Fajar mulai menyising. Udara dingin bak menusuk kulit. Jam menunjukkan pukul 04.25. Meski masih subuh, Jamal Adam dan Sukardi M Saleh, sudah membangunkan kami. Mereka guide dari Taman Nasional Ake Tajawe Resort Tayawi. Kami bersiap menuju tempat bermain burung bidadari Halmahera.
Sebelum menuju lokasi, Jamal dan Sukardi harus membangunkan Ateng Pondoh, tokoh masyarakat Tobelo Dalam Tayawi yang akan mendampingi kami menuju pos pengamatan.
Semua anggota tim harus sarapan. Maklum medan agak berat, harus menyusuri Sungai Tayawi, dengan air dingin dan arus sangat deras.
Lokasi pengamatan sekitar tujuh kilometer dengan medan berat. “Kita harus berangkat subuh awal karena jarak tempuh cukup jauh dan medan agak berat,” kata Jamal.
Perjalanan tak hanya menyusuri sungai, sesekali menaiki bukit untuk menghindari air sungai yang dalam. Dua kali menyeberang ke kanan menghindari air kali dalam memasuki hutan bekas tebangan hak pengusahaan hutan (HPH) PT Barito.
Beberapa kali harus menyusuri Sungai Tayawi, lalu menyeberang menuju lokasi biasa burung bidadari bermain dan menari menyambut pagi dan jelang malam.
Suasana mulai terang. Letih perjalanan hampir dua jam terbayar, begitu terdengar suara burung dari kejauhan. Terdengar jerit weka-weka–biasa orang lokal menyebut nama burung bidadari–, menyambut kesunyian pagi di belantara Taman Nasional Ake Tajawe.
Setelah menaiki bukit Selamat Pagi kurang lebih 150 meter, akhirnya bertemulah spot pengamatan burung yang banyak diburu para peneliti dan wisatawan ini.
Kami harus mengambil posisi bagus agar bisa mengamati dan mengabadikan gambar burung-burung bidadari bermain di pagi itu. Sepasang bidadari Halmahera terlihat menyibakkan sayap sambil berlompatan ke sana ke mari di rimbunnya pepohonan hiru (Dipterocarpaceae). Burung ini pertama kali ditemukan Alfred Russel Wallace di Pulau Bacan 1858.
Teriakan burung begitu nyaring. Suara bagai menyambut kami.
Saat tiba di lokasi pengamatan, ada empat bidadari terlihat bermain. Burung-burung itu menjalankan ritual menyambut pagi. Sayangnya, pengamatan pagi agak sulit. Bidadari hanya bermain di balik dahan pohon hiru setinggi sekitar 25 meter. Burung bermain di rerimbunan pohon seakan malu- malu menampakkan tubuh dan sayap mereka yang indah.
Meskipun di tempat ini sudah ada rumah pohon untuk mengamati burung ini, untuk mengabadikan melalui kamera agak sulit. Sudah berusaha naik ke rumah pohon menyaksikan dari dekat, tetap sulit.
”Kadang-kadang kalau kita beruntung ketika mereka banyak bermain bisa bertemu tujuh sampai delapan burung. Kadang juga hanya satu,dua,” ucap Sukardi.
Kadang burung banyak, kadang sedikit. “Saya pernah mengantar tamu menemukan banyak burung berpasang- pasangan. Tapi kadang hanya satu,dua.”
Penemu bidadari Halmahera Wallace , menyebutnya bird of paradise karena kecantikannya. Penemuan itu lalu ditulis dalam sebuah laporan yang dikirim ke Inggris. Setahun kemudian, laporan menjadi bahan kajian para ornitholog di Inggris.
Burung ini kemudian ditetapkan berada dalam keluarga Paradisaeidae, dengan genus dan nama spesies Semioptera wallacii. Nama ini sebagai penghargaan terhadap Wallace, naturalis asal Inggris yang hidup pada 1823–1913.
Burung bidadari memiliki keunikan tersendiri dalam bernyanyi di pagi dan petang. Dia mengeluarkan suara melengking ketika menyambut mentari pagi dari pukul 06.30- 8.30. Di jam- jam itu, suara mereka cukup ramai bersahut-sahutan. Setelah itu terbang entah ke mana.
Begitujuga jelang matahari terbenam, burung- burung ini kembali ke tempat biasa mereka menyambut malam. “Sudah lama dan berulangkali kita pengamatan bidadari Halmahera tetapi tak mengetahui usai di tempat display lalu terbang ke mana,” kata Sukardi.
Kadang ada satu,dua di ranting pohon hiru tetapi tak bersuara seperti saat menyambut pagi dan malam.
Sampai kini, belum ada riset atau pengamatan untuk mengetahui pasti di mana tempat tidur dan berkembang biak burung ini. Termasuk sarang atau tempat bertelur.
“Setahu kami belum ada orang yang mengetahui terutama pengembangbiakan. Populasi burung ini juga belum diketahui pasti apakah bertambah atau berkurang. Kebanyakan pengamatan display burung saja lalu diperkirakan.”
Untuk spot pengamatan bidadari Halmahera di Tayawi, burung ini memilih salah satu titik dengan tegakan didominasi pohon hiru. Setiap pagi dan sore, bidadari Halmahera fokus bermain di kawasan pengamatan ini yang berjarak tujuh kilomter dari Resort TN Ake Tajawe Koli Oba Tidore Kepulauan.
Spot pengamatan ini selain didominasi pohon hiru, di bawah juga banyak tumbuh pinang hutan. Buah pinang hutan jadi makanan burung Bidadari.
“Dalam beberapa kali riset termasuk tim IPB Bogor menemukan bidadari Halmahera juga makan buah pinang. Pinang ini ukuran lebih kecil dibanding pinang biasa,” kata Sukardi. Buah beringin juga makanan burung ini.
Data populasi dirilis TN Ake Tajawe 2015, untuk bidadari Halmahera (Semioptera wallacii) untuk pengamatan Seksi Pengelolaan Resort Weda menyebutkan di Hutan Tayawi dan Bakim 200,96 hektar ditemukan ada 329 burung bidadari.
Di Resort Buli Halmahera Timur SPTN- II Maba di kawasan pegunungan Uni-uni ditemukan 25 burung bidadari. Di Resort Binagara SPTN III Subaim ada 16 bidadari.
Karena ditemukan di habitat terbatas, bidadari Halmahera beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan CITES Appendix II.
Di Maluku Utara, untuk pengamatan burung ada di beberapa kawasan. Selain di Tayawi, juga ada di Gunung Tanah Putih, Halmahera Barat, Binagara Halmahera Timur. dan Resort Buli di Gunung Uni-uni.
Bidadari memiliki daya tarik tinggi, baik buat pecinta burung dan fotografer fauna. Kini, pemerintah memasukkan bidadari burung dilindungi
Dia bilang, sudah ada riset populasi tetapi hanya fokus di taman nasional. Luar taman nasional belum ada.
”Termasuk di Bacan dan Kasiruta, belum pernah sama sekali. Karena itu belum diketahui pasti bagaimana jumlah maupun kondisi saat ini.”