Kala Tambang Emas Ancam Kesehatan Warga Jambi (Bagian 4)

Puskesmas Pasar Baru,  Kecamatan Tabir,  Kabupaten Merangin tampak lengang pagi ini. Hanya terlihat antrian beberapa perempuan menggendong anak dan beberapa orangtua seperti kesulitan berjalan.

Suara batuk dan rengekan terdengar keras, memecah keheningan ruang antrian bercat putih. Mak Ida, demikian orang-orang memanggil, baru keluar dari ruangan dokter yang sedang bertugas.

Sudah seminggu ini, Ida mengeluhkan gatal di telapak kaki dan tangan. Sudah berbagai macam obat yang dibeli di apotek tak mampu menghilangkan rasa gatal.

Baca juga: Petaka di Lubang Jarum Tambang Emas Merangin (Bagian 1)

Hasan Basri,  Kepala Puskemas Pasar Baru mengatakan, gatal diderita Mak Ida adalah alergi. Ida bukanlah orang pertama yang menderita alergi ini.

Kala kemarau,  banyak pasien datang mengeluhkan gatal-gatal. “Kalau kemarau, banyak datang gatal-gatal karena iritasi. Gatal-gatal berbeda dengan yang biasa karena kuman dan bakteri. Rata-rata penyembuhan memakan waktu cukup lama.”

Sungai-sungai di Kecamatan Tabir, tak terlepas dari jejeran dompeng yang mengeruk emas bercampur lumpur dan pasir.  Setiap hari,  limbah tambang emas mengalir ke sungai yang bermuara di Sungai Batang Merangin melintasi Pasar Bawah Bangko.

Baca juga: Cerita dari Desa Para Perempuan Pendulang Emas (Bagian 2)

Tak hanya di Tabir, penambangan emas tradisional ini juga menjalar hampir semua Kecamatan di Merangin. Hasan mengatakan, hingga kini, belum menemukan pasien diduga terkena merkuri. Namun, dia membenarkan kalau dari tahun ke tahun yang terkena alergi kulit makin mewabah dan sulit teratasi.

“Ini kan memerlukan kajian lanjutan untuk mengetahui apakah itu oleh merkuri atau tidak. Kalau pasien dengan penyakit itu pasti ada, tapi kami tidak bisa menyimpulkan itu karena merkuri atau tidak,” katanya.

Dari penelusuran Mongabay di lapangan, dompeng-dompeng yang merajalela di sepanjang Sungai Tabir ini memerlukan modal cukup banyak. Untuk satu alat dompeng, membutuhkan biaya sekitar Rp20-30 juta sampai siap beroperasi.

Air raksa (merkuri) dibeli para penambang harga Rp800.000-Rp1 juta setiap kilogram. Air raksa ini untuk sekali pencucian mengikat  butir-butir emas hingga terlepas dari batuan.

Endapan air raksa (Hg ) ini disaring pakai kain untuk peroleh sisa-sisa emas. Selanjutnya, air sisa pencucian langsung dibuang ke sungai.

Baca juga: Tambang Emas Gerus Lahan Pertanian Sungai Batanghari pun Makin Merana (Bagian 3)

Penggunaan air raksa nyata dalam tambang tradisional– dari pemantauan kualitas air 2016 dilakukan BLHD Jambi lewat beberapa sample khusus di Kelurahan Pasar Bangko, Merangin–, hasil jauh di bawah standar baku mutu air batas aman 0,001 mg/L.

Resmansyah, Subbid Kendali Kerusakan Lingkungan engatakan, parameter pengukuran merkuri tak memenuhi standar penentuan kadar merkuri.

“Karena pengukuran kita lakukan di laboratorium ini hanya mengambil sample, untuk kadar mercuri tak bisa dipakai jadi patokan. Kita belum ada alat yang memenuhi standar pengukuran merkuri,” katanya.

Dari Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air 2016 oleh BLHD Jambi mendapatkan kadar besi tinggi lebih dari baku mutu di beberapa titik sample seperti Sungai Kelurahan Pasar Bangko 0,566 mg/L, standar baku mutu 0,3 mg/ L.

Puskesmas Pasar Barum sarana layanan kesehatan yang berada di tengah marak aktivitas tambang emas di Kecamatan Tabir. Foto: Elviza Diana
Puskesmas Pasar Barum sarana layanan kesehatan yang berada di tengah marak aktivitas tambang emas di Kecamatan Tabir. Foto: Elviza Diana

Pengambilan titik sampel di Desa Batu Kucing, Sarolangun, juga mencapai tiga kali lipat dari nilai baku mutu yaitu 0,9, lebih mencengangkan Desa Sarolangun Kembang kadar Besi sepuluh kali lipat dari baku mutu yaitu 3,09 mg/L.

Angka ini cukup mencengangkan, karena anak-anak Sungai Batanghari, masih sebagai sumber air minum bagi hampir sebagian besar masyarakat Jambi. Kandungan besi melebihi baku mutu tentu menjadi catatan pemerintah.

Untuk pencemaran logam berat, khusus merkuri tak bisa hanya melalui media air. Merkuri, katanya, memiliki sifat mudah terserap di lingkungan, harus melalui pengecekan di subtract dan biota.

Charles P. H Simanjuntak, Pakar Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB mengatakan, analisis kandungan logam berat bukan hanya pada air , terlebih pada biota akuatik seperti ikan.

 

 

 

 

Penentu kadar merkuri

Logam berat masuk ke tubuh biota akuatik seperti ikan melalui beberapa jalur seperti difusi permukaan kulit, insang (pernapasan) dan rantai makanan dan bisa terjadi proses akumulasi logam berat.

Akumulasi logam berat, katanya,  terjadi karena logam berat dalam tubuh organisme cenderung membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik dalam tubuh organisme.

Dengan logam berat terfiksasi dan tak terekskresikan oleh organisme bersangkutan, secara berkelanjutan, bertambah selama hidup organisme itu.  Peristiwa ini dinamakan bioakumulasi.

“Apakah sudah terjadi pencemaran logam berat di suatu sungai (badan air) bisa kita jawab dengan analisis logam berat pada tubuh biota akuatik,” katanya.

Menurut Charles, ikan yang bisa jadi indikator adalah yang memenuhi persyaratan seperti, mampu mengakumulasi bahan cemaran tanpa terbunuh, dan dalam jumlah banyak di areal studi. Lalu, hidup jangka waktu lama, punya ukuran memadai untuk analisis, mudah diambil dan tak cepat rusak.

“Beberapa faktor yang kita harus perhatikan dalam analisis logam Hg dalam tubuh ikan, diantaranya spesies, ukuran panjang ikan dan organ target.”

Beberapa hal perlu perhatian untuk pengecekan misal, apakah ikan masuk kategori predator (pemakan ikan atau crustasea), ikan pemakan plankton, atau lain-lain. Tak hanya itu,  organ harus dianalisa berbeda-beda karena kosentrasi logam pada hati, dan daging ikan berbeda-beda. (Habis)

Sungai Batang Merangin, mulai tercemar. Setiap hari limbah pertambangan emas mengalir hingga air sungai berubah warna. Foto: Elviza Diana
Sungai Batang Merangin, mulai tercemar. Setiap hari limbah pertambangan emas mengalir hingga air sungai berubah warna. Foto: Elviza Diana
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,