Kenapa Penyelundupan Koral di Bali Marak Terjadi?

Awal tahun 2017 diwarnai dengan dua kasus penyelundupan terumbu karang di Bali. Hampir 140 bongkahan koral yang ditemukan Direktorat Polisi Perairan (Polair) Polda Bali dalam sejumlah kotak yang diletakkan begitu saja di jalan. Belum diketahui siapa pengirim dan penerimanya. Sebuah jaringan terputus.

Seluruh paket-paket karang dalam boks styrofoam ini ditemukan di kawasan Jalan Bypass Mantra yang menghubungkan sejumlah kawasan perairan dan pelabuhan dari Timur Bali menuju Kota Denpasar. Namun lokasi penurunan boks berbeda. Kasus pertama pada 4 Januari 2017.

Ini kronologis yang disampaikan Direktur Polair Kombes Pol Sukandar pada Mongabay. Sekitar pukul 5 dini hari petugas menemukan paket-paket kotak di sebuah warung pinggir jalan. Petugas menunggu penyemputnya sampai keesokan hari pukul 9 malam namun tak kunjung datang. “Sel terputus, pemilik warung juga tak tahu. Ditunggui tak ada yang ambil,” papar Sukandar.

Ia memperkirakan kasus penangkapan pertama tahun 2017 ini untuk diperdagangkan.  Ada 52 buah karang hias yang disimpan dalam 3 boks masing-masing berisi 18 plastik, 19 plastik dan 15 plastik. Sebanyak 13 bagian jenis acropora mati sebelum dilepaskan.

Mencegah kematian semua karang, barang bukti segera dilepaskan dengan cara diikat di substrat buatan Green Island Serangan, Denpasar, sebuah lokasi konservasi flora dan fauna laut. Bersama Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar dan Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Kelas 1 Denpasar Kementerian Kelautan dan Perikanan, petugas Direktorat Polisi Perairan Polda Bali melepasliarkan seluruh karang tersebut di perairan yang sedang digalakkan menjadi coral garden itu.

Kasus berikut pada 9 Januari pagi. Serupa dengan kasus pertama. Petugas mendapat informasi ada distribusi karang illegal dari NTB ke Bali. Ditemukan boks-boks lagi berisi 86 bagian koral yang dibungkus-bungkus plastik bening tanpa pengirim dan penerima.

Lebih banyak dari temuan 4 Januari. Alhasil belum ada tersangka dari kasus-kasus penyelundupan karang ini. Berkaca dari peristiwa pertama, petugas memancing penjemput lebih cepat agar karang-karang itu bisa lebih awal diselamatkan.

Sekitar empat jam kemudian, pukul 11 sejumlah petugas dan unit terkait bidang perlindungan pesisir melakukan penghitungan dan pemeriksaan barang bukti sebelum ditanamkan kembali di substrat. Satu demi satu bungkusan plastik dibuka, ada 74 bagian karang yang masih hidup. Sisanya mati ditandai warna memutih pada permukaannya.

Sejumlah petugas menghitung dan mengecek kondisi karang hasil selundupan, 10 Januari 2017 di Denpasar, Bali, sebelum dilepaskan di laut. Foto Luh De Suriyani
Sejumlah petugas menghitung dan mengecek kondisi karang hasil selundupan, 10 Januari 2017 di Denpasar, Bali, sebelum dilepaskan di laut. Foto Luh De Suriyani

Tanpa menunggu lama, setelah didata, sejumlah penyelam segera menyiapkan alat bantu seperti nilon cable untuk mengikat koral di substrat berbentuk meja yang sudah ditanam di dasar laut oleh pengelola Green Island. Petugas penyelam dari BPSPL Denpasar seperti Hendra, Yudi, dan lainnya dengan sigap menyiapkan alat selam dan membawa karang-karang ke speedboat.

Diperlukan sekitar 2 jam menanam 74 koral-koral selundupan ini. Tampak koral baru ini berdampingan dengan koral-koral lain yang sudah tumbuh dari transplantasi sebelumnya.

Marak Penyelundupan

“Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen menjaga kelestarian sumberdaya perikanan termasuk karang hias untuk perdagangan. Secara fisik, karang yang ditemukan berasal dari alam, bukan hasil budidaya karang sebagaimana disyaratkan dalam perdagangan karang CITES dan tidak dilengkapi dokumen secara resmi oleh instansi terkait,” ujar Suko Wardono, Kepala BPSPL Denpasar.

Hal ini merugikan sumberdaya perikanan karena fungsi terumbu karang sebagai pelengkap rantai makanan dalam ekosistem perairan. Perdagangan karang hias/akuarium untuk tujuan ekspor sudah diatur oleh Pemerintah Indonesia sesuai ketentuan CITES. Namun, lemahnya pengawasan pada jalur perdagangan dapat menjadi celah bisnis ini. Upaya memperkuat pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya jenis ikan dilindungi disebut prioritas BPSPL Denpasar pada 2017.

