Menabung Sampah Agar Tidak Menggunung di Cikapundung

Permasalahan sampah di perkotaan memang masih menjadi problematika berkelanjutan. Lingkungan masyarakat yang heterogen kadang kala berganggapan bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan harus segera dibuang. Anggapan seperti itu diwajarkan, dengan alasan sebagian masyarakat belum mengetahui manfaat lain yang bisa dihasilkan dari sebuah sampah.

Forum Gerakan Masyararakat Peduli Cikapundung (Gemercik), berkeinginan mengubah pola pikir dari perilaku masyarakat yang membuang sampah tanpa memilah, menjadi memilah sampah untuk mendapat berkah. Upaya tersebut ditempuh melalui sosialisasi konsep bank sampah kepada masyarakat di bantaran Sungai Cikapung, di Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Selasa (17/01/2017).

Ratna Lubis Nugroho, Ketua Pelaksana Gemercik, menuturkan bahwa bank sampah bukan merupakan metode baru yang digunakan untuk memanimalisir barang yang sudah tak terpakai. Dia beranggapan bahwa konsep seperti ini dinilai cocok diterapkan di masyarakat karena memiliki dua kelebihan yakni lingkungan menjadi bersih dan bisa mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi.

“Kami disini ingin membantu masyarakat untuk menyediakan bank sampah sendiri. Nanti khususnya masyarakat di perkotaan akan berperan dalam memilah sampah yang berasal dari rumah tangga. Diharapkan penyelenggaraan bank sampah ini bisa terus menyadarkan masyarakat tentang manfaat dari sampah sekaligus menumbuhkan rasa menjaga lingkungan,” kata dia saat ditemui di Mesjid Mungsolkanas.

Dikatakan Ratna, mulanya masyarakat akan terus diberikan pemahaman agar memiliki wawasan bahwa sampah memiliki nilai ekonomi. Hal itu penting, mengingat masyarakat perkotaan masih apatis terhadap persoalan yang menyangkut lingkungan. Jika sudah demikian, langkah selanjutnya masyarakat akan diajarkan tata cara memilah sampah yang bisa dijual sesuai dengan kriteria bank sampah.

Dia menerangkan, di Kelurahan Cipaganti, tepatnya di RW 05 terdapat 720 Kepala Keluarga (kk) yang setiap harinya ibu – ibu dari masing – masing rumah berkutat dengan sampah. Tentu dapat diprediksi berapa banyak sampah yang dibuang percuma setiap hari tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu. Alhasil sampah akan menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS) dan menimbulkan bau tidak sedap.

Warga menukarkan sampah botol bekas minuman dengan sembako kepada bank sampah di kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Selasa (17/01/2017). Keberadaan bank sampah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran merawat lingkungan dengan cara memilah sampah menjadi berkah. Foto : Donny Iqbal
Warga menukarkan sampah botol bekas minuman dengan sembako kepada bank sampah di kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Selasa (17/01/2017). Keberadaan bank sampah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran merawat lingkungan dengan cara memilah sampah menjadi berkah. Foto : Donny Iqbal

Untuk mengakali hal tersebut tidak terjadi lagi, pihaknya akan membentuk kelompok bank sampah yang beranggotakan 20 orang. Nantinya setiap kelompok ditugaskan memilah sampah hasil rumah tangga selama 30 hari. Setelah itu terkumpul dan disetorkan kepada pihak bank sampah, setiap kelompok akan menuai hasil dari memilah sampah tersebut berupa uang dalam bentuk rekening.

“Permasalahan sampah di kita masih pada proses pemilahan. Jika pola pemilahan sampah sudah terbangun. Diharapkan mampu meminimalisir persoalan lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah. Selain itu juga para orang tua mampu menanamkan kebiasaan memilah sampah ke anaknya agar mereka juga sadar tentang lingkungan dan tidak membung sampah sembarangan,” ujar Ratna yang juga berprofesi sebagai dosen ekonomi di Telkom University.

Ditempat yang sama,  John Sumual, Direktur Bank Sampah Bersinar, mangatakan untuk mengatasi permasalahan sampah di masyarakat salah satunya harus melibatkan masyarakat itu sendiri. Dia menyebutkan pola kebijakan persampahan di Kota Bandung masih menggunakan sistem konvensional. Padahal menurut hematnya kelebihan konsep bank sampah efektif memilah sampah antara organik dan anorganik berskala rumahan.

Dia menjelaskan, menurut data PD Kebersihan Kota Bandung hampir 80% sampah domestik kebanyakan berasal dari bahan organik. Namun, setelah dilakukan pengamatan mendalam ternyata sampah organiknya lebih sedikit. Hanya saja bercampur dengan sampah anorganik sehingga seolah – olah banyak.

“Selama ini paradigm masyarakat melihat sampah itu musuh. Tetapi melalui manajemen bank sampah dibalikkan bahwa sampah itu ternyata membawa berkah dan dapat mendatangkan uang,” kata dia.

Seorang pengemudi beristirahat di mobilnya yang berdekatan dengan tumpukan sampah di Jalan Soekarno - Hatta, Kota Bandung. Tumpukan sampah sering dijumpai di pinggiran kota yang kadang terlambat untuk diangkut ke TPA. Foto : Donny Iqbal
Seorang pengemudi beristirahat di mobilnya yang berdekatan dengan tumpukan sampah di Jalan Soekarno – Hatta, Kota Bandung. Tumpukan sampah sering dijumpai di pinggiran kota yang kadang terlambat untuk diangkut ke TPA. Foto : Donny Iqbal

John menuturkan, cara sederhana untuk menurunkan volume sampah yang terus meningkat mesti menyentuh dari hulu yakni sampah rumah tangga. Sebab, langkah tersebut dapat mempermudah proses distribusi sampah hingga ke TPA.

Dia berharap dengan banyaknya masyarakat yang mulai melirik konsep bank sampah diharapkan lebih menyadari bahwa sampah bisa bernilai ekonomi. Apalagi masyarakat perkotaan rata – rata membuang sampah Rp. 10.000/hari.

 

Sampah Ditabung

Pipit Pitriana (42), warga setempat menyambut baik tentang penyuluhan bank sampah dan mengaku lebih mengerti tentang pemanfatan sampah. Dia berujar ternyata sampah bekas rumah tangga yang tadinya dibuang begitu saja, namun bila dikumpulkan dengan sabar dan teliti bisa menghasilkan  uang sebagai penambah penghasilan.

“Saya pikir sampah itu tidak ada manfaatnya. Tapi pas saya ngabandungan(memperhatikan) soal bank sampah ternyata lumyan oge (juga) kalo bisa dikumpulkan. Rencana saya dan kelompok kedepannya akan mencoba mempraktekkan pemilahan sampah rumah tangga untuk di tabung di bank sampah, nanti uangnya mau diambil ahpas lebaran saja,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,