khamim Gunardi, Kepala Seksi Pengelolaan Persampahan Temanggung mengatakan, TPA Sanggrahan seluas 4,5 hektar, baru dimanfaatkan 2,3 hektar. Jumlah truk pengangkut sampah dari pagi hingga petang bisa 30 rit, dengan sampah kelolaan sehari 40 ton atau 200 meter kubik.

“Rencana kami, kalau memang bisa kita gali lebih besar lagi, akan ada pengembangan. Potensi itu belum kita manfaatkan maksimal. Saya lihat di pelatihan tentang pengolahan limbah, gas dari sampah bisa bermanfaat untuk warga sekitar,” kata Khamim.

“Agar maksimal, kita butuh blower. Fungsi, narik gas metana hingga terkumpul di drum penampungan.”

Para pemulung sedang memilah sampah. Foto: Nuswantoro
Para pemulung sedang memilah sampah. Foto: Nuswantoro

Dari luas dan volume sampah kelolaan potensial untuk mengembangkan gas metana lebih lanjut. Saat ini, baru memenuhi kebutuhan pegawai dan pemulung TPA.

“Kita sudah coba di lapak pemulung. Mereka suka, bisa masak di TPA tanpa harus beli bahan bakar. Membeli gas tak perlu lagi. Jika pakai kayu bakar jelas tak mungkin karena tak boleh ada kegiatan membakar di sekitar sampah.”

Menurut Yuliatno, pemanfaatan gas metana di TPA Sanggrahan sejak 2013. Saat itu, ada rekan kantor berkunjung ke kota lain melihat instalasi pemanfaatan gas metana di TPA. Sepulang sana, Yuli ditantang untuk mencoba. Kebetulan ada bahan-bahan sisa bisa dipakai, berupa drum bekas atau tong dan pipa.

Di TPA Sanggrahan, ada lima titik tempat drum ditanam. Di sinilah gas metana hasil pembusukan bahan-bahan organik itu terkumpul. Drum-drum itu ditanam sedalam 3,5 meter. Makin tinggi sampah, makin tinggi pula susunan drum.

Agam, pemulung dari Dusun Temandang, Pendowo, Kranggan atau Tukul, pemulung dari Dusun Losari, Sanggrahan, sangat terbantu dengan kompor gas metana.

“Senang. Sore mau masak mie dan masak ketela juga bisa,” katanya.

Sampah di TPA ini,  dikirim masih tercampur antara organik dan nonorganik. Pemulung sampah memilahnya. Plastik, logam, dan kertas masuk ke keranjang gendong.

Pemulung di TPA Sanggrahan 87 orang. Mereka tergabung dalam Paguyuban Pemilah Sampah Non-Organik. Mereka berorganisasi, misal, punya tabungan.

“Pemulung sudah bantu banyak sekali. Mereka memilah sampah. Setiap dua orang saya kasih bagor (wadah) satu. Setiap hari setor satu bagor organik. Mereka bukan pemulung liar, tapi terorganisir. Saya bukan ketua tapi saya paling tua. Saya paling lama di TPA,” katanya, yang sudah bekerja di TPA selama 27 tahun.

Selain hasilkan gas metana, sampah juga jadi pupuk organik. Pupuk ini, katanya, untuk taman-taman kota. Sebagian untuk hadiah saat ada kunjungan tamu. Bagi mereka yang berminat membeli, satu kilogram Rp1.000.

Totok Purwanto, Kepala Sub Bidang Pelestarian Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Temanggung,  mengatakan, sosialisasi pengelolaan dan pengolahan sampah dilakukan di desa dan kelurahan di Temanggung. “Termasuk pelatihan pemanfaatan sampah dan pembentukan bank sampah.”

Drum yang diberi lubang, lalu ditutup drum plastik terus ditanam. Foto: Nuswantoro
Drum yang diberi lubang, lalu ditutup drum plastik terus ditanam. Foto: Nuswantoro
Rumah pembibitan tanaman di TPA Sangrahan. Foto: Nuswantoro
Rumah pembibitan tanaman di TPA Sangrahan. Foto: Nuswantoro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,