Krueng Peusangan, Daerah Aliran Sungai Potensial yang Luput dari Perhatian

Kreung Peusangan adalah daerah aliran sungai (DAS) di Aceh yang melintasi lima kabupaten/kota. Hulunya berada di Danau Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, sementara anak sungainya mengalir lintas batas ke Kabupaten Bener Meriah, Aceh Utara, Bireuen, dan Kota Lhokseumawe.

Luas DAS Krueng Peusangan ini mencapai 238.550 hektare, yang panjang sungai utamanya dari pinggir laut Bireuen hingga ke Danau Lut Tawar mencapai 128 kilometer. Sungai-sungai yang bermuara ke Krueng Peusangan sekitar 107 sungai yang terdiri dari 12 sub DAS. Ada Krueng Peusangan Hilir, Ulee Gle, Teupin Mane, Krueng Keueh, Krueng Simpo, Wih Genengan, Timang Gajah, Wih Bruksah, Bawang Gajah, Wih Balek, Krueng Ceulala, dan Laut Tawar.

Bagaima kondisi DAS Krueng Peusangan saat ini? Suhaimi Hamid, Ketua Forum DAS Krueng Peusangan, menuturkan kondisi DAS sekarang kritis, bahkan masuk kategori kritis satu nasional. Hal ini disebabkan adanya galian C, perambahan untuk perkebunan, dan pembalakan liar di wilayah tersebut.

“Padahal, potensi airnya hingga 16 miliar meter kubik per tahun. Dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).”

Arung jeram ini dapat dilakukan di Ketambe yaitu dengan menelusuri Sungai Alas. Foto: Junaidi Hanafiah
Arung jeram ini dapat dilakukan di Ketambe yaitu dengan menelusuri Sungai Alas. Foto: Junaidi Hanafiah

Suhaimi menambahkan, hutan di DAS Krueng Peusangan begitu cepat beralih fungsi. Setelah kayunya ditebang serampangan, tak berselang lama ada yang membersihkannya untuk dijadikan kebun. “Ada kebun sawit, kopi, kakao, pinang, dan lainnya yang tersebar di DAS Krueng Peusangan. Galian C tanpa izin juga turut membuat sungai rusak dan terjadi erosi.”

Data yang disampaikan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh, menunjukkan di DAS Krueng Peusangan tidak ada izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan atau galian C. Fakta di lapangan, galian C justru bertebaran.

“Pemerintah Aceh Tengah, Bireuen, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe dan Bener Meriah diharapkan serius mengelola bersama kawasan ini. Karena, para bupati dan wali kota sudah menadatangani kerja sama pengelolaan berkelanjutan pada 2011,” ujar Suhaimi, Senin (23/1/17).

Berdasarkan SK Menhut No.170 Tahun 2000 tentang Penunjukan kawasan Hutan dan Perairan, sekitar 167.443 hektare atau 65% dari luasan kawasan DAS Peusangan merupakan Kawasan Budidaya atau areal penggunaan lain. Sebanyak 47.816 hektare (18%) merupakan Hutan Lindung; 24.383 hektare (9,5%) Hutan Produksi; sisanya berupa kawasan Hutan Produksi Terbatas, Suaka Alam dan Perairan.

Sungai Alas atau masyarakat lokal menyebutnya Lawe Alas merupakan sungai yang arumnya cukup menantang dengan potensi air melimpah. Foto: Junaidi Hanafiah
Sungai Alas atau masyarakat lokal menyebutnya Lawe Alas merupakan sungai yang arumnya cukup menantang dengan potensi air melimpah. Foto: Junaidi Hanafiah

Kritis

Khalisuddin, Sekretaris Jenderal Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT) menerangkan, saat ini yang kritis bukan hanya DAS Krueng Peusangan, Danau Lut Tawar juga. “Danau seluas 5.472 hekatare dengan panjang 3.219 kilometer itu mulai banyak sampah, timbunan, dan hutan sekelilingnya rusak.”

Saat ini, permukaan airnya turun antara 1 – 2 meter, yang menyebabkan beberapa anak sungai di sekitar danau kering. Pencemaran, berupa sampah rumah tangga dan penginapan di sekitar danau turut berperan. “Penelitian mengenai ikan di Danau Lut Tawar sepertinya harus dilakukan,” ujar Khalisuddin.

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Efendi Isma menilai, enam DAS utama yang ada di Aceh semuanya bernasib kritis. “Yang harus dilakukan adalah, bukan hanya menanam kembali hutan yang dirusak, tapi juga penegakkan hukum.”

Lansekap Taman Nasional Gunung Leuser yang asri. Foto: WCS/Eleanor Briggs
Lansekap Taman Nasional Gunung Leuser yang asri. Foto: WCS/Eleanor Briggs

Dinas Kehutanan Aceh juga telah membentuk KPH berdasarkan DAS, tapi hingga saat ini, pembalakan liar masih terus terjadi. “Yang lebih menyakitkan, kayu-kayu hasil perambahan diturunkan melalui sungai kritis itu,” ujarnya.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Husaini Syamaun mengakui beberapa DAS di Aceh kondisnya kritis, harus segera dibenahi. Penyebabnya, selain karena ulah manusia, juga akibat bencana alam seperti letusan gunung berapi. “DAS Krueng Peusangan, Krueng Aceh, Jambo Aye, dan Kuala Baro merupakan DAS yang kritis.”

Dari semua DAS, Krueng Peusangan yang paling kritis. Ini dikarenakan adanya pembukaan kawasan hutan untuk dijadikan kebun kopi dan kentang, serta kegiatan galian C. “Ketika hulu DAS rusak, muaranya juga akan hancur. Kami terus menanam kembali hutan, termasuk mencegah adanya perambahan,” ungkap Husaini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,