Nelayan Mulai Diberi Pendampingan Penggantian Cantrang

Janji Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memberikan waktu selama enam bulan untuk pengggantian alat penangkapan ikan (API) terhitung sejak 1 Januari 2017, akhirnya dipenuhi. Janji tersebut diwujudkan dengan memberikan sosialiasi kepada nelayan dan juga pemilik kapal di sejumlah daerah.

Dengan menggandeng Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), KKP memberikan pendampingan proses penggantian API yang wajib dilakukan oleh para nelayan dan pemilik kapal. Pendampingan tersebut, menurut Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan (Puslat KP) Mulyoto, untuk memberi pemahaman bahwa alat tangkap yang ramah lingkungan akan menjaga ekosistem laut untuk jangka waktu yang panjang.

Kewajiban mengganti API tersebut, kata Mulyoto, diperkuat dengan Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti No.72/MEN-KP/II/2016. Surat tersebut berisi tentang pembatasan penggunaan API cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI).

“Selama ini, banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap Cantrang dan itu merusak lingkungan. Alat tersebut harus dibatasi penggunaannya,” ujar dia.

Agar pembatasan berlaku terjadi dan penggantian ke alat ramah lingkungan juga berjalan baik, KKP melalui Badan Pengembangan SDM dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDMP KP) akan memberi pelatihan dalam proses pendampingan yang dilakukan bersama MPN.

Menurut Mulyoto, pelatihan yang dilakukan dalam periode waktu enam bulan ke depan, akan dilaksanakan di 12 kabupaten/kota di sembilan provinsi yang ada. Untuk pelatihan pertama, sudah dilaksanakan di Tegal, Jawa Tengah selama lima hari dan melibatkan 90 nelayan Pantai Utara Jawa yang berasal dari Kabupaten Pati, Rembang, dan Batang.

“Kami berharap nelayan bisa mengganti cantrang dengan alat tangkap ramah lingkungan, demi keberlanjutan sumberdaya ikan untuk anak cucu kita,” ucap Mulyoto, kemarin.

Tak cukup memberi pelatihan saja, dalam proses pendampingan tersebut, KKP akan memberi bantuan penggantian API dari cantrang ke Gillnet Millenium. Bantuan tersebut, kata Mulyoto, akan diberikan kepada ratusan nelayan.

“Ini komitmen KKP untuk mendampingi nelayan agar sepenuhnya bisa beralih dari cantrang, sehingga nantinya nelayan bisa sejahtera karena stok ikan di laut meningkat,” ucap dia.

Kapal yang menggunakan jaring pukat tarik. Foto : greenpeace.org.uk

Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Tegal, Ahmad Subijakto mengungkapkan, pada 2017 ini, pihaknya menargetkan bisa memberi pelatihan pendampingan penggantian alat penangkapan ikan untuk 570 nelayan di wilayah kerja BPPP Tegal.

Dengan memberi pelatihan kepada nelayan tertentu, Ahmad menuturkan, pihaknya berharap nantinya nelayan tersebut bisa berbagai pengetahuan dan pengalamanannya kepada nelayan lain yang belum tahu. Pada akhirnya, pendampingan akan menjangkau seluruh nelayan yang menggunakan API tidak ramah lingkungan.

“Karena kami tidak mungkin melatih semua nelayan yang jumlahnya sangat banyak, karena itu kami harapkan mereka bisa meneruskan nelayan lainnya, yang kita namakan dengan konsep training of trainer,” jelas dia.

“Jadi misalnya kita melatih 570 orang, kalau satu orang bisa mengajarkan pada 10 orang di daerahnya, maka total jadi 5.700 orang yang turut terbantu,” tambah dia.

Pukat ikan warga masih hitam terkena tumpahan minyak. Walau dicuci tetap lengket. Foto: Eko Rusdianto

Nelayan Kooperatif

Salah satu nelayan asal Batang yang ikut pelatihan di Tegal, Supani, mengaku tak keberatan dengan kebijakan yang diterapkan KKP untuk mengganti Cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak lain karena Pemerintah ingin hasil tangkapan nelayan bisa lebih banyak dan sekaligus menjaga keberlangsungan lingkungan laut yang bagus.

“Dua tahun belakangan ini, hasil tangkapan ikan kami terus mengalami penurunan. Itu bisa terjadi karena kebiasaan kami memakai Cantrang untuk menangkap ikan,” ucap dia.

Setelah mendapatkan pelatihan di Tegal, Supani jadi tahu bahwa penggantian API dari Cantrang ke alat ramah lingkungan, ternyata tidak akan menurunkan pendapatan. Namun, justru itu akan meningkatkan hasil tangkapan dan pendapatan dengan tetap menjaga ekosistem yang ada di laut Pantura dan sekitarnya.

“Kami bersyukur diberi pelatihan dan juga bantuan alat tangkap. Kalau di Batang, Tegal dan sekitarnya ada namanya jaring rakus itu harganya lebih murah, dan saya pikir bisa jadi alternatif pengganti untuk cantrang selain gillnet millennium yang diberikan pemerintah,” ungkap dia.

Sementara itu Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) Rifky Effendi menyebut, sembilan lokasi yang akan menggelar pelatihan TOT itu, adalah Sumatera Utara (Sumut), Lampung, Banten, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Sulawesi Selatan (Sulsel).

“Cantrang ini kan masa transisinya enam bulan. Selama itu, kita akan dampingi proses penggantian dengan melibatkan ahli yang bagus. Pekan keempat Januari ini sudah mulai dilaksanakan pelatihan,” jelas dia.

Sejumlah nelayan sedang menarik jaring berisi ikan hasil tangkapan di perairan Tidore, Sangihe, Sulut. Foto : Themmy Doaly

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Zulficar Mochtar mengatakan, meski cantrang resmi dilarang,  namun Pemerintah tetap memberi kesempatan kepada para pengguna alat tangkap tersebut untuk melakukan proses transisi selama enam bulan ke depan terhitung sejak Januari 2017.

“Kita beri waktu toleransi selama enam bulan ke depan. Selama waktu tersebut, diharapkan pengguna alat tangkap, khususnya cantrang, bisa segera melakukan penggantian,” ungkap dia.

Menurut Zulficar, dalam masa enam bulan ke depan, pihaknya juga akan melakukan pendampingan secara intensif kepada para pengguna alat tangkap yang dilarang untuk bisa melakukan penggantian. Itu artinya, upaya penggantian akan didorong melalui pendampingan, dan tidak hanya dari pemberlakuan Permen.

Selama proses enam bulan tersebut, Zulficar berjanji tidak akan ada penangkapan nelayan ataupun kapal yang masih menggunakan alat tangkap yang dilarang. Namun, agar para pengguna memahami, Pemerintah berjanji hanya akan memberikan teguran saja kepada para pengguna dan memberikan peringatan untuk segera menggantinya.

DJPT mengonfirmasi, selama proses sosialiasi pada 2015-2016, pihaknya telah berhasil mendorong pengguna cantrang untuk mengganti dengan alat yang ramah lingkungan. Dari data yang ada, jumlahnya sudah mencapai 3.198 kapal berukuran kurang dari 10 gros ton (GT) dan 2.578 kapal berukuran 10 sampai 30 GT. Adapun alat tangkap cantrang yang sudah diganti sebanyak 2.091 unit.

 

Tiga API Dilarang

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, mulai 1 Januari 2017 Pemerintah resmi melarang alat penangkapan ikan (API) yang dianggap bisa merusak lingkungan.

API yang resmi dilarang itu, menurut Zulficar Mochtar, adalah:

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,