Kesulitan Alat Bantu, Hiu Paus Dipotong Sebelum Dikuburkan

Sebuah jaring mini purse seine tanpa sengaja (bycatch) menangkap anak hiu paus jantan berukuran panjang sekitar 5 meter di perairan Meninting, Kabupaten Lombok Barat, pada 25 Februari 2017. Saat ditarik ke daratan, hiu paus ini diduga sudah lemas, kemudian mati sesaat setelah di pinggir pantai kawasan Kampung Bugis di Kota Mataram.

Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan kronologisnya. Tim BPSPL tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WITA, hiu paus sudah dikelilingi warga di pantai. Beberapa anak yang penasaran menaiki tubuhnya.

“Kami identifikasi, anak hiu paus ini sudah mati. Dilihat dari insangnya yang merah diperkirakan baru mati,” ujar Nurhamdani, tim Pendayagunaan Pesisir. Di akhir pekan, saat kantor libur menurutnya sulit mengakses alat berat sementara bangkai harus segera ditangani. Pihaknya juga tak mengambil sampel.

“Ini bukan karena penyakit matinya, tidak sempat mendatangkan dokter hewan. Kondisinya bukan karena sakit dilihat dari insang dan mata. Mata segar tak pucat. Kami berembug dan minta masyarakat membantu penanganan,” lanjutnya.

 

 

Keputusan dengan kepala lingkungan dan warga setempat adalah memotong bangkai menjadi beberapa bagian, sekitar 6 bagian dengan alat yang ada yakni parang untuk memudahkan penguburan. Berat mamalia muda ini sekitar 800-1000 kg. Bangkai dikuburkan sekitar 5 meter dari lokasi ditambatkan.

Prosesnya memakan waktu cukuplama, mulai pukul 15.00 sampai 23.00 WITA mulai dari penggalian, pemotongan, dan penguburan. Anak-anak dijauhkan sementara dari perairan agar tak terkontaminasi bakteri sebagai kewaspadaan.

Nelayan yang tak sengaja menjaring hiu paus malang ini adalah Aswandi dan 7 anak buah kapal. Menurut Nurhamdani, nelayan ini sudah tahu tak boleh menangkap mamalia dilindungi, karena itu menelpon pihak Dinas Kelautan dan Perikanan setempat untuk memberitahu.

Nurhamdani mengatakan di sisi lain, kehadiran hiu paus ini diyakini sebagai pembawa berkah. “Menandai musim ikan, menemukan jenis ini memberi tanda ke depannya akan musim ikan,” tuturnya.

Pria ini merupakan tim responder mamalia terdampar di NTB. BPSPL Denpasar yang kantor pusatnya di Bali wilayah kerjanya meliputi Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

 

Warga melihat anakan hiu paus jantan berukuran panjang sekitar 5 meter yang terjaring mini purse seine tanpa sengaja (bycatch) di perairan Meninting, Kabupaten Lombok Barat, pada 25 Februari 2017. Hiu itu kemudian dibawa ke pantai dan mati lemas. Foto : BPSPL Denpasar wilker NTB

 

Di Lombok menurut Nurhamdani kurang tenaga ahli untuk penanganan mamalia terdampar. Selain kesulitan alat bantu terutama saat hari libur. “Timnya masih belum cukup mengingat luasnya garis pantai di Lombok, juga peminjaman alat berat. Hanya ada milik Pemda atau PU, kalau libur susah juga,” terangnya.

Catatan lain dari kejadian terdampar mamalia ke-3 tahun ini di Lombok menurutnya adalah perlu lebih banyak sosialisasi penanganan terdampar atau bagaimana mendaratkan.

Sementara di Bali ada Komite Penyelamatan Mamalia Laut Terdampar, struktur jaringannya sebagai koordinator adalah BPSPL, koordinator media (Nusa Dua Reef Check), koordinator lapangan (BKSDA), tim medis hewan (Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana), logistik (DKP), first responder (Polair).

 

Kejadian Terdampar

Dwi Suprapti, Marine Species Conservation Coordinator WWF dalam sebuah workshop oleh tim Mongabay di Bali pekan lalu memaparkan dari kejadian terdampar di Indonesia diketahui jenis mamalia laut sedikitnya 35 jenis, tersebar merata di perairan nusantara.

Prioritasnya adalah memberi pertolongan. Disebut terdampar jika ditemukan di  pantai atau perairan. Kemudian hidup atau mati dalam kondisi tak berdaya (terlilit jaring) dan tak mampu kembali sendiri.

 

Petugas memeriksa fisik anakan hiu paus jantan berukuran panjang sekitar 5 meter yang terjaring mini purse seine tanpa sengaja (bycatch) di perairan Meninting, Kabupaten Lombok Barat, pada 25 Februari 2017. Hiu itu kemudian dibawa ke pantai dan mati lemas. Foto : BPSPL Denpasar wilker NTB

 

Ada sejumlah hal yang perlu perhatian dalam penanganan mamalia terdampar. Misalnya tak membahayakan manusia yang akan menangani.

Berikutnya analisis dan kepekaan melihat indikasinya seperti pencemaran, pengelolaan laut yang belum baik. “Perlu dokter hewan di setiap kejadian terdampar. Ada alarm khusus dari mamalia laut seperti gempa di bawah laut,” katanya. Contohnya hewan yang terdampar karena merasakan gempa bawah laut akan terdekompresi karena berenang terlalu cepat ke permukaan. Ditandai pendarahan di telinga atau mata.

