Catatan Akhir Tahun 2016: Saatnya Hentikan Sampah Pendaki Gunung

Berbicara tentang perilaku masyarakat Indonesia tentang sampah, sepertinya tak pernah selesai. Sampah berserakan hampir di semua tempat di mana ada aktifitas manusia di sana. Mulai dari pemukiman, jalan, sungai, bahkan hingga jauh di tengah hutan. Sampah sudah menjadi sebuah kelaziman dalam budaya masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

Gunung-pun tak luput dari invasi sampah yang menggunung, terutama di gunung-gunung yang menjadi tujuan favorit pada pendaki.

Dari hasil survei di delapan taman nasional dan tujuh gunung oleh Komunitas Sapu Gunung yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan organisasi mahasiswa pencinta alam sepanjang 11-24 April 2016, didapati sebanyak 453 ton sampah mengotori kawasan taman nasional. Mayoritas sampah bertumpuk, ditanam, dan bertebaran di lokasi perkemahan pendaki.

Direktur Jenderal Pengolahan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) KLHK, Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan, seperti dikutip dari tempo.co, sampah plastik mendominasi sebanyak 53 persen atau 250 ton dari 453 ton sampah. Sampah plastik menjadi persoalan serius karena sangat sulit terurai di dalam tanah dan secara permanan berpotensi mencemari ekosistem taman nasional.

Sebutlah Gunung Rinjani, dari data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, baru-baru ini tak kurang dari 1,14 ton diturunkan oleh para relawan yang tergabung dalam Clean Up Rinjani. Gunung Semeru lebih memprihatinkan lagi, menurut data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, diperkirakan para pendaki meninggalkan sampah sebanyak 250 kilogram per hari.

(Baca : Mongabay Travel : Rinjani dan Mimpi Taman Bumi )

Hal ini juga terjadi di Gunung Gede Pangrango, yang memang menjadi salah satu gunung tujuan favorit para pendaki baik pendaki nasional maupun internasional. Sampah yang diturunkan pada tanggal 25 Desember 2016 yang lalu dari Gunung Putri tak kurang dari 1 ton dan 235 kilogram dari Pos Rawa Denok.

Ardi Andono, Kepala Seksi Wilayah 1 Taman Nasional Gede Pangrango (TNGGP) menyampaikan bahwa masalah sampah pendaki di TNGGP cukup membuat repot pengelola. Meskipun pengelola beserta para relawan secara rutin membersihkan sampah yang menggunung di jalur pendakian, namun sampah selalu menumpuk kembali.  Padahal menurutnya, pihak pengelola sudah menerapkan sistem administrasi yang ketat untuk mendapatkan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan juga melakukan briefing kepada setiap kelompok pendaki.

“Berdasarkan hasil evaluasi kami, meskipun sosialisasi itu dilakukan sejak awal mereka mengurus SIMAKSI, namun sebagaian pendaki ini tidak merespon dengan baik. Mereka tetap meninggalkan sampah di gunung.  Itu sudah termasuk 10 menit kita ceramahi sebelum mereka melakukan pendakian,” ungkap Ardi saat dihubungi Mongabay.

Berkaca dari pengalaman panjang masalah sampah di TNGGP, Ardi menyampaikan bahwa pengelola akan menerapkan kebijakan baru yang diharapkan dapat merubah kondisi dengan cepat.

Menurut data yang dikumpulkan bersama para sukarelawan, 62% sampah yang ditinggalkan pendaki berupa botol plastik, 10% sampah kaleng, 10% sampah kain, 5% sampah kaca, 3% sampah bahan beracun berbahaya (B3), 5% sampah kertas dan kardus serta 5% sampah sisa makanan. Oleh karenanya, TNGGP akan menerapkan kebijakan untuk tidak membiarkan pendaki membawa barang yang berpotensi menghasilkan limbah ke dalam kawasan Taman Nasional.

