Bukan 13.466 Pulau, Indonesia Kini Terdiri dari ….

Pemerintah Indonesia terus melakukan penertiban pulau yang ada di seluruh daerah dan membakukan jumlahnya secara detil. Sepanjang 2016, pulau yang berhasil ditertibkan dan diverifikasi jumlahnya mencapai 14.572 pulau. Seluruhnya kemudian dibakukan sebagai wilayah kepulauan Indonesia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Bryahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkapkan, jumlah pulau yang berhasil dibakukan itu, sebagian besar di antaranya berasal dari jumlah yang sudah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebanyak 13.466 pulau.

“Selain itu, ada tambahan dari jumlah pulau yang diverifikasi pada 2015 sebanyak 537 pulau dan 749 pulau pada 2016,” ucap dia di Jakarta, kemarin.

Dengan jumlah total sebanyak 14.572 pulau, Brahmantya mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mendepositkannya ke PBB pada sidang UNGEGN yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, pada Agustus mendatang.

“Tahun 2017 ini, kita juga akan tetap membakukan nama-nama pulau. Jadi, nanti saat sidang PBB kita dapatkan data total terbaru,” jelas dia.

Brahmantya menuturkan, didaftarkannya pulau-pulau ke PBB, tidak lain karena Indonesia ingin menjaga dan merekatkan kedaulatan Negara. Dengan cara tersebut, diyakini kedaulatan bisa terjaga dengan baik.

“Kita ingin pulau-pulau yang ada, termasuk pulau kecil dan terdepan, bisa terdata resmi sebagai bagian dari Indonesia. Ini juga menjaga agar tidak ada Negara lain yang memberi pengakuan terhadap pulau-pulau tersebut,” jelas dia.

Pulau Rajuni, salah satu pulau terluar dari Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan menghadapi banyak persoalan, mulai dari maraknya pengeboman ikan hingga keterbatasan sumber air bersih. Hampir setiap hari aktivitas pengeboman ikan masih dilakukan sejumlah warga setempat dan juga nelayan dari luar, berdampak pada semakin kurangnya tangkapan nelayan pancing dalam beberapa tahun terakhir. Foto : Wahyu Chandra
Pulau Rajuni, salah satu pulau terluar dari Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan menghadapi banyak persoalan, mulai dari maraknya pengeboman ikan hingga keterbatasan sumber air bersih. Hampir setiap hari aktivitas pengeboman ikan masih dilakukan sejumlah warga setempat dan juga nelayan dari luar, berdampak pada semakin kurangnya tangkapan nelayan pancing dalam beberapa tahun terakhir. Foto : Wahyu Chandra

Untuk diketahui, sidang UN GEGN (United Nations Group of Experts on Geographical Names) adalah sidang tahunan yang dilaksanakan salah satu kelompok pakar dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) yang membahas tentang standardisasi nama-nama geografis baik di tingkat nasional maupun internasional.

Dalam periode lima tahun sekali, UN GEGN mengadakan konferensi PBB mengenai standardisasi nama-nama geografis di dunia. Pada sidang tahunan 2012, Indonesia telah melaporkan sebanyak 13.466 pulau ke PBB dan langsung ditetapkan pada sidang tersebut.

 

Pulau Terdepan Bertambah Lagi

Sekretaris Direktorat Jenderal PRL Agus Dermawan, dalam kesempatan sama mengatakan, sejalan dengan program KKP yang akan menertibkan pulau-pulau di seluruh Indonesia, PRL menjabarkannya dengan memulai pengklasifikasian pulau-pulau kecil dan terdepan.

Sebelum 2017, kata Agus, jumlah pulau kecil dan terdepan adalah 92 pulau. Namun, itu akan berubah karena pada 2017 PRL akan menambah sebanyak 19 pulau lagi. Dengan demikian, total pulau kecil dan terdepan menjadi 111 pulau.

Selanjutnya, menurut Agus, ke-111 pulau tersebut akan segera dilegalisasi, diberikan nama, dan dikelolanya dengan lebih baik lagi.

“Itu target kita tahun 2017 ini. Kita kelola melalui Hak Pengelolaan Lahan (HPL), karena pulau kecil dan terluar kita ada 92 pulau, dan sudah didaftarkan lagi 19, jadi total 111 pulau,” jelas dia.

Agus mengungkapkan, untuk rencana pengelolaan ratusan pulau kecil dan terdepan yang akan dilaksanakan pada 2017, itu akan dilakukan melalui koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Dengan melakukan koordinasi, maka diharapkan akan ada keselarasan dalam menertibkan pulau-pulau tersebut.

“Kita identifikasi masalahnya bersama, kita samakan data, karena luasan semua pulau sudah ada. Tapi akan kita crosscheck dengan Kementerian/Lembaga lain yang mempunyai fungsi planaloginya,” lanjutnya.

Pulau Polewali berada di Kabupaten Pangkep adalah satu dari 121 pulau yang berada di Kepulauan Spermonde. Pulau ini dan sejumlah pulau-pulau lain menjadi tempat wisata domestik, baik untuk rekreasi keluarga, penyelaman dan memancing. Foto: Awaluddinnoer
Pulau Polewali berada di Kabupaten Pangkep adalah satu dari 121 pulau yang berada di Kepulauan Spermonde. Pulau ini dan sejumlah pulau-pulau lain menjadi tempat wisata domestik, baik untuk rekreasi keluarga, penyelaman dan memancing. Foto: Awaluddinnoer

Di antara kementerian dan lembaga tersebut, Agus mengakui bahwa pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyelaraskan rencana maupun data.

