Menyimak Pandangan Para Pakar soal Izin Lingkungan Baru PT Semen Indonesia

 

 

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo akhirnya menerbitkan izin lingkungan untuk PT. Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah, yang ditandatangani Kamis malam (23/2/17). Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017 ini tentang izin lingkungan kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.

Ganjar mengatakan, pakai diskresi untuk mengisi kekosongan hukum pascaputusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung. Dia telah melaporkan penggunaan diskresi kepada Presiden.

“Sebelum dikeluarkan (diskresi), saya sampaikan surat ke Presiden. Usai dikeluarkan, saya harus sampaikan lagi diskresi itu kepada Presiden,” katanya dikutip dari Merdeka.com.

Dia juga mengirim surat pada Bupati Rembang Abdul Hafidz, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng, serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jateng.

“Dinas LHK dan ESDM bersama bupati akan mengawasi operasional pabrik semen bersama-sama masyarakat. Kita awasi bersama-sama untuk melaksanakan komitmen atas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat,” ucap Ganjar.

Dwi Sasongko, Koordinator Tim Pakar Komisi Penilai Amdal, mengatakan, diskresi harus diambil gubernur karena tak ada aturan yang menjelaskan posisi harus dilakukan pemerintah pasca-pembatalan izin oleh MA.

“Saat MA perintahkan mencabut, tak ada opsi lain, pencabutan sudah terealisasi. Setelah dicabut bagaimana? Gubernur ada pertimbangan lain, dari segi ekonomi, sosial, tak saja tentang lingkungan.”

Sebelumnya, Ganjar punya waktu 10 hari untuk membuat keputusan izin lingkungan Semen Indonesia.  Sepuluh hari itu jatuh Jumat (24/2/17) terhitung sejak rekomendasi Komisi Penilai Amdal (KPA) Jateng diserahkan.

Dalam rekomendasi, KPA memberikan beberapa catatan utama, termasuk hal yang harus dilakukan pemohon perizinan agar bisa memenuhi kriteria.

Ganjar menyayangkan penolak pabrik semen di Rembang justru tak datang saat sidang Amdal. Sebenarnya,  ada yang ikut namun menolak sidang dan memilih keluar ruangan.

Menurut Ganjar, tak masalah karena pendukung pabrik semen juga banyak. Dia akan memerintahkan Pemkab Rembang, sosialisasi mengenai hasil sidang KPA dan rekomendasi.

Kepala Biro Hukum Pemprov Jateng, Indrawasih membenarkan  hasil rekomendasi sidang KPA telah disampaikan pada gubernur.

“Hasil rekomendasi sudah di Pak Gubernur,” katanya.

Dalam sidang addendum Amdal 2 Februari, KPA menilai penyempurnaan Amdal Semen Indonesia memenuhi 10 kriteria Peraturan Menteri LHK Nomor 8/2013. Dokumen Amdal menyatakan, layak direkomendasikan pada Gubernur Ganjar Pranowo, dengan catatan.

Catatannya, memperbanyak sumur resapan sebagai langkah konkret penerapan zero sun off air hujan di dalam tanah. Dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan, wajib melibatkan masyarakat. Pembuatan embung dan pemanfaatan harus jangka panjang. Air embung harus bisa jadi solusi kebutuhan air bersih warga dan irigasi pertanian. Termasuk reklamasi Semen Indonesia harus pakai bahan organik.

Harry Supriyono, Pakar Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta kepada Mongabay mengatakan, Gubernur Jateng menerbitkan izin lingkungan baru untuk penambangan dan pabrik Semen Indonesia berarti tak menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik untuk pembangunan berkelanjutan. Ganjar, katanya,  mengabaikan prinsip transparansi, dan keadilan lingkungan.

Dasar penerbitan izin lingkungan baru hasil rekomendasi sidang addendum Amdal dan RKL/RPL, katanya, tak tepat dan tak memiliki dasar hukum kuat. Sebab, Amdal induk sudah cacat yuridis karena ada ketidakbenaran substansi, cacat data dan informasi.

“Upaya perubahan jadi ilegal, juga menyimpang dari prosedur termasuk tak diumumkan layak kepada publik,” katanya.

Pencabutan izin lingkungan atas perintah hakim, katanya,  maka izin baru harus batal demi hukum.

Pertimbangan dari sisi ekonomi, katanya,  bisa dimengerti, namun tak bisa melanggar ketentuan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maupun ketentuan hukum pengadilan.

Gubernur Jateng, katanya,  sudah mencabut izin 16 Januari 2017.  “Artinya sudah tak ada izin lingkungan terhadap aktivitas Semen Indonesia.”

Persoalannya, ucap Harry, baik perusahaan dan Pemrpov Jateng seolah-olah  memperbaiki dokumen lingkungan, mengatasnamakan addendum. “Dalam ketentuan UU PPLH tak mengatur itu.”

Addendum dilakukan karena alasan perubahan produksi, teknologi proses, lokasi, perubahan dari sisi kemungkinan karena alam. Saat ini, Semen Indonesia tak kantongi izin apapun.

 

Aksi warga Rembang, tolak semen. Gubernur Jateng, akhirnya tetap mengeluarkan izin lingkungan kepada PT Semen Indonesia. Inilah, kala perjuangan warga sesuai aturan dan hukum bahkan menang di pengadilan tetapi mentah di mata pemerintah. Foto: Tommy Apriando

 

Dalam Pasal 37 UU PPLH disebutkan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila tak dilengkapi Amdal. Dengan memberikan izin lingkungan baru, katanya, gubernur melanggar UU PPLH, ancaman pidana tiga tahun dan denda Rp3 miliar.

