Green Island, Lokasi Pelepasan Hewan Selundupan di Pulau Serangan

Pulau Serangan, Denpasar sebelum tahun 2000 dikenal pusat transaksi penyu. Kini malah jadi lokasi penyelamatan dan perlindungan. Ada Turtle Conservation and Education Center (TCEC) dan Green Island, lokasi rehabilitasi dan pelepasan hewan laut hasil selundupan.

Pertama kali mencari Green Island, membayangkan ini sebuah pulau kecil. Mungkin seperti atol, gundukan tanah di tengah laut.

Lokasinya di pesisir pulau Serangan (pulau ini sudah menyatu dengan Pulau Bali) pasca reklamasi di era Orde Baru. Petunjuknya, cari dermaga Serangan. Kawasan ini makin penuh dengan restoran yang menyediakan jasa water sport. Dermaga kayu ini dipercantik dengan patung-patung nelayan. Dari sini mencari boat yang akan mengantar ke tempat yang dinamakan Green Island itu.

 

 

Hanya cukup menyeberang 5 menit dengan kapal kecil bermesin, tiba lah di sebuah ponton cukup besar. Ini lah yang disebut tempat wisata konservasi Green Island. Sebuah “pulau” mini terapung, diayun-ayun gelombang. Ada penanda papan nama yang memastikan.

Ketika itu sedang ada pelepasan terumbu karang hasil selundupan. Potongan-potongan karang yang dicuri dari laut ini dibungkus plastik berisi air lalu dimasukkan dalam satu boks styrofoam. Dari 86 bungkus, yang masih bertahan beberapa hari dalam perjalanan darat hanya 74. Sisanya memutih mati, tak bisa lagi distek di substrat kawasan konservasi terumbu yang dikelola pihak Green Island ini.

Lokasi penempelan karang-karang selundupan di substrat ini dilakukan sekitar 1 km dari area ponton. Di sini juga kawasan pelepasan kuda laut yang dibudidayakan Green Island.  I Wayan Patut, aktivis lingkungan penerima Kalpataru dari Serangan menjadi konsultan pendirian Green Island dan selama beberapa tahun belajar budidaya kuda laut.

Pria ini juga dikenal sebagai pendiri kelompok nelayan Karya Segara yang melakukan rehabilitasi pesisir pasca hancurnya ekosistem setelah reklamasi pada 1994. Memperluas pulau kecil empat kali lipat, dari 112 hektar menjadi 481 hektar. Foto Patut menerima anugerah Kalpataru dipajang di langit-langit area ponton.

Suasana edukasi terlihat di dinding ponton. Ada gambar flora dan fauna laut dengan teks penjelasannya. Misal gambar penyu dengan daur hidupnya. Dari telur di pantai, menetas, lalu kembali ke laut. Ada juga ikon area ini, kuda laut. Bagaimana kuda laut berkembang biak, sampai ritual unik transfer telur ke tubuh jantan.

Satu pajangan yang menarik adalah foto-foto saat peristiwa reklamasi dan dampaknya pada kerusakan terumbu dan pesisir Serangan oleh investor yang saat itu keluarganya sedang berkuasa di Indonesia. Misalnya diperlihatkan kapal laut penyedot pasir menyemburkan material untuk mengurug laut. Kemudian foto-foto terumbu karang hancur.

 

Tempat bersantai di ponton apung Green Island di Serangan, Bali. Foto Luh De Suriyani

 

Didi Wanee, manajer Green Island menyebut program pertama usaha wisata edukasi ini adalah transplantasi terumbu karang. “Tamu-tamu dari China diajak transplantasi koral. Disiapkan makan siang dan sarana bermain di sini,” katanya. Sejumlah sarana permainan yang terlihat adalah water walk, sebuah balon besar yang bisa dikendarai dengan digulingkan di atas air, perosotan, dan kano. Area bermainnya di kolam keramba.

Dalam perjalanannya, kolam-kolam keramba ini juga dimanfaatkan untuk pelepasan hewan sitaan dan perlu rehabilitasi seperti penyu dan hiu. Ada penyu berenang mengelilingi jaring keramba. Ia segera mendatangi manusia dengan memunculkan kepala dan bolak-balik hanya berenang di sekitar pengunjung. Juga terlihat hiu-hiu sirip hitam dan putih lalu lalang dalam kolam. Di kolam lain ada semacam akuarium yang diisi koral dan ikan-ikan hias.

Paket wisata ini dijual Rp800 ribu per orang untuk dewasa. “Tiap orang bisa praktik buat stek transplantasi, menanamkannya di laut lepas yang dikelola area ini, makan siang, bermain, boat, dan memanfaatkan semua fasilitas bermain,” jelas Didi. Stek koral ini berbentuk cone dibuat campuran pasir, semen, dan limbah styrofoam. Pengelola sudah menyiapkan area pengikat stek ini. Pengunjung diantar dari ponton ke lokasi coral garden.

Di pesisir Serangan banyak ponton apung lain yang digunakan untuk aneka kebutuhan. Kebanyakan usaha wisata seperti ada ponton apung berisi lumba-lumba, ponton untuk memancing, kolam hiu, dan lainnya. Didi menyebut pihaknya menyewa lahan keramba apung Green Island ini ke desa adat Serangan.

 

Keramba berisi belasan hiu yang disebut tempat rehabilitasi di Green Island, Serangan, Bali. Foto Luh De Suriyani

 

Pada 18 Januari lalu, ratusan orang warga Desa Pakraman (adat) Serangan menyegel usaha wisata peragaan lumba-lumba dalam keramba apung di pesisir pulau Serangan, Denpasar ini. Ada konflik terkait sewa menyewa lahan dengan desa setelah beroperasi 10 tahun dalam usaha atraksi dan berinteraksi dengan lumba-lumba ini. Sementara soal izin dan perlakuan satwa dinilai tak ada masalah oleh BKSDA Bali.

Penyegelan dan pelarangan operasi ini dilakukan di areal Dolphin Lodge, kantor dan operasional PT. Piayu Samudra Loka, investor usaha yang memiliki izin lembaga konservasi di Batam ini. Sementara lokasi keramba apung tempat wisata lumba-lumba ini berjarak sekitar 10 menit menyeberang dari pantai depan kantor.

Ketut Catur Marbawa, Kepala Tata Usaha BKSDA Bali mengatakan izin peragaan termasuk untuk wisata bisa diberikan jika ada izin lokasi sebagai rekomendasi pihak setempat. “Syarat lainnya memenuhi syarat kesejahteraan satwa, makan teratur, laporan kesehatan per bulan,” katanya.

Misalnya di keramba laut, airnya tak diisi bahan kimia dan hewan-hewan tidak dalam kondisi tertekan.

Pulau Bali yang kecil dengan target kunjungan wisatawan terus meningkat mendorong banyak pihak membuat aneka atraksi wisata seperti memanfaatkan hewan laut.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,