Gubernur Jateng Cabut Izin Lingkungan, PT Semen Indonesia Tak Berarti Batal di Rembang, Mengapa?

Senin, (16/1/17), 29  hari sudah warga Pegunungan Karst Kendeng di Rembang ‘menduduki’ Kantor Gubernur Jawa Tengah. Mereka menuntut Gubernur Ganjar Pranowo mencabut surat keputusan izin lingkugan sesuai bunyi amar putusan Mahkamah Agung (MA). Selasa, (17/1/17), batas akhir—sudah 90 hari– bagi Gubernur untuk menjalankan putusan MA.

“Kami tak akan pulang sebelum izin pabrik semen dicabut dan pembangunan pabrik semen berhenti dan hengkang,” kata Joko Prianto, kepada Mongabay, Senin, (16/1/17).

Dari dokumen yang diterima Mongabay 8 Desember 2016, PTUN Semarang menetapkan putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016 tertanggal 5 Oktober 2016 berkekuatan hukum tetap. Salinan diterima LBH Semarang, 9 Januari 2017.

Malam hari, Ganjar jumpa pers menyampaikan keputusan mencabut izin lingkungan lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur No 6601/4 Tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017 sebagai langkah menjalankan putusan MA. Dengan begitu, SK Gubernur Jateng No 668.1/17 Tahun 2012 sebagaimaa telah diubah dalam SK No 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik  Semen Indonesia di Rembang, batal dan tak berlaku.

Meskipun begitu, Semen Indonesia, tak berarti batal bikin pabrik dan nambang dari Rembang. Beralasan sesuai putusan MA, Gubernur Jateng memerintahkan, Semen Indonesia harus menyempurnakan dokumen Andal dan rencana pengelolaan lingkungan/rencana pemantauan lingkungan (RKL/RPL).  Komisi Amdal Jateng, kata Ganjar, sedang menilai Andal dan RKL/RPL ini.

“Memperhatikan pertimbangan hukum dan putusan PK, yang hanya membatalkan izin lingkungan, maka izin lingkungan dapat dilaksanakan PT Semen Indonesia, apabila memenuhi persyaratan yang belum dipenuhi,” katanya dalam rilis.

Desakan kepada gubernur

Siang hari, Senin (16/1/17)  di Jakarta,, Aliansi Masyarakat Sipil dan akademisi berisi seratusan orang atas nama organisasi dan personal menyerukan Presiden Joko Widodo memastikan Gubernur Jateng patuhi putusan MA.

Asfinawati Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, tak bermakna kalau putusan tak dipatuhi.

“Putusan PK (peninjauan kembali-red)  yang mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia termasuk juga membatalkan izin operasional dan izin konstruksi atau izin dengan nama lainnya,” katanya di Jakarta.

Dia melihat gelagat kepala daerah mencoba berkelit dari menjalankan putusan hukum. Artinya, melanggar putusan hukum, sebagai kepala daerah tak mematuhi putusan pengadilan. “Gubernur tak patuh pada kewajiban, melanggar larangan, dan sumpah jabatan,” ucap Asfinawati.

Eko Cahyono Direktur Sajogyo Institute mengatakan, kala putusan hukum tak jalan hak-hak dasar masyarakat sekitar Pegunungan Kendeng terus ditekan.  Pemerintah Jateng, katanya,  membiarkan bahkan mendorong konflik-konflik horizontal terjadi bahkan upaya kriminalisasi petani penolak.

Tak jalankan putusan, katanya, berarti mengingkari hukum. Pengingkaran juga terjadi, katanya,  pada proses yang sudah berjalan dalam pertemuan dengam Presiden yang mengamanatkan adat kajian lingkungan hidup strategis Jawa Tengah. Ia sebagai syarat melihat ulang pembangunan pabrik dalam konteks daya tampung dan daya dukung lingkungan.

Tenda aksi warga Kendeng di depan Kantor Gubernur Jateng, yang sempat dirobohkan Satpol PP. Fotp: JMPPK
Tenda aksi warga Kendeng di depan Kantor Gubernur Jateng, yang sempat dirobohkan Satpol PP. Fotp: JMPPK

Masalah rakyat dan penyelamatan kekayaan alam, katanya, belum jadi perhatian serius pemerintah pusat maupun daerah. “Masyarakat kecil kerab jadi pelaku utama penyelamatan ruang hidup tak pernah dilihat.”

Dewi Kartina, Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menilai, seakan tak ada upaya penyelesaian konflik yang berlarut-larut dengan memberikan keadilan bagi warga.

KPA melihat, ada penggalangan kelompok seolah-olah merepresentasikan gerakan buruh seakan kontra dengan warga Rembang penolak semen. Ada juga semacam upaya ‘membakar’ konflik horizontal antar warga Rembang yang mempertahankan lahan dengan golongan yang merepresentasikan kelompok agama. Dia prihatin, putusan pejabat publik yang bermasalah malah menarik warga ke konflik horizontal.

Dewi juga khawatir dengan aksi kriminalisasi. “Ini sangat disayangkan. Tahun 2016 ada 177 petani dikriminalkan pemerintah.”

