Rumah Kompos dari Limbah Sapi untuk Dataran Tinggi

Knowlegde is power (pengetahuan adalah kekuasaan),  begitu perkataan Francis Bacon, seorang filsuf berkebangsaan Inggris. Bila menafsirkan perkataan filsuf tersebut, pengetahuan memiliki pengaruh besar terhadap perubahan, karena pengetahuan sejajar dengan kekuasaan. Korelasi antara pengetahuan dan kekuasaan bisa juga dianalogikan sebagai kunci untuk memecahkan permasalahan.

Jika dianalisis lebih bijak, pengetahuan akan berarti apabila diamalkan.Dalam hal ini, generasi muda sebagai kaum terpelajar dituntut untuk mampu mengamalkan pengetahuan. Misalkan, bekal pengalaman yang telah dikuasai selama proses pembelajaran disalurkan kepada masyarakat.

Seperti yang dilakukan Generasi Baru Indonesia (GENBI), Jawa Barat. Sebuah komunitas yang beranggotakan mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia se-Bandung Raya. Genbi melakukan penyuluhan tentang pengolahan sampah dan limbah ternak di kaki Gunung Manglayang, Kampung Cikoneng 1, Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.

Terselenggaranya kegiatan ini, didasari kepedulian terhadap masyarakat di desa yang fasilitasnya masih terbatas. Sehingga pengetahuan dianggap perlu untuk diberikan kepada masyarakat , khusus pengetahuan tentang tata cara mengolah sampah ataupun limbah dengan benar.  Genbi mensosialisasikan cara menjaga lingkungan dengan cara sederhana, dengan mengusung tema “Raksa Riksa Jabar Berseka”.

Ketua pelaksana Genbi Jabar, Siti Dzakiyyah mengatakan, kegiatan edukasi ini dimaksudkan untuk mengajak masyarakat terutama yang berdomisili dikawasan hulu,agar senantiasa memperhatikan lingkungan sekitarnya.

“Konsepnya sederhana, kami selaku mahasiswa ingin mengabdikan diri kepada masyarakat. Kenapa mengusung tema lingkungan? Ya, karena ketika berbicara lingkungan sama seperti berbicara semua aspek, mulai dari ekonomi hingga sosial.Sebab bila lingkungan terjaga, kesehatan dapat diraih, bahkan kesejahteran akan meningkat.” kata dia saat ditemui Mongabay, Sabtu (10/12/2016).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sebelumnya, Desa Cibiru Wetan merupakan desa penghasil limbah ternak sapi cukup besar, hampir sebagian besar masyarakatnya beternak sapi perah.  Lalu, permasalahan lain di Desa Cikoneng, yaitu tidak adanya tempat pembuangan sampah khusus, sehingga warga sekitar terpaksa membakar sampahnya sendiri baik di pinggiran jalan, halaman rumah dan kebun sekitar.

Seperti diketahui, menciptakan sebuah lingkungan yang bersih dan asri bukanlah hal yang mudah, perlu adanya tindakan-tindakan kecil yang dilakukan secara konsisten oleh segelintir orang yang nantinya akan menarik banyak orang,pada akhirnya menumbuhkan solidaritas, sehingga menghasilkan perbaikan yangmenyeluruh.

“Melihat masalah tersebut,kami membagikan tong sampah dan membuatkan tempat pembuangan sampah (TPS). Diharapkan dengan adanya fasilitias itu, dapat membantu menjadikan lingkungan yang bersih. Serta masyarakat akan diberi bibit tanaman, sayuran penyumbang inflasi untuk dibudidayakan dengan cara penanaman hidroponik ataupun vertikal kultur,” ujar Siti yang juga tergabung di Mahasiswa Pecinta Kelestarian Alam (Mahapeka) UIN Bandung.

Generasi Baru Indonesia (GENBI), Komunitas yang beranggotakan mahasiswa penerima beasasiswa Bank Indonesia melakukan penyuluhan sampah di Kampung Cikoneng 1 Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Peyuluhan sampah ini diharapkan mampu mengurangi limbah berbasis ekonomi di kawasan hulu. Foto : Dony Iqbal
Generasi Baru Indonesia (GENBI), Komunitas yang beranggotakan mahasiswa penerima beasasiswa Bank Indonesia melakukan penyuluhan sampah di Kampung Cikoneng 1 Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Peyuluhan sampah ini diharapkan mampu mengurangi limbah berbasis ekonomi di kawasan hulu. Foto : Dony Iqbal

Namun sebelumnya akan diberikan penyuluhan terlebih dahulu tentang tata cara penanaman tanaman tersebut. Serta  akan diadakan pelatihan mendaur ulang sampah agar dapat bernilai ekonomi dan nantinya berdampak dalam menaikan taraf kesejahteraan masyarakat.

