Inilah Gringgo, Aplikasi Android Pengelolaan Sampah di Bali

Bingung ke mana membuang sampah ke tempat pembuangan sampah terdekat dari rumah Anda? Atau ingin tahu berapa nilai dari barang-barang bekas yang menumpuk di gudang?

Cobalah gunakan Gringgo. Aplikasi berbasis website yang juga bisa dipasang (install) di telepon seluler (ponsel) ini memberikan informasi dan panduan dalam mengelola sampah skala rumah tangga. Meskipun masih versi percobaan, aplikasi ini sudah bisa digunakan untuk sebagian wilayah Denpasar.

Aplikasi Gringgo dikembangkan oleh dua orang, Olivier Pouillon dan Febriadi Pratama. Olivier adalah pendiri Bali Recycling, perusahaan pengolahan sampah menjadi barang daur ulang bernilai tinggi (upcycling). Adapun Febri lulusan Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lebih senang dengan teknologi informasi.

Keduanya memiliki keresahan sama, susahnya mencari informasi tentang pengolahan sampah di Bali. Dari situlah mereka kemudian mengembangkan aplikasi ponsel untuk mempermudah mencari informasi tentang pengelolaan sampah.

Sejak 2014, Olivier dan Febriadi pun mulai mengembangkan platform ini. Keduanya memulai saat ada even Start Up Weekend di Hubud, ruang kerja bersama (coworking space) di Ubud.

Ide awalnya, menurut Febri, mereka mau membuat informasi untuk anak-anak sekolah tentang cara mengumpulkan sampah yang bisa menghasilkan uang. Dalam perjalanannya, ide tersebut berubah untuk sesuatu yang lebih besar. Tidak hanya informasi untuk anak-anak sekolah tapi juga warga umum yang tiap hari berurusan dengan sampah.

Pada pertengahan 2015, mereka mulai mengembangkan Gringgo. Hasil akhir yang ingin mereka dapat adalah platform di mana pengguna bisa mendapatkan informasi jenis-jenis sampah dan nilai uang di baliknya, lokasi-lokasi tempat pembuangan atau pengumpulan sampah, serta meminta layanan penjemputan sampah.

Untuk mewujudkan fungsi tersebut, mereka memulai dengan melobi pemerintah terkait pengelolaan sampah, mendata tempat pengumpulan sampah sementara, mengembangkan program dan perangkat (tools), melakukan uji coba, dan meluncurkan platform tersebut. “Sekarang mungkin baru selesai 30 hingga 40 persen,” kata Febri.

Peta lokasi sampah dalam Aplikasi Gringgo, website pengelolaan sampah berbasis aplikasi ponsel yang dibuat oleh Olivier Pouillon dan Febriadi Pratama. Aplikasi berisi informasi dan panduan dalam mengelola sampah skala rumah tangga di Bali. Foto : Anton Muhajir
Peta lokasi sampah dalam Aplikasi Gringgo, website pengelolaan sampah berbasis aplikasi ponsel yang dibuat oleh Olivier Pouillon dan Febriadi Pratama. Aplikasi berisi informasi dan panduan dalam mengelola sampah skala rumah tangga di Bali. Foto : Anton Muhajir

 

Versi Percobaan

Meskipun masih dalam tahap pengembangan, dalam bahasa resmi mereka menyebutnya pre alpha trial, platform tersebut sudah ada di Google Playstore secara gratis. Pengguna Android tinggal mengunduh dan memasang untuk menggunakannya.

Secara umum informasi yang ada dalam aplikasi ini adalah informasi tentang Barang Daur Ulang, Peta Daur Ulang, dan Permintaan Layanan.

Informasi terkait Barang Daur Ulang terbagi menjadi lima jenis yaitu plastik, besi, kaca, kertas, dan barang lain. Tiap jenis barang itu memiliki informasi lebih detail tentang masing-masing barang terutama harganya. Katakanlah tas kresek plastik harganya Rp500 hingga Rp1.000 per kg sedangkan botol air mineral jenis Polyethylene Terephthalate (PET) seharga Rp1.000 hingga Rp3.000 per kg.

Untuk Peta Daur Ulang, informasi yang disampaikan berupa peta interaktif tempat-tempat pengumpulan sampah sementara di Denpasar dan sekitarnya. Hingga saat ini, informasi itu sudah mencakup hampir semua wilayah di Denpasar dan sebagian wilayah Ubud, Gianyar dan Kuta, Badung.