Laksanto Utomo, Ketua sosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) juga dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid mengatakan, berdasarkan putusan MA, pembatalan pada semua izin lingkungan terkait SK Gubenur Jateng No 660.1/17 tahun 2012.

Gubernur, katanya,  dapat mengeluarkan izin baru jika persyaratan formal dan nonformal terpenuhi,  salah satu pembuatan Amdal yang baik dan benar.  Adanya penolakan warga, katanya,  menandakan Amdal belum tersusun benar.

“Tujuan utama investasi meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Jika investasi merusak tatanan kehidupan masyarakat dan berdampak pada penurunan kesejahteraan mereka, investasi itu tak dapat dilakukan,” kata Laksanto.

Pegunungan Kendeng, merupakan lumbung padi. Kala mereka tak dapat bertani, katanya, dampak sangat signifikan terhadap petani.

“Sebaiknya investasi pabrik semen tak dilanjutkan. Lebih baik rugi Rp5 triliun daripada hilang 10 generasi.”

Pemda Jateng, katanya, harus tetap melindungi kelestarian Pegunungan Kendeng hingga masyarakat bisa tetap bertani dan tak kehilangan lumbung padi. Kearifan lokal masyarakat, katanya,  harus terjaga dan dihormati.

Seharusnya, katanya, pemerintah memanfaatkan kearifan lokal masyarakat untuk meningkatkan kehidupan mereka di sekitar Pegunungan Kendeng.

“Bukan memaksakan industri dengan merusak kearifan lokal. Gubernur harus bijak menangani investasi. Menghormati kearifan lokal akan memelihara generasi ke depan.”

Siti Rakhma Mary Herwati dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, pembuatan addendum Amdal sejak awal sudah tak berdasar hukum alias tak sah.

“Seharusnya,  tak layak. Sekarang perusahaan harus hentikan semua aktivitas. Hormati putusan hukum,” katanya.

Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip), Esmi Warassih Puji Rahayu mengatakan, konflik Semen Indonesia di Rembang, dari putusan MA, hakim melihat permasalahan tak hanya tekstual peraturan  juga soal manusia dengan bahasa moral, lingkungan, dan kehidupan.

Hukum itu, katanya,  moral untuk mencapai kebenaran. “Bukan saya menentang investasi. Bicara apa yang berbasis pada suatu kenyataan bahasa moral dengan pendekatan hukum progresif. Apakah investasi yang dikeluarkan akan sebanding dengan kerusakan lingkungan abadi?”

 

Alasan diskresi

Gubernur Ganjar menempuh diskresi (keputusan pejabat pemerintah dalam mengatasi persoalan terkait UU) untuk mengakomodir izin lingkungan baru Semen Indonesia.

Iwanuddin Iskandar,  Kepala Bagian Hukum dan HAM Jateng, mengatakan, karena tak ada peraturan mengatur perbaikan Amdal setelah dicabut, Gubernur Ganjar mengambil jalan diskresi.

Pemberitahuan diskresi ini, katanya,  telah dilayangkan ke Presiden Joko Widodo pada pertengahan Januari lalu. Dia menembuskan ke sejumlah kementerian seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Dalam putusan (MA) mencabut dan membatalkan, tapi di dalam pertimbangan hakim, ada amar yang menyampaikan: Amdal mengandung cacat prosedur. Prosedur kami penuhi.”

Jadi, disampaikan, satu sisi membatalkan tetapi memberikan kesempatan kepada pemrakarsa memperbaiki sesuai pertimbangan majelis.

Selain putusan MA, katanya, kekosongan regulasi dan dampak yang menimbulkan keresahan masyarakat juga jadi pertimbangan diskresi.

Diskresi ini, katanya, mengacu pada UU 30/2014 tentang administrasi pemerintahan, yang tak perlu mendapatkan persetujuan Presiden. Sifatnya, berupa pemberitahuan.

Rakhma menambahkan, diskresi pada hakekatnya “pelanggaran peraturan,” yang membutuhkan alasan sangat kuat. Dalam kasus ini, diskresi tak bisa berdasar UU Nomor 30/2004.

Dalam Pasal 24 UU itu, diskresi harus tak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik, alasan obyektif, tak menimbulkan konflik kepentingan dan dengan itikad baik.

Agung Wiharto, Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia menyebutkan,  beberapa dokumen perbaikan sudah diserahkan ke Dinas Lingkungan Jateng antara lain tata cara penambangan dan upaya membantu masyarakat setempat dalam pengadaan air guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut dia, penghentian sementara pabrik semen di Rembang mengakibatkan kerugian tak sedikit bagi perusahaan.

“Kami kehilangan kesempatan meraih pasar dan bersaing dengan pabrik terhenti. Perawatan harus jalan terus dan beberapa hal harus dilakukan membutuhkan biaya, tak baik bagi kondisi keuangan kami,” katanya.

Setelah izin lingkungan baru terbit, Semen Indonesia langsung menyelesaikan hal-hal yang kurang dari proses pembangunan pabrik, termasuk mediasi dengan pihak kontra eksploitasi gamping Kendeng.

 

Selang-selang di pasang untuk mengambil air yang bersumber dari goa di Pegunungan Kendeng untuk kebutuhan rumah tangga. Apakah pemerintah dan pengusaha bisa memastikan sumber-sumber air akan terjaga kala tambang jalan? Foto: Tommy Apriando

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,