BPSPL Denpasar merekap kasus-kasus penyelundupan karang ini cukup marak ditemukan di Bali. Upaya penggagalan dan penangkapan perdagangan karang tanpa dilengkapi dokumen resmi pada 2016 sebanyak 4 kali total berjumlah 28 boks styrofoam.

Sejumlah orang bersiap membawa karang yang masih sehat ke lokasi coral garden, Serangan, Denpasar, Bali. Ini adalah kasus peyelundupan kedua selama awal tahun ini di Bali. Foto Luh De Suriyani
Sejumlah orang bersiap membawa karang yang masih sehat ke lokasi coral garden, Serangan, Denpasar, Bali. Ini adalah kasus peyelundupan kedua selama awal tahun ini di Bali. Foto Luh De Suriyani

Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP merekap kasus 2016 di antaranya pada 1 Maret ditemukan 4 boks berisi karang jenis Euphyillia glabresceus oleh Polsek Kuta. Kemudian 11 April, Polsek Padangbai, Karangasem mengamankan 11 boks, lalu 19 April Polresta Denpasar menemukan 6 boks di Denpasar. Selanjutnya 25 April polisi sektor kawasan laut Gilimanuk dan BKIPM Denpasar menemukan 7 boks di berisi 440 hard coral.

“Koral yang mati bisa jadi karena packing kurang bagus dan perjalanan lama,” ujar Yudiarso tentang dampak penyelundupan.  Menurutnya Denpasar, Surabaya, Semarang, Jakarta dan kota besar lainnya merupakan salah satu jalur perdagangan karang hias ekspor.

Dari data yang diriceknya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat sejumlah 3.884 kg koral senilai US$ 19.972 diekspor melalui Bandara Ngurah Rai (Statistik Ekspor Perikanan, 2012). “Jumlah yang besar. Kami akan mencoba perbandingan data kuota dan ekspor. Kalau selisih, ekspor lebih banyak bisa indikasi, dari mana? Kuota tambahan atau apa?,” jelasnya.

Pencegahan dan Konservasi

Salah satu kelompok masyarakat yang terus mengembangkan perdagangan ikan hias berkelanjutan adalah sejumlah warga Desa Les yang terletak di kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Dikenal sebagai inisitif penghasil ikan hias laut ramah lingkungan. Caranya dengan membuat peraturan adat pelarangan pencurian ikan, tak menggunakan cara menangkap berbahaya dan massal, dan konservasi terumbu karang sebagai habitat ikan hias.

Lebih dari 30 tahun Desa Les telah menjadi wilayah untuk penangkapan dan perdagangan ikan hias laut untuk kebutuhan pasar global. Bertransformasi dari kelompok penangkap ikan berbahaya seperti menggunakan potas di masa lalu yang merusak karang, rumah ikan.

Sejumlah penyelam menanam karang hasil selundupan di coral table, berdampingan dengan hasil transplantasi di perairan Serangan, Denpasar, Bali. Foto: BPSPL Denpasar
Sejumlah penyelam menanam karang hasil selundupan di coral table, berdampingan dengan hasil transplantasi di perairan Serangan, Denpasar, Bali. Foto: BPSPL Denpasar

Gayatri Reksodihardjo-Lilley, pendiri Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) mengatakan salah satu penyebab penyelundupan karang adalah kurangnya pengawasan di sumber pengambilan karang alam ini. “Tak ada keseriusan mencegah dari asalnya, perdagangan karang internasional sudah diatur tapi pengawasan di sumbernya tidak ada,” ujarnya.

Distribusi karang dari pulau ke pulau menurut aturan harus ada suratnya. Artinya begitu ada pengeluaran, asal daerah, jumlah dan jenisnya sudah ada. “Kalau tidak ada kuotanya langsung bisa ditelusuri,” lanjutnya.

Menurutnya  perusahaan yang sudah mendapat izin juga merasa rugi kalau ada kasus-kasus penyelundupan. “Kuota bukan kewajiban, Indonesia melakukannya sebagai wujud pengelolaan. Dikirim ke CITES, tiap ekspor ada stamp-nya. Tapi yang belum didata adalah jumlah yang dimanfaatkan, yang diambil di lokasi,” tambah Gayatri. Menurutnya wewenang ini ada di BKSDA yang mengeluarkan izin.

Di Desa Les, lokasi LINI Aquaculture and Training Centre yang didirikan sejak 2015 menurutnya tak ada perdagangan karang, karena tak banyak karangnya. Namun ada pembelajaran yang bisa ditiru di usaha pelestarian dan pengelolaan sumber daya lautnya.

Misalnya mendorong alternatif penghasilan seperti melatih ibu-ibu, keluarga nelayan untuk mempunyai keahlian budidaya ikan hias laut.  Selain itu lahir kewajiban untuk melindungi ekosistem karang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,