Rawan Bawa Penyakit, Impor Benih Ancam Pangan Negeri

Cabai sudah tertanam di areal seluas empat hektar, dimusnahkan, Kamis, (8/12/16). Tanaman ini semaian empat petani berkewarganegaraan Tiongkok di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor,  Jawa Barat. Mereka masuk ke Indonesia pakai pasport wisata, bukan kerja.

Cabai itu diketahui mengandung bakteri Erwinia chrysanthemiyang, diyakini membahayakan produksi nasional cabai di Indonesia. Bibitnya mereka bawa dari China pula.

Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini, Jumat, (16/12/16), mengatakan, awalnya Kantor Imigrasi Bogor mengamankan keempat WNA karena pelanggaran izin tinggal. Barulah, Kementerian Pertanian dan Karantina mengecek tanaman cabai, usia sudah sebulan.

“Cabai positif mengandung bakteri golongan organisme pengganggu tumbuhan karantina golongan A1. Bakteri ini belum pernah ada di Indonesia,” katanya.

Dampak bakteri ini, kata Banun, bisa merusak tanaman di sekitar, seperti kentang dan bawang. Cabai belum berbuah ketika dimusnahkan. Ada dua kilogram sisa benih disita. “Belum panen sudah kami musnahkan semua.”

Banun tak hanya memusnahkan benih cabai belum tanam juga sawi. Dia ingin memastikan tanaman lain di sekitar tak terdampak pada sebaran bakteri itu.

Dia sedang menelusuri asal benih cabai. Jika sengaja dibawa dari Tiongkok oleh petani ilegal, bakal kena hukuman berlapis. Pelanggaran UU Keimigrasian dan UU Karantina.

“Kami akan kena hukuman berlapis jika terbukti bibit mereka yang bawa,” katanya.

 

Penyakit tanaman baru

Penemuan penyakit cabai dari Tiongkok, menunjukkan fakta Indonesia rentan penyakit baru.

Widodo, Kepala Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, tantangan makin berat seiring impor benih terus berlangsung baik melalui program pemerintah maupun perdagangan umum.

Sebenarnya,  keberadaan penyakit baru tak hanya pada cabai, catatan Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman IPB, dari 1994 teridentifikasi sekitar 12 jenis organisme pengganggu tanaman baru atau dikenal sebagai organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) golongan A1.

“Munculnya penyakit penyakit baru yang ditemukan tim klinik tanaman selama ini karena terbawa oleh benih. Benih-benih ini merupakan benih impor” kata Widodo.

Dia mengatakan, benih yang membawa penyakit  akan menular ke tanaman lain melalui  aliran air,  percikan air, angin, serangga, serangga, vektor, alat-alat pertanian maupun perdagangan produk itu.

“Ini sangat berbahaya karena seringkali ketika muncul penyakit baru kita tak memiliki strategi penanganan tepat dan cepat,” katanya.

Fakta lapangan menunjukkan, katanya,  makin tinggi benih impor makin marak penyakit pangan baru seharusnya membuat pemerintah berteguh hati menguatkan benih lokal.

Benih cabai lokal Samarind, sebentar lg panen. Bibit-bibit lokal ini terancam kalau serbuan impor masuk. Belum lagi ancaman penyakit berbahaya yang bakal meruntuhkan kedaulatan benih negeri ini. Foto: Tommy Apriando
Benih cabai lokal Samarind, sebentar lg panen. Bibit-bibit lokal ini terancam kalau serbuan impor masuk. Belum lagi ancaman penyakit berbahaya yang bakal meruntuhkan kedaulatan benih negeri ini. Foto: Tommy Apriando

Selama ini,  data-data lapangan menunjukkan,  produktivitas padi hibrida impor tak lebih tinggi dibandingkan varietas nasional semisal mekongga, ciherang. Bahkan lebih rentan terhadap serangan hama penyakit seperti wereng cokelat, blas dan kresek.

“Maka selain memperkuat karantina, pemerintah harus menghentikan kebijakan impor benih atas nama produktivitas tinggi karena sudah terbukti menambah masalah penyakit tanaman di Indonesia.”

Suryo Wiyono, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB mengatakan, penyakit masuk lewat benih sangat merugikan. Tak hanya menurunkan produksi tetapi merugikan petani karena bisa meningkatkan biaya produksi, dan menurunkan pendapatan petani.

“Sekali hama atau penyakit masuk, sangat sulit sekali menghilangkan,” katanya.

Dia bilang, Indonesia perlu belajar dari kasus bawang merah. Ketika 1997, impor bawang merah konsumsi kemudian disalahgunakan menjadi benih. Bawang ternyata mengandung penyakit Fusarium oxyporum fsp. cepae panyakit ini kala itu golongan A1.

“Sampai saat ini, penyakit terus menyerang dan menjadi musuh utama petani bawang,” katanya.

Said Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) mengatakan, harus segera sadar kalau penyakit baru marak masuk lewat benih. Dengan mengutamakan benih petani, katanya, bisa terhindar risiko ledakan hama penyakit. “Dengan berdaulat benih kita mendorong ekonomi tumbuh di tingkat petani.”

Marak impor benih, terutama padi dari 2006 hingga kini– terkait program peningkatan produksi pangan nasional—bisa menjadi ancaman serius pencapaian kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. “Harus ada mekanisme cepat. Ini serius ancaman kedaulatan pangan,” ucap Said.

Catatan KRKP, impor benih padi oleh perusahaan swasta, BUMN dan sedikit lembaga penelitian. Berdasarkan negara asal, Tiongkok negara terbesar sumber impor benih, disusul India. Filipina, Amerika Serikat, Australia dan Pakistan, lebih sedikit.