“Mulai sekarang kita ubah. Kalau kami masih membiarkan sampah itu masuk ke dalam (kawasan Taman Nasional), kemungkinan masih 50% sampah akan tertinggal dan sisanya mungkin akan dibawa turun oleh pendaki yang sadar. Jadi prinsipnya adalah jangan sampai ada sampah masuk!”, tegasnya lebih lanjut.

Relawan secara periodik membersihkan sampah yang ditinggalkan pendaki di TN Gunung Gede Pangrango. Foto : Ardi Andono/TNGGP
Relawan secara periodik membersihkan sampah yang ditinggalkan pendaki di TN Gunung Gede Pangrango. Foto : Ardi Andono/TNGGP

Bagaimana Menahan Sampah Masuk ke TNGGP?

Untuk meminimalisir sampah yang ditinggalkan pendaki, Ardi menjelaskan beberapa aturan yang akan diterapkan kedepan, yaitu melarang pendaki membawa botol minum dalam kemasan sekali pakai, melarang membawa tisu basah, melarang makanan dalam kemasan styrofoam, pembatasan makanan dalam kaleng.

Pihaknya mendorong para pendaki untuk membawa air dalam jerigen dan botol air minum yang bisa digunakan kembali, membawa bahan makanan alami, membiasakan mengepak bahan makanan dalam kotak makanan yang bisa digunakan berulang kali.

“Peraturan ini akan mulai diterapkan nanti pada bulan Maret 2017. Namun nanti akan ada masa toleransi selama 1 bulan dengan mempertimbangkan masih ada yang belum jelas dari publikasi kami,” jelas Ardi lebih lanjut.

Saat ditanya jika masih terdapat pendaki yang kedapatan membawa barang-barang yang dilarang, Ardi menjelaskan bahwa pihaknya telah bekerjasama dengan masyarakat setempat yang berdagang di sepanjang jalan masuk ke pos pendakian. Kios-kios tersebut akan menyediakan botol air minum dan jerigen yang bisa digunakan berulang kali oleh para pendaki.

Masyarakat luaspun sudah mulai banyak yang mendukung peraturan ini. Melalui pantauan Mongabay melalui situs sosial facebook, mayoritas masyarakat mendukung kegiatan ini. Seperti akun milih Faizal Mardiansyah yang menulis,”Terima kasih infonya Pak, saya dukung kebijakan ini. Semoga dalam hal teknis, terutama dalam checking logistik berjalan dengan semestinya. Sekadar coba memberi usulan, bisa gak kalo sampah dibawa turun oleh pendaki (bisa) ditukar dengan merchandise seperti stiker TNGGP?”

Akun Lody Korua bahkan menulis,”…….Tunjukkan kalau Indonesia juga bisa bersih dari sampah. Walaupun sulit, yang penting action dulu”.

Sumber : TN Gunung Gede Pangrango
Sumber : TN Gunung Gede Pangrango

 

Gerakan Pendaki Cerdas Solusi Atasi Sampah di TNGGP

Larangan membawa barang yang berpotensi menyebabkan sampah menumpuk di gunung ini sebenarnya merupakan bagian dari Gerakan Pendaki Cerdas yang dicanangkan oleh TNGGP. Ardi Andono menjelaskan bahwa pihak pengelola sebenarnya ingin mengedukasi para pendaki untuk lebih memahami soal pendakian gunung itu sendiri.

Ardi menyadari bahwa kegiatan pendakian akhir-akhir ini sudah jauh berbeda dengan pendakian gunung di masa lalu. Dahulu, pendaki gunung biasanya memiliki latar belakang pecinta alam yang memiliki proses seleksi yang ketat. Rata-rata mereka juga sangat memegang teguh kode etik pecinta alam.

Namun, akhir-akhir ini, pendaki gunung memiliki latar belakang yang sangat beragam. Tidak semua memiliki wawasan dan kemampuan pendakian gunung yang memadai. Frekuensi dan jumlah pendaki-pun semakin banyak. Hal ini didukung juga oleh trend pendakian gunung yang meningkat. Tanpa adanya edukasi dan penerapan aturan yang ketat, pendakian gunung bisa menjadi kegiatan yang membahayakan keselamatan pendaki.