Kala sampai batas waktu tak ada keputusan, katanya, Presiden harus segera mengambil alih dengan memanggil gubenur bersama staf Presiden dan MA,  bersama Kementerian Dalam Negeri. Presiden, katanya, juga harus memberikan sanksi kepada gubernur.

KPA juga meminta Presiden Jokowi memastikan Kapolda Jateng termasuk Kapolri menghentikan kriminalisasi terhadap warga Rembang. “Hentikan kriminalisasi warga. Presiden harus menjamin hak agrarian dan lingkungan warga Rembang,” katanya.

Senada Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional. Dia mengatakan, ada pengabaian bahkan melawan putusan MA nyata terlihat dari upaya Gubernur mencabut izin lingkungan lama 9 November 2016, dan menerbitkan izin lingkungan baru pada hari sama.

“Walhi tegas meminta agar Gubernur Jateng menghormati putusan MA. Harus  menghentikan operasi pabrik semen, karena kerentanan dan keterancaman masyarakat antara lain pencemaran air tanah, banjir dan kekeringan.”

Haris Azhar Koordinator KontraS mengatakan, putusan MA,  dalam melindungi hak masyarakat sudah kuat.

Meski begitu, katanya, seharusnya, ada bagian negara yang bisa melihat pihak ketiga yang mendapatkan izin taat aturan hukum. Negara, katanya,  seharusnya bisa menguji apakah pemberian izin secara prosedural memperhatikan kapasitas perusahaan, seperti catatan buruk soal kerusakan lingkungan, hak kesehatan masyarakat dan tertib atau tidak pada aturan hukum.

Perlu juga mengecek apakah perusahaan punya kelengkapan kerja yang mengurangi dampak minimum pelanggaran HAM. Contoh, mekanisme pengaduan jika perusahaan melanggar. Lalu, apakah perusahaan memiliki mekanisme informasi regular tentang catataan tak ada risiko pelanggaran HAM.

“Jika perusaah tak punya harusnya izin tak layak diberikan. Ini penting ke depan,” katanya.

Soal kasus Rembang, katanya, kalau Gubernur tak kunjung cabut izin ligkungan berarti gubernur melanggar pidana dan perdata. “Jika gubernur mengabaikan koreksi lembaga yudisial, gubernur melanggar konstitusi.”

Andi Muttaqin dari Elsam mengatakan, tak bisa ditawar-tawar, gubernur harus menjalankan putusan MA, mencabut izin lingkungan. Dia mendesak hentikan upaya kriminalisasi warga, sebaliknya, segera penuhi hak-hak mereka.

Rahma Mary, kuasa hukum warga mengatakan, jika Gubenrur tak menjalankan putusan, berarti menyalahgunakan kekuasaan dengan membiarkan tindak pidana karena meneruskan pembangunan pabrik secara ilegal. “Tindakan Gubernur menerbitkan SK baru tindak pidana,” katanya.

Dia bilang, konsekuensi penetapan, tergugat tak bisa berupaya hukum apapun membatalkan putusan PK hingga harus eksekusi. Perintah Presiden soal KLHS, katahnya,  harus berjalan untuk mengetahui daya dukung dan daya tampung lingkungan di Jateng, termasuk Pegunungan Kendeng.

“Semua upaya pendirian pabrik semen harus dihentikan, termasuk tak boleh ada izin baru.”

Saat ini,  di tapak pabrik semen, terhitung 940 hari lebih warga bertahan di Tenda Perjuangan Gunung Bokong, Rembang.

Zainal Arifin, Direktur LBH Semarang,  dihubungi Mongabay mengatakan serupa. Dia bilang Gubernur Jateng telah membangkang atas putusan pengadilan. Dari awal warga mendesak pembangunan pabrik setop terlebih dahulu. Pada 22 Oktober 2014, Komnas HAM juga menerbitkan rekomendasi penghentian pembangunan pabrik semen hingga selesai proses hukum. Sayangnya, tak dihiraukan, pembangunan jalan terus. Kala perusahaan kalah, baru investasi Rp5 triliun selalu disebut-sebut sebagai alasan agar pabrik dan tambang lanjut.

Soal investasi sudah Rp5 triliun, katanya, merupakan risiko pemerintah dan perusahaan yang tak setop bangun kala proses hukum berjalan. Angka Rp5 triliun itu, katanya, tak sebanding dengan nilai kelestarian alam. “Investasi seharusnya dikelola dengan prinsip kehati-hatian, bermartabat dan menghormati aturan hukum.”

Petrasa Wacana dari Koordinator Bidang Konservasi, Advokasi dan Kampanye Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) mengatakan, gubernur sebagai aparatur negara wajib mematuhi putusan MA dengan mencabut izin lingkungan. Bukan malah mengeluarkan izin lingkungan baru, walau gubernur berdalih hanya adendum.

Soal penyusunan KLHS, dia berharap, dilakukan tim terbaik dan sangat paham situasi lapangan. “Kita percaya data dan fakta. Saya yakin, Karst Kendeng layak dilindungi.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,