Sejak awal Februari 2017 tersiar kabar Bayu Krishnamurthi, mengundurkan diri dari Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit. Beberapa hari setelah itu, muncul nama pengganti, yakni Dono Boestami, mantan Direktur PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.
”Tidak ada (alasan lain mengundurkan diri). Itu alasan pribadi saya. Saya rasa tugas yang selama ini diamanatkan kepada saya sudah dapat saya lepas,” katanya usai Pertemuan Nasional Sawit Indonesia 2017 di Jakarta.
Selama 1,5 tahun BPDP sawit berdiri telah berkontribusi untuk industri sektor sawit melalui dana-dana yang mereka kumpulkan.
Bayu optimistis BPDP ke depan bersama para pelaku industri akan mampu membawa produksi sawit lebih kuat.
Dia bilang, alasan kemunduran inipun telah dibicarakan secara personal dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil. ”Kita akan bangun organisasi ini sampai bisa tinggal landas. Jadi bisa dilepas tanpa saya.”
Informasi diperoleh Mongabay, proses pencarian pengganti Bayu ternyata melewati pemilihan terbuka sejak empat bulan lalu. Dari 10 calon disaring jadi lima, tersisa dua, dan akhirnya, Dono, terpilih.
Hingga kini, BPDP mampu meningkatkan hilirisasi produk sawit sampai 60 jenis. Volume ekspor minyak sawit 2016, turun 2%, jadi 25,7 juta ton, namun nilai ekspor naik 8% atau Rp240 triliun.
Bayu mengatakan, Indonesia menjadi pioner bioenergi dari biomassa, dimana Jepang sangat tertarik impor. Pangsa ekspor biomassa 8,2% atau 5 juta ton pada 2016.
Masa Bayu, yang belum berjalan peremajaan sawit. Dana sudah ada tetapi terkendala teknis di lapangan. Dirut BPDP baru, memiliki pekerjaan rumah mengimplementasikan peremajaan sawit terutama kepada para pekebun rakyat.
“Tugas saya sudah selesai, memang belum sempurna. Belum sempurna. Saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. Mudah-mudahan ke depan lembaga ini bisa lebih baik lagi,” katanya.
Rusman Heriawan, Ketua Dewan Pengawas BPDB mengatakan, selama 1,5 tahun saling mengisi dan menasehati. “Mudah-mudahan apa yang sudah dikerjakan bisa jadi energi positif bagi BPDP. Bapak Bayu akan kami usulkan kepada Komite Pengarah untuk jadi salah satu anggota komite pengarah. Supaya tetap di dunia sawit.”
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) kepada Mongabay berharap, ketua baru makin memperkuat kinerja BPDP dalam pengelolaan dana perkebunan sawit terutama program peremajaan dan ISPO. Juga pembinaan, riset dan pengembangan sawit di Indonesia.
Peremajaan kebun sawit petani swadaya, katanya, perlu segera berjalan. Meskipun, katanya, banyak tantangan, seperti soal legalitas lahan, kelembagaan atau organisasi dan skema peremajaan.
“Lahan banyak belum disertifikasi. Jadi harus melibatkan semua kementerian seperti Kementerian ATR, Kementerian Pertanian, BPDP dan perbankan,” katanya.
Dia mengapresiasi kinerja Bayu. “Semoga ke depan dirut baru membawa BDPB lebih baik. Sektor sawit komoditas sangat penting ,” katanya.
Fadhil meminta BDPD, lebih lebih proaktif mempromosikan sawit Indonesia ke pasar internasional. “Yang jelas harus lebih proaktif promosi dan kampanye. Aliansi dengan stakeholders di negara-negara bersangkutan dan public education,” katanya.
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto mengatakan, pergantian Direktur BPDP tak akan mengubah situasi petani terutama akses pendanaan petani ke BPDP. Skema yang diatur, katanya, selalu mensyaratkan petani dengan prosedur susah.
“Kami juga melihat arah kementerian permintaan mereka ke BPDP lebih ke biofuel. Biofuel di Indonesia dikuasai perusahaan besar. Artinya dana BPDP akan kembali ke mereka. Petani? Sulit. Skema juga sangat sulit.”
Kalau pendekatan direktur baru mempercepat biofuel (B20), bisa berarti akan ada ekspansi lahan baru. Karena kebun sekarang sudah ada pasarnya.
“Bisa melembekkan standar ISPO yang sedang disusun dan melemahkan prinsip dan standar moratorium hutan,” katanya.
Menurut dia, direktur baru BPDP baru harus berani ‘menggebrak’ kementerian agar mengurangi pembelajaan tak perlu seperti perjalanan dinas ke luar negeri, riset dan workshop.
“Kegiatan-kegiatan itu tak ada gunanya. Hanya habiskan uang buat sahabat-sahabat politik kementerian dan kampus-kampus sebagai penikmat besar, Rp10 triliun sejak awal, tak ada manfaat untuk petani swadaya,”katanya.
Selama ini, katanya, penerima manfaat hanya petani plasma yang bermitra dengan perusahaan. Petani mandiri, yang benar-benar memerlukan dan selama ini tak medapatkan tak mendapatkan apa-apa. “Hanya mimpi dan janji.”
Kalau pemimpin baru belum juga memberikan manfaat bagi keberlanjutan petani swadaya, sebaiknya Presiden Joko Widodo segera membatalkan aturan BPDP. “Ini peringatan besar dari petani. Kita akan lapor ke Presiden Jokowi jika BPDP tak memberi manfaat dan solusi bagi petani mandiri.”
Kala menghubungi Dono Boestami, belum mau berkomentar banyak. “Nanti dulu ya mas…”