Dia menerangkan di daerah ini cukup besar menghasilkan kotoran ternak, khusunya limbah sapi. Dan limbah sapi sebenarnya bisa dimanfaatkan menjadi biogas. Maka dari itu, pihaknya akan menerapkan sistem biogas didaerah ini, serta memberikan penyuluhan dan mempraktekkan sistem biogas tersebut agar aliran sungai dari hulu sampai ke hilir tidak tercemari.

Rumah Kompos

Menurut Elis Karmilah, salah seorang warga yang juga anggota PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) mengatakan, masyarakat disini mencari nafkah dari sapi perah, jadi banyak menghasilkan kotoran sapi. Disini juga masih banyak warga yang membuang kotoran sapi dijalan dan di saluran irigasi, yang bisa mengakibatkan air jadi tidak bersih. Apalagi posisi daerah ini dataran tinggi,  jadi air kotoran tersebut bisa meluas kebawah, serta bisa berdampak pada kesehatan dan penceramaran lingkungan.

“Dalam penyuluhan kemarin dibahas bahwa berdasarkan pengukuran, setiap 1 sekor sapi bisa menghasilkan 10 kg lebih kotoran per hari, di daerah ini kotoran sapi bisa mencapai 1 ton per harinya. Untuk mengurangi dampak negatifnya, perlu adanya rumah kompos, dari kotoran-kotoran sapi yang ada dijalan atau di saluran irigasi dimasukan pada penampungan, yang nantinya akan dijadikan kompos. Dan nilai positif dari kompos ini, bisa dijadikan biogas dan pupuk, “ paparnya.

Sementara itu Kepala Dusun Cibiru Wetan, Endang (52) menambahkan, masyarakat disini sudah saling mengerti satu sama lain, tidak ada yang mengeluhkan mengenai fenomena ini, karena mencari nafkah lewat sapi didaerah ini sudah sejak tahun 1973. Namun dahulu hanya beberapa orang saja yang memiliki sapi, itu pun bantuan dari pemerintah dengan syaratnya mempunyai lahan yang luas. Lahan tersebut digunakan untuk menanam rumput gajah, yang nantinya dijadikan sebagai pakansapi.

Warga melintas di saluran air yang sudah tercemari limbah sapi di Kampung Cikoneng 1, Desa Cibiru Weta, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Dampak dari pencemaran sapi bisa mempercepat sedimentasi di aliran sungai.
Warga melintas di saluran air yang sudah tercemari limbah sapi di Kampung Cikoneng 1, Desa Cibiru Weta, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Dampak dari pencemaran sapi bisa mempercepat sedimentasi di aliran sungai.

 

Harapan Masyarakat

Dengan adanya program penyuluhan dan praktek langsung ini, Endang berharap limbah sapi yang dibuang begitu saja bisa dimanfaatkan. Salah satunya, bisa diolah menjadi pupuk organik yang bernilai ekonomi, dan tentu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Limbah sapi yang ditaburkan langsung pada tanaman hasilnya tidak maksimal, cenderung jelek, dan kami sudah mencobanya. Saya pikir kalau ada ahli dibidangnya memberikan pemahaman pada kami, pasti kulitas pupuk yang dihasilkan akan bagus,” paparnya.

Dia juga menuturkan  bahwa pemerintah desa pada tahun 2015-2016 lalu, telah membuat 9 titik penampungan untuk mengasilkan biogas, sudah bisa bermanfaat tetapi hasilnya belum maksimal. Setiap titik memiliki daya tampung yang berbeda, sesusai dengan kebutuhan.  Ada yang 6 kubik, bisa dipakai untuk 2 kompor, 8 kubik 4 kompor, 12 kubik dan seterusnya. Bahkan bisa dipakai listrik, namun perlu memakai tambahan generator dan alat lainnya.

“Saya membutuhkan bimbingan teknis demi kelancaran dan pemanfaatan limbah ini secara maksimal, serta kerjasama yang terjalin antarawarga dengan pihak lain yang benar – benar peduli dan siap membimbing kami. Kemudian ada permasalahan juga mengenai instalasi pembuangan limbah yang harus sampai tujuan dan diharapkan mampu merubah kebiasaan membuang limbah ke sungai, dan ini yang mau ditindaklanjuti,” ucap Endang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,