Laporan Masyarakat ke Balai Gakkum Sumatera Banyak Bantu Ungkap Kasus Perdagangan Satwa

 

 

Pasca pembukaan Sekretariat Pengaduan Kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Sumatera,  Medan, Sumatera Utara, penyidik banyak mendapatkan informasi dan pengaduan kejahatan lingkungan dan kehutanan.

Berkat informasi dan pengaduan masyarakat, penyidik berhasil membongkar sejumlah kasus perdagangan satwa dilindungi di empat provinsi, yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, dan Lampung. Jumlah pelaku setidaknya sembilan orang diduga bagian jaringan perdagangan satwa dilindungi di Indonesia.

Halasan Tulus, Kepala Balai Gakkum Sumatera, di Medan pekan lalu, kepada Mongabay mengatakan, dengan pembukaan pos pengaduan ini, penyidik banyak terbantu. Informasi-informasi yang diterima didalami, akhirnya membongkar jaringan perdagangan kulit harimau, orangutan hingga berbagai jenis burung serta satwa dilindungi lain.

“Banyak sekali yang menyampaikan informasi melalui pos pengaduan. Sangat akurat,” katanya.

Dia bilang, masyarakat sangat berperan membantu memberikan informasi para pelaku jaringan perdagangan tumbuhan dan satwa dilindungi (TSL).

“Contoh di Pekanbaru, terbongkar berkat informasi masyarakat,  bahwa ada di Facebook yang memperdagangkan kulit Harimau Sumatera. Setelah pendalaman dan penyamaran, pelaku membawa barang bukti dan langsung penangkapan,” ucap Tulus.

Untuk pembongkaran jaringan perdagangan kulit harimau, mereka memulai penyidikan dari Sumsel. Disana mereka berhasil menggagalkan upaya perdagangan dua kulit harimau, dengan tersangka tiga orang. Berkas sudah lengkap (P21), dan Senin penyidik Gakkum melimpahkan ke Kejaksaan.

Dari pemeriksaan tersangka, mereka pengembangan lebih lanjut, dan berhasil mendapatkan informasi bahwa jaringan perdagangan kulit sarimau Sumatera bukan hanya di Sumsel, melainkan ada di Sumbar.

Dua minggu kemudian setelah mendalami informasi dari masyarakat melalui pos pengaduan Balai Gakkum Sumatera. Mereka kembali berhasil membongkar jaringan lain perdagangan kulit harimau Sumatera dan bagian potongan tubuh di Sumbar.

 

Kulit harimau, marak dijual jaringan pedagang satwa di pasar gelap. Foto: Ayat S Karokaro

 

Kasus ini,  ada dua tersangka, dan Balai Gakkum, katanya, telah gelar perkara di Polda Sumbar, kemudian menitipkan tersangka di tahanan sementara kepolisian.

Masuk lagi informasi dari Pekanbaru, Riau, diduga ada jaringan lain perdagangan satwa dilindungi. Setelah i dalami,  ternyata informasi benar, dan berhasil membogkr serta mengamankan dua pelaku dengan barang bukti 50 satwa dilindungi berbagai jenis, seperti burung, orangutan Sumatera, dan kucing hutan. Kasus terbongkar berkat kerjasama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau.

Kemudian Sabtu (4/3/17) sekitar pukul 10.13, juga mengamankan pelaku perdagangan satwa dilindungi, dengan barang bukti satu orangutan, tiga kakak tua putih, satu kera warna putih.

Kasus yang mereka ungkap di Lampung, katanya, ada dua penyidikan, kasus perdagangan owa, dan orangutan.

Untuk owa di Lampung, penyidik Gakum mengamankan seorang remaja memperdagangkan owa melalui Facebook berinisial Fs (21).

Penangkapan setelah penyidik menyamar sebagai pembeli lewat Facebook. Diduga Fs sudah lama beraksi terlihat dari cara bertransaksi dengan calon pembeli. Setelah pelaku pembeli bukan petugas, barulah dia membawa satwa.

“Jika belum yakin calon pembeli benar-benar mau barang dagangan, dia akan memperdagangkan satwa tak dilindungi.”

Kasus kedua, dua pelaku diamankan diduga memiliki satwa dilindungi tanpa izin, dengan pengiriman satwa langka lewat bus angkutan umum, dan bukan pertama kali.

Halasan bilang, penyidik mengamankan barang bukti dari bus angkutan umum Putra Pelangi jurusan Bandung menuju ke Medan,. Pengemudi berinisial R (36) dan pelaku lain diduga terlibat Jalil (43).

“Mereka kita amankan karena membawa satwa dilindungi dalam bus angkutan umum secara ilegal. Masih didalami keterlibatan kedua orang ini.”

Dia bilang, aksi perdagangan satwa tetap marak karena hukuman ringan dan harga jual cukup tinggi membuat mereka sama sekali tak takut. Dia berharap, dalam proses hukum, pelaku mendapat gajaran hukum maksimal hingga ada penjeraan.

Kini, UU Konservasi dan Sumber Daya Alam sedang revisi. Dia berharap, hukuman bisa makin berat. Selama hukuman maksimal lima tahun denda Rp100 juta. “Mudah-mudahan revisi minimal lima tahun maksimal 20 tahun, denda lebih besar lagi.”

Orangutan sumatera, satwa langka dilindungi yang sering jadi sararan perdagangan ilegal. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,