“Bagi kami, keselamatan pendakian itu yang utama. Hanya dengan edukasi secara terus menerus dan penerapan aturan yang tegas maka keselamatan pendakian ini bisa kita tingkatkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ardi menyampaikan alasan mengapa pihaknya serius menggalakkan Gerakan Pendaki Cerdas ini. Dari data yang dihimpun, petugas TNGGP sudah melalukan evakuasi kurang lebih 100 pendaki selama periode April-Desember 2016. Sebagian besar para pendaki yang dievakuasi mengalami hipotermia dan wanita yang sedang haid.

Pihaknya juga sudah memulai kampanye pendaki cerdas ini di media sosial, baik facebook, youtube, twitter maupun instagram. Dengan mengakses melalui tagar #pendakicerdas, masyarakat luas dapat mengetahui dan memahami dan bahkan juga terlibat aktif.

Ardi juga berharap dukungan dari berbagai pihak dalam gerakan pendaki cerdas ini. “Bahkan pendaki alay-pun saya harapkan bisa terlibat aktif dalam gerakan ini dan menjadi pendaki yang memiliki wawasan dan kompetensi yang baik dalam pendakian gunung,” pungkasnya.

Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, tua dan muda, melakukan kegiatan bersih Gunung Slamet yang merupakan bagian dari acara Kongres Gunung di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan
Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, tua dan muda, melakukan kegiatan bersih Gunung Slamet yang merupakan bagian dari acara Kongres Gunung di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan

Bersih Gunung

Dalam Kongres Gunung, yang baru pertama kali dilangsungkan di Purbalingga, Jawa Tengah, yang berakhir pada Rabu (14/12/2016), sebanyak 2.229 warga di sekitar Gunung Slamet juga melakukan bersih gunung. Mereka melakukan bersih gunung di jalur pendakian dari Pos Bambangan, Desa Kutabawa, Karangreja, Purbalingga. Di pos pendakian, mereka membawa tas plastik hitam ke atas untuk membawa sampah-sampah yang berceceran.

“Kami sengaja membawa sampah-sampah di jalur pendakian yang ditinggalkan para pendaki. Ternyata cukup banyak di sana. Kami bersama-sama mengumpulkan sampah dan dibawa ke bawah,” jelas Sarip, 38, salah seorang peserta bersih gunung.

(Baca : Jaga Kelestarian Gunung untuk Kesejahteraan )

Kegiatan itu tidak hanya diikuti oleh warga sekitar Gunung Slamet, tetapi juga para pecinta alam. Ketua Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam Bio-Explorer dari Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hafiz Khairy mengatakan kalau dirinya datang sebagai bagian dari kepedulian organisasinya dalam menjaga lingkungan khususnya Gunung Slamet.

“Di organisasi kami juga sudah ditegaskan, kalau mendaki gunung, sampah harus dibawa ke bawah. Tidak boleh dibuang sembarangan di gunung,” tegasnya.

Sampah yang berhasil dikumpulkan dari kegiatan bersih Gunung Slamet yang merupakan bagian dari acara Kongres Gunung di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan
Sampah yang berhasil dikumpulkan dari kegiatan bersih Gunung Slamet yang merupakan bagian dari acara Kongres Gunung di Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan

Hafis mengatakan alangkah lebih baik bila pendaki membawa tempat minum isi ulang mas. “Dari pengalaman, beberapa pendaki punya pemikiran kalau botol kemasan mudah dibuang, padahal sudah ada aturan naik gunung, harus membawa turun sampah. Kalau kemasan minum isi ulang kan mereka jadi berfikir dua kali untuk membuangnya,” katanya.

Menurutnya, masih banyak pendaki yang secara sembarangan membuang sampah, karena mereka belum sadar mengenai pentingnya kebersihan di gunung.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,