Serap Produksi Hutan Rakyat, Presiden Dorong Kerjasama Masyarakat dan Perusahaan

Presiden Joko Widodo menggenjot peruntukan akses legal masyarakat dalam mengelola hutan, melalui perhutanan sosial. Guna mendukung wilayah kelola rakyat ini, dilakukan kolaborasi hutan tanaman rakyat dengan perusahaan di Kalimantan Tengah dengan pembangunan pabrik kayu dengan investasi sekitar Rp1 triliun.

Pabrik barecore yang diperkirakan beroperasi 2018 adalah PT Nagabhuana Aneka Piranti unit VI, merupakan pertama kolaborasi HTR dengan industri kayu di luar Pulau Jawa. Lokasi berada di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng.

Pabrik ini sebagai off taker kayu dari HTR seluas 236 hektar di Desa Buntoi dengan pemegang izin 177 orang dan Desa Gandang Barat Kecamatan Maliku 274 hektar dengan pemegang izin 177 orang.

”Semangat program perhutanan sosial adalah memunculkan keadilan sosial bagi masyarakat di hutan sembari menjaga kelestarian,” katanya dalam acara Kolaborasi HTR dengan Industri Kayu Terpadu, di Pulang Pisau, Kalteng, Selasa (20/12/16).

Amanat hutan kelola rakyat tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dengan luasan 12,7 juta hektar. Dia bilang, program ini perlu ditindaklanjuti dengan penyuluhan dan sosialisasi masif.

Jokowi mencatat, ada 25.863 desa di kawasan hutan, 70% menggantungkan hidup pada sumber daya hutan. Sekitar 10,2 juta penduduk belum sejahtera dan belum mendapatkan akses legal sumber hutan.

”Masyarakat harus diyakinkan. Kasih tahu berapa keuntungan agar mereka tertarik menanam.”

Hal penting lain, kata Presiden, skema perhutanan sosial yang mendapatkan hak rakyat, koperasi dan kelompok tani. ”Kita ingin mengkorporasikan petani dan korporasikan koperasi. Induknya industri, gak apa-apa.”

Implementasi perhutanan sosial itu, katanya, salah satu melalui kolaborasi ini dan menjadi kerjasama pertama antara kelompok tani dan perusahaan.

Jika skema ini berjalan cukup baik dan berhasil, dia tak segan memberikan akses ke wilayah lain.

Dia berharap, skema ini mampu mengembalikan masa kejayaan hutan basis hutan tanaman rakyat.

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam acara Kolaborasi Hutan Tanaman Rakyat dengan Industri Kayu Terpadu di Kalimantan Tengah. Foto: Lusia Arumingtyas
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam acara Kolaborasi Hutan Tanaman Rakyat dengan Industri Kayu Terpadu di Kalimantan Tengah. Foto: Lusia Arumingtyas

Pada kesempatan itu Jokowi memberikan lebih dari 9.000 hektar lahan kelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial di Pulang Pisau. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 12,6 juta hektar hutan di Kalteng, 1,6 juta hektar perhutanan sosial.

Langkah ini, katanya, menjadi salah satu solusi bagi masyarakat dalam menjaga hutan dari illegal logging dan kebakaran yang seringkali terjadi di lahan tidur.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, mendorong kolaborasi hulu ke hilir dengan sasaran utama rakyat yang mendapatkan hasil. Artinya, mendekatkan penanaman komoditi (hulu) berada di dekat industri (hilir). Jadi, katanya,  ada kesinambungan antara hasil hutan masyarakat dengan penyerapan industri kayu.

”Saya sudah menghitung, masyarakat dapat menghasilkan hingga Rp11 juta (per bulan) untuk satu hektar. Yang peting bukan monokultur.

Dia bilang, pengelolaan kawasan hutan dengan konsep agroforestri, selain menanam tanaman seperti sengon, rayon dan jabon, petani pun menyelingi dengan komoditas pertanian seperti jagung.

Pohon-pohon itu dipilih, katanya,  untuk memenuhi kebutuhan nasional terutama industri pertukangan, baik permintaan domestik maupun internasional bukan dari hutan alam.

“Jika ada pabrik, pasti masyarakat sekitar akan menanam yang dibutuhkan. Ini potensi ekspor juga tinggi,” ucap Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK.

Melalui skema ini, pemerintah memberikan kemudahan dalam pengelolaan. Salah satu, memberikan kepastian pasar dari penjualan kayu dengan harga wajar.

“Pemerintah akan menetapkan harga dasar,  setelah mengetahui biaya produksi. Harga tak di bawah biaya itu.”

Adapun aturan terkait harga itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Pasal 41 ayat 2 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.

Untuk memastikan pasar penjualan hasil tanaman kayu dan kemudahan dalam perizinan pemerintah mengatur dalam  Peraturan Menteri No. P. 83 Tahun 2016.

Beleid itu mengakomodir pelayanan perizinan, evaluasi dan monitoring online. ”Ini untuk menghindari free riders  yang tak berhak mendapatkan program perhutanan sosial,” kata Siti.

Seiring dengan itu, KLHK sedang menyiapkan sistem pendampingan kepada masyarakat terkait penyuluhan mendapatkan Badan Layanan Umum (BLU), sertifikat verifikasi legalitas kayu (SVLK), akses dan monitoring perizinan.

BLU terlibat dalam penyediaan akses kredit dalam mendapatkan bibit, masyarakat perlu sosialisasi kemampuan menyusun studi kelayakan, sebagai salah satu syarat utama.

Penyuluhan penting, katanya, agar kepemilikan tanah tak berpindah dan menjadi agenda utama harus diwaspadai dalam kolaborasi ini. Hadi bilang, ada sanksi jika hal itu terjadi.

”Kita akan peringatan, pembinaan dan evaluasi dalam waktu tiga bulan. Kalau tak bisa, akan kita ambil alih kepemilikannya.”

Pengawasan, katanya, tak hanya dari pemerintah pusat maupun daerah, namun tetapi akan berkolaborasi dengan pemantau independen jika diperlukan.

Presiden Jokowi kala menyerahkan dokumen hak kelola hutan kepada warga di Pulang Pisau, Kalteng. Foto: Humas KLHK
Presiden Jokowi kala menyerahkan dokumen hak kelola hutan kepada warga di Pulang Pisau, Kalteng. Foto: Humas KLHK
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,