Tanaman bambu sangat akrab dengan Bangsa Indonesia. Selain memiliki fungsi ekologi yang baik, bambu juga digunakan suku bangsa di Nusantara sebagai bahan bangunan, transportasi, kuliner, pengobatan, peralatan rumah tangga, hingga alat musik. Namun, mengapa bambu masih dianggap sebagai tanaman tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi?
“Dalam perjalanan saya bersama Farid Gaban mengelilingi Indonesia yang kami sebut Ekspedisi Zamrud beberapa tahun lalu, hampir sebagian besar masyarakat di Indonesia memanfaatkan bambu. Tapi hanya digunakan untuk pagar atau kebutuhan alat dapur,” kata Ahmad Yunus, jurnalis yang kini mendampingi pengrajin bambu di Cisarua, Lembang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Bambu tidak memiliki nilai ekonomi tinggi karena pemanfaatannya yang terbatas, baik sebagai bahan kerajinan maupun industri. “Bambu sebagai bahan kerajinan lebih banyak di Pulau Jawa.”
Bambu, tanaman yang kaya manfaat dan menguntungkan. Sumber: Wikipedia
Para pengrajin bambu di Cisarua yang didampingi Yunus, selain mengelola bambu untuk barang rumah tangga seperti piring, gelas, nampan dan lampu, juga melakukan berbagai eksplorasi bambu. “Eksplorasi ini penting, sebab beberapa teman yang tertarik dengan bambu ada yang mampu membuatnya menjadi sepeda dan furniture berkualitas baik.”
Beberapa karya seni rupa kontemporer juga sangat menarik ketika mengeksplorasi bambu. Misalnya, beberapa karya seni rupa di objek wisata Dusun Bambu yang terletak di kaki Gunung Burangrang, Cisarua, Lembang, Jawa Barat.
Kondisi di Indonesia, kata Yunus, berbeda dengan di Tiongkok dan Vietnam. Bambu sudah menjadi bahan baku mahal, sehingga terdapat banyak perkebunan bambu yang tujuannya menggantikan pohon sebagai penyedia bahan baku kayu.
“Pemerintah seharusnya mengembangkan industri perkayuan berbasis bambu. Sebab, selain memiliki fungsi ekologi yang baik, bambu juga sebagai sumber kayu yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Serumpun bambu itu usianya mencapai 40 tahun. Setelah itu baru dilakukan penanaman baru,” ujarnya.
Lalu, mengapa peralatan rumah tangga yang berbahan baku bambu sedikit sekali peminatnya?
“Ini tantangan kita. Padahal bambu itu material yang eksotik. Ini dikarenakan para pengrajin terbatas pada desain dan pengembangan produk karena terkendala bahan baku dan modal. Sebagian besar, pengrajinnya di Jawa bukan di Sumatera atau Kalimantan yang bahan bakunya banyak,” kata Yunus.
Selain itu, saat ini belum ditemukan bahan baku untuk bambu yang sehat atau aman bagi kesehatan yang harganya murah. Ini penting untuk peralatan rumah tangga seperti cangkir, piring, sendok, serta mainan anak-anak. “Artinya, bambu yang digunakan menjadi kuat, berdaya tahan lama, tapi sehat bagi manusia.”
Lantaran itu, peralatan rumah tangga berbahan bambu yang sehat harganya jauh lebih mahal dibandingkan berbahan kaca atau kayu. “Kami hanya menjual jika ada pemesannya. Para pengrajin baru mengerjakannya jika ada yang memesan. Beberapa produk seperti gelas, pengerjaannya rumit dan membutuhkan waktu yang lama,” kata Yanti, pedagang kerajinan.
Seorang pengelola kerajinan bambu di Bandung, yang tidak mau disebutkan namanya, juga menyebutkan pasaran kerajinan bambu di Indonesia peminatnya jauh lebih rendah dibandingkan di luar negeri. “Mungkin harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan berbahan baku kaca atau kayu, sementara dalam kehidupan sehari-hari bambu merupakan bahan yang tidak bernilai ekonomi tinggi dibandingkan kayu dari pohon.”
“Menurut kami, pemerintah perlu mendorong masyarakat untuk menggunakan peralatan rumah tangga yang menggunakan bambu. Sebab tanaman bambu sangat baik untuk lingkungan hidup, dan berkelanjutan,” paparnya.
Sumatera
Dijelaskan Yunus, bambu yang tumbuh di wilayah lahan basah atau di pesisir Sumatera mutunya jauh lebih baik yang tumbuh di Jawa. Sebab, kadar airnya lebih rendah. Oleh karena itu, alangkah baiknya pengembangan industri perkayuan berbahan bambu dikembangkan di pesisir Sumatera. Selain dekat dengan bahan baku, mutunya jauh lebih baik.
“Artinya, bambu dapat menjadi tanaman yang dikembangkan di pesisir Sumatera yang kondisinya hutannya mulai rusak. Selain dapat memperbaiki lahan, penyeimbang hidrologis dan pemanasan global, bambu juga dapat memberikan penghasilan ekonomi yang tinggi. Sebab, kedepannya bambu akan menjadi bahan utama perkayuan dunia,” ujarnya.