“Impor benih padi, kedepan masih terus terjadi seiring kebijakan peningkatan produksi pangan nasional.”

Terpisah, Hermanu Triwidodo, Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara (GPN) mengatakan, penting bagi pemerintah memperkuat benih lokal dan kelembagaan perbenihan petani.

GPN berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk ikut menjaga keamanan pertanian Indonesia dari ancaman hama dan penyakit dari luar negeri. Caranya,  dengan menghentikan impor benih padi.

Kekayaan keragaman hayati padi dan rakitan varietas unggul oleh petani dan peneliti Indonesia tak kalah dibanding manca negara.

“Kita punya banyak benih lokal sudah teruji tahan bahkan bebas penyakit, produksi juga cukup baik. Tak ada alasan impor benih apalagi risiko cukup besar.”

Dia bilang, perlu memfasilitasi, mengajak dan menyakinkan para petani, bahwa tak selamanya benih impor lebih baik dari lokal.

Hermanto, Anggota Komisi IV DPR bidang pertanian dan perkebunan mengatakan, bakteri berbahaya yang terinfeksi dalam benih cabai tanaman warga Tiongkok di Bogor bisa mengancam kedaulatan pangan Indonesia.

“Bakteri berbahaya itu bisa menular dan menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Ini ancaman serius, bisa mengakibatkan krisis pangan.”
Dia mendesak,  pemerintah menindak tegas warga Tiongkok penanam benih cabai berbakteri ganas itu. “Ini mesti jadi sinyal pemerintah mewaspadai penguasaan lahan pertanian oleh asing.”

 

 

 

12 Penyakit Tanaman Berbahaya di Indonesia:

*Turnip Mosaic Virus  (TuMV) pada sawi tahun 2009
*Bakteri busuk batang Clavibacter miciganensis pada tomat tahun 2007
*Pantoea stewartii pada jagung tahun 2003
*Fusarium oxysporum fsp. cepae pada bawang merah tahun 1997
*Bean Common Mosaic Virus  (BCMV)pada kacang panjang tahun 2009
*Nematoda sista kentang/globodera sp pada kentang tahun 2003
*Kutu putih pepaya/Paracocus marginatus pada pepaya tahun 2008
*Lalat daun kentang dan tomat/Liriomyza sp pada kentang dan tomat tahun 1994
*Papaya ringspot virus pada pepaya tahun 2013
*Bacteria grain rot/Burkholderia glumae  pada padi  ditemukan 2014
*Nematoda daun putih/Aphelenchoides besseyi pada padi ditemukan 2014
*Bakteri Erwinia chrysanthemi pada kentang, tahun 2015

Sumber: IPB

Tetap impor benih?

Ternyata, temuan penyakit baru pada cabai tak membuat Kementerian Pertanian menghentikan impor benih. Direktur Perbenihan Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementan Sri Wijayanti Yusuf mengatakan, impor benih hortikultura terus hingga sekarang untuk memperkaya varietas benih dalam negeri. Sekaligus menurunkan harga komoditas hortikultura saat terjadi lonjakan.

“Indonesia mandiri benih untuk sebagian besar produk holtikultura. Impor benih untuk memperkaya plasma nutfah benih Indonesia melalui teknologi pemuliaan,” katanya.

Kementan mencatat, Indonesia sudah ekspor benih cabai rata-rata 4.000 kilogram per tahun. Menurut dia, benih impor merupakan benih unggul yang sebelumnya telah melewati serangkaian uji keunggulan.

Adapun impor Indonesia sedikit sekali, tak lebih 3% dari kebutuhan benih nasional. Cabai dan bawang,  sudah mandiri, kentang granola juga sudah. “Kalau kentang atlantis kita masih impor benih, sebagian ada produksi dalam negeri.”

Untuk benih legal, katanya, petani tak perlu khawatir karena telah diperiksa Badan Karantina dan terjamin bebas penyakit.

“Benih masuk legal melalui pemeriksaan Badan Karantina, dijamin bebas penyakit.”

Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan, benih pertanian impor marak membuka peluang target kedaulatan pangan gagal.

Kebijakan pemerintah yang mendorong ketergantungan komoditas pertanian pada asing, katanya, membahayakan kedaulatan pangan. Belum lagi pemerintah melalui Kementan dengan alasan peningkatan produksi pertanian, kerja sama dengan skema partnership for Indonesia’s sustainable agriculture (PISAgro). Proyek percontohan diperluas dengan dukungan pemerintah menyediakan satu juta hektar.

Kerja sama ini difasilitasi Kementan, Pemerintah Jawa Timur, PT Monsanto Indonesia, BRI dan PT Cargill Indonesia. Monsanto, penghasil benih, nanti ditanami petani dibantu teknologi. BRI penyedia dana kredit, dan Cargill menyerap produksi.

“Penciptaan ketergantungan komoditas pertanian asing baik benih maupun pasaran bentuk bio-terorism,” ucap Suroto.

Seharusnya, pemerintah mengacu pada substansi UU Pangan. “Jangan berpikir korporatif dan jangka pendek untuk ketersediaan pangan. Hentikan impor benih. Utamakan benih lokal. Itu salah satu cara kedaulatan pangan.”

Lahan tani pagi di Nagari Sei Buluh, Padang Pariaman. Mereka tanam padi pakai bibit lokal. Bibit lokal begitu kaya, harus dijaga jangan sampai rusak oleh benih impor terlebih yang mengandung penyakit. Foto: Sapariah Saturi
Lahan tani pagi di Nagari Sei Buluh, Padang Pariaman. Mereka tanam padi pakai bibit lokal. Bibit lokal begitu kaya, harus dijaga jangan sampai rusak oleh benih impor terlebih yang mengandung penyakit. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,