“Selain itu, kita juga menggandeng Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan untuk melakukan valuasi pulau tersebut,” tandas dia.

“Sebanyak 111 pulau terkecil dan terluar ini adalah batas negara. Jadi yang diutamakan negara mau bangun apa di sana, sehingga kita tidak melulu bicara soal investor maupun ekonominya,” tambah dia.

Pemberian Nama Pulau Harus Dilakukan Negara

Berkaitan dengan pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang membolehkan negara lain untuk memberi nama pada pulau-pulau kecil dan terdepan, Brahmantya dengan tegas menyebut bahwa ide tersebut bagus, tapi sebaiknya tidak dilaksanakan.

Menurut dia, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia, secara historis dan geografis adalah bagian dari masyarakat Indonesia. Karenanya, yang berhak memberi nama pulau-pulau tak bernama tersebut haruslah Indonesia secara kelembagaan.

“Saya berharapa Negara yang langsung memberi nama-nama pulau tersebut,” ucap dia.

Akan tetapi, meski berharap Negara yang turun langsung dalam penamaan pulau kecil dan terdepan, Brahmantya mengakui kalau pihaknya hingga saat ini belum memiliki ide lebih detil terkait nama apa saja yang akan diberikan. Menurutnya, penamaan tersebut harus dikoordinasikan lebih dulu dengan Kementerian Dalam Negeri.

“Kita akan koordinasikan dulu dengan Kemendagri ya. Kita belum ada nama-namanya dan kita juga belum tahu. Tapi, kalau KKP yang diberi mandat untuk penamaan, kita akan lakukan,” ungkap dia.

Karena ini baru akan dilaksanakan, Brahmantya mengharapkan bantuan dari masyarakat luas untuk ikut serta secara aktif. Artinya, ide pemberian nama bisa saja berasal dari masyarakat, selama ide tersebut disetujui dan latar belakang penamaaannya jelas sesuai dengan kearifan lokal pulau tersebut.

Di saat bersamaan, Agus Dermawan kemudian mencontohkan, di kepulauan Seribu ada sebuah pulau yang dikenal sekarang sebagai Pulau Bidadari. Sebelumnya, pulau tersebut namanya adalah Pulau Hantu.

“Jika namanya itu digunakan, mana bisa menarik wisatawan. Karenanya, kemudian diganti,” jelas dia.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widajaja mengatakan, pemberian status pulau-pulau kecil yang ada sekarang, penting dilakukan karena itu menyangkut keberadaannya di dunia internasional.

Untuk itu, menurut Sjarief, pihaknya saat ini melakukan inventarisasi pulau-pulau mana saja yang layak masuk sebagai nominasi untuk mendapatkan status dan sekaligus nama. Dengan cara tersebut, dia berharap ke depan tidak akan ada lagi pengakuan secara sepihak ataupun polemik untuk pemanfaatan pulau.

“13.466 itu data PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Nah, itu bisa jadi aset Negara untuk dikembangkan. Saat ini anggaran sedang dihitung untuk legalisasi tersebut,” tutur dia di Jakarta.

Sjarief mengungkapkan, dari jumlah tersebut, sekitar 50 pulau saat ini statusnya dalam pengelolaan ataupun kepemilikan pihak lain seperti investor asing. Pulau-pulau tersebut sudah dan dalam tahap pengembangan oleh para pengelola pihak lain tersebut untuk dijadikan pulau wisata ataupun untuk kepentingan ekonomi lain.

“Tahun ini semoga bisa selesai (sekitar) 100 pulau diidentifikasi, melalui identifikasi seperti penamaan, titik lokasi dan status apakah termasuk tanah adat atau bukan. Pokoknya sesuai prosedur dan undang-undang yang sudah diatur,” sebut dia.

Adapun undang-undang yang telah diatur sebelumnya UU No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Karena ada penertiban pulau-pulau kecil dan terdepan, Sjarief menuturkan, pihaknya akan mengevaluasi pemanfaatan pulau-pulau yang sudah ada oleh pihak lain apakah bisa dimanfaatkan lagi ataukah tidak. Kebijakan tersebut diterapkan, karena di antara pulau-pulau tersebut, ada yang masuk dalam kawasan konservasi perairan dan ada yang tidak.

“Saat ini para pemilik pulau lucu. Ada pemilik pulau yang asing terus ditinggal begitu saja ke luar negeri. Maka dari itu nanti akan diinventaris dahulu,” ujar dia.

Selain inventarisir, Sjarief mengakui, KKP juga akan melakukan pengawasan pemanfaatan pulau kecil yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB), Bangka Belitung, Bitung (Sulawesi Utara) dan Kepulauan Karimun Jawa (Jawa Tengah).

“Kita sedang menunggu PP (Peraturan Pemerintah) dan Perpres (Peraturan Presiden) ditandatangani. Jika sudah, kita akan langsung bergerak,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,