Kemungkinan penyebab terdampar seperti penyakit, pemangsaan, perubahan iklim, serta gempa dasar laut. Contoh akibat pemangsaan adalah gigitan Cookie Cutter Shark yang gemar mengikuti mamalia laut terutama bayi. “Kebanyakan luka karena cookie cutter shark, dokter hewan yang bisa melihat ini,” lanjut Dwi, salah satu relawan tim Whale Stranding Indonesia (WSI) yang aktif mengumpulkan data, menganalisis, dan mengembangkan database penemuan mamalia terdampar.

Indikasi pencemaran laut oleh sampah plastik juga bisa dianalisis. Misalnya dari efek samping, infeksi karena sampah, dan tak mau makan. Dokter hewan akan melakukan bedah sampai kelenjar tiroid. Tulang lilin telinga disebut mampu merekam pencemaran, hewan terkontaminasi apa saja.

Secara alamiah, hewan dilindungi memiliki keistimewaan untuk mengurangi polutan di laut. Misalnya Pesut ada lendir di perut untuk mencegah bakteri. Mampu menetralisir polutan tapi sayang kini jumlahnya tak sebanding dengan pencemaran lingkungan. “Penyu juga menyimpan cemaran di tubuhnya bisa sampai telur adan daging sehingga mengurangi cemaran di laut. Tapi ada penyu yang keracunan karena terlalu tinggi polutannya,” lanjut Dwi.

Marine megafauna prioritas yang dilindungi penuh adalah penyu (6 jenis), hiu paus, dugong, cetacean (34 jenis), pari manta (3 jenis).

Menurutnya sudah ada 32 pelatihan di Indonesia dengan lebih dari 600 orang terlatih. Namun kendala dalam penanganan ini adalah kurangnya analisis dari uji laboratorium. “Izin sering lama prosesnya, uji sampel lab perlu waktu lama, anggaran tes lab yang biayai siapa? Padahal peneguhan analisis itu di lab,” katanya. Saat ini analisis laboratorium dilakukan kerjasama dengan peneliti yang punya minat.

Levelnya di Indonesia saat ini baru menyadarkan publik untuk mau melaporkan, selanjutnya  riset, dan mengantisipasi.

 

Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap illegal dilepasliarkan kembali ke laut dari karamba jaring apung milik PT. Air Biru Maluku, di dekat Pulau Kasumba, Maluku. Sebelumnya, aparat menggerebeg tempat tersebut. Foto : Paul Hilton / WCS

 

Penanganan Mamalia Terdampar

Dalam buku Panduan Menangani Mamalia Laut Terdampar yang diterbitkan Kementrian Kelautan dan Perikanan disebut jika  mamalia laut ditemukan dalam keadaan mati di air dangkal, misalnya di pantai, masalah utama yang akan timbul adalah bagaimana cara terbaik untuk disposal tubuh mamalia laut tersebut. Pada saat mamalia laut tersebut terdampar mati, proses dekomposisi sudah terjadidi dalam tubuh mamalia laut tersebut. Proses dekomposisi tersebut menyebabkan bakteriyang telah ada dalam tubuh (termasuk kulit) mamalia laut tersebut menyebar.

Hal ini sangat berbahaya, utamanya bagi manusia, yang menjadikan mamalia laut yang terdampar dalam keadaan mati sebagai objek. Manusia memiliki kecenderungan untuk melukai dan mutilasi
mamalia laut yang mati terdampar tanpa menyadari bahwa hal tersebut berakibat negatif
bagi kesehatannya. Semakin lama mamalia laut tersebut mati terdampar maka akan semakin
berbahaya bagi manusia dan binatang peliharaan.

Cara disposal yang disarankan adalah ditenggelamkan di laut lepas (sea burial). Ini cara tradisional disposal tubuh mamalia laut yang mati dengan menenggelamkan di laut lepas sekurangnya pada kedalaman 20 meter, kemudian gas dari dalam tubuhnyadikeluarkan, dan diberikan pemberat agar tenggelam.

Cara ini diyakini lebih efektif dan mengadopsi prinsip do no harm untuk manusia dan lingkungan. Tubuh mamalia laut yang ditenggelamkan berkontribusi positip terhadap kesehatan ekologi dasar laut.

 

Proses evakuasi dan penguburan paus yang mati terdampar di Tanjung Luar, Lombok Timur pada Kamis (17/01/2017) yang sebelumnya dilaporkan petugas pada Rabu (16/01/2017). Foto : BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB

 

Kedua, dibakar. Ketiga, ditanam di tanah/pantai (land burial). Menguburkan tubuh mamalia laut yang mati di pantai disebut praktik yang paling sering dilakukan saat ini. Banyak masyarakat yang menghubungkan dengan budaya setempat sebagai penghormatan kepada mamalia laut. Namun Ann Bui (MAppSc, 2009) Auckland University of Technology, dalam tesisnya tentang “Beach burial of cetaceans: implications for conservation, and public health and safety”, mengemukakan berbagai masalah konservasi dan kesehatan masyarakat yang dapat ditimbulkan dari praktik menanam bangkai mamalia laut di pasir/tanah.

Ada banyak jenis virus dan bakteria yang ditemukan di dalam tubuh mamalia laut yang mati. Saat proses dekomposisi di dalamtanah berlangsung, virus dan bakteri ini akan menghasilkan species cacing baru yang berbahaya bagi manusia dan binatang peliharaan.
 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,