Informasi tentang TPS itu meliputi alamat, jenis sampah yang diterima, telepon, kontak, hingga jam buka. Sekadar contoh adalah Depo Cemara Sanur. Depo yang berada di Jalan Tukad Nyali, Sanur Kaja ini menerima jenis-jenis sampah seperti besi, kardus dan kertas, gelas, plastik, dan sampah rumah tangga.

Adapun fasilitas Permintaan Layanan memungkinkan pengguna aplikasi untuk meminta layanan penjemputan sampah-sampah yang akan didaur ulang. Ada formulir berisi nama, telepon, email, alamat, dan permintaan dari pengguna.

Salah satu tempat pengolahan sampah di Denpasar, Bali. Foto : Anton Muhajir
Salah satu tempat pengolahan sampah di Denpasar, Bali. Foto : Anton Muhajir

Melalui semua fasilitas tersebut, Gringgo ini mengubah persepsi masyarakat tentang pengangkut sampah, melakukan pendidikan publik tentang sampah, menciptakan jasa pengangkutan sampah dan daur ulang, memberikan kesempatan untuk pekerja di bidang sampah agar bisa menghasilkan lebih.

Data Valid

Salah satu cara untuk memastikan kebenaran informasi dalam Gringgo adalah dengan membuat survei lokasi terlebih dulu. Untuk itu mereka bekerja sama dengan dua organisasi non-pemerintah (Ornop) di Bali yaitu Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup dan Yayasan Wisnu. Kedua Ornop ini berpengalaman dalam program pengelolaan sampah.

Made Suarnatha, Direktur Yayasan Wisnu mengatakan, Yayasan Wisnu terlibat dalam pengembangan platform Gringgo terutama dalam mendata lokasi tempat pengumpulan sampah sementara. Tiap lokasi yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan informasi geografis (GIS).

Survei awal tersebut, menurut Suarnatha, meliputi di mana saja timbunan sampah baik legal maupun ilegal. Masing-masing lokasi lalu diberikan tambahan informasi, seperti berapa banyak kapasitas pengumpulan, berapa jumlah masing-masing jenis sampah baik kertas, plastik, ataupun jenis lainnya.

“Data lokasi dan profil tersebut penting utuk basis perencanaan,” kata Suarnatha.

Dengan data akurat, informasi tersebut akan lebih valid sehingga pengguna pun lebih percaya untuk menggunakannya.

Menurut Suarnatha, platform seperti Gringgo ini penting untuk mempermudah warga yang ingin mengetahui lokasi-lokasi pengolahan sampah terdekat dari rumah mereka. Saat ini, meskipun sudah ada Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar yang mengatur tentang tempat dan waktu pembuangan sampah, namun belum ada informasi di mana saja lokasi pembuangan sampah tersebut di Denpasar.

“Kami ingin membuka data tersebut ke publik agar mereka terbantu. Setelah warga tahu lokasi pengumpulan sampah, mereka juga perlu tahu profil TPST tersebut seperti berapa KK yang memanfaatkan, apa karakter sampahnya, apakah bisa untuk limbah beracun atau tidak, dan seterusnya,” katanya.

Sampah menjadi persoalan besar seperti di Bali. Sampah di Bali per hari bisa mencapai 11 ribu ton. Foto : Anton Muhajir
Sampah menjadi persoalan besar seperti di Bali. Sampah di Bali per hari bisa mencapai 11 ribu ton. Foto : Anton Muhajir

Menurut data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar, tiap tahun kota ini menghasilkan sampah sebanyak 1,3 juta kubik. Dari jumlah tersebut, lebih dari 82 persen sampahnya diambil oleh DKP. Sisanya baru dari swakelola dan swasta.

Menurut data yang sama, kehadiran Bank Sampah dan kelompok Swakelola mampu mengurangi 12-13 persen sampah yang terbuang ke TPA hingga sebesar 17,825 ton per hari.

Suarnatha yakin jika ada informasi lebih lengkap maka jumlah sampah di Denpasar akan jauh berkurang. “Kalau bisa berjalan di Denpasar, kami berharap bisa direplikasi di kota-kota lain,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,