Saat Pelatihan Daur Ulang Sampah Dilakukan untuk Para Wisatawan

Destinasi wisata  Ndete Desa Reroroja Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka terkenal  lewat wisata  menyusuri rimbunnya hutan bakau. Di lokasi ini wisatawan dapat berjalan di atas jembatan bambu setinggi sekitar 1,5 meter  sepanjang 400 meter dan bermuara di rimbunnya bakau di atas pasir putih pantai Ndete dengan total jarak tempuh sejauh 600 meter.

Ada yang berbeda pada hari Minggu lalu (27/02), saat beberapa orang dari Bank Sampah Flores memberi pelatihan proses daur ulang sampah dan aksi bersih pantai.

Apa yang mendasari pelatihan daur ulang sampah di tempat wisata ini?

“Tanggal 21 Februari diperingati sebagai hari peduli sampah nasional, maka kami buat kegiatan gratis cara mendaur ulang sampah khususnya sampah plastik, kain bekas atau pakaian bekas. Serta pembuatan pupuk cair organik dengan tabung komposter,” jelas Wenefrida Efodia Susilowati, dipanggil Susi, pendiri Bank Sampah Flores.

“Kalau konsep kami, dimana pun kami berada kami akan memperkenalkan tentang konsep pengelolaan sampah. Kami berpikir disini tempat yang baik untuk berbagi tentang bagaimana cara mengelola sampah dan mendaur ulang. Sembari kami akan mengajak wisatawan untuk membersihkan pantai,” sebutnya.

Dengan sabar, Susi dan rekan-rekannya pun menularkan ilmu daur ulang sampah kepada sekelompok wisatawan yang datang dalam rombongan. Kegiatan itu dilakukan di bawah rindangnya pohon yang ada.

Tampak wisatawan yang terdiri dari 10 perempuan dan 2 lelaki ditambah 3 anak sekolah menengah pertama mengikuti pelatihan bagaimana memanfaatkan kain bekas untuk dibuat menjadi tempat pensil dan tas handphone. Tak merasa malu wisatawan asal kabupaten Ngada dan Sikka serta Ende ini pun bertanya proses membuat kerajinan tangan.

Selain kegiatan kali ini, setiap minggu Susi dan kelompoknya selalu menyisihkan waktu satu jam untuk membersihkan pantai di wilayah kabupaten Sikka.

Hendrikus Kila seorang penyuluh swadaya asal Bajawa Ngada yang sedang bertamasya di pantai pun tertarik saat melihat adanya pelatihan pembuatan pupuk cair organik.

“Ini pengalaman baru, dari tidak tahu akhirnya saya tahu. Saya sebagai penyuluh awalnya tidak terlalu paham mengolah pupuk cair organik dari limbah rumah tangga apalagi memakai tabung komposer. Saat pulang saya akan langsung praktek di kebun wortel saya,” ungkapnya.

Hendrik katakan, selama ini dirinya menganggap sepele sampah ternyata sangat bermanfaat untuk masyarakat terutama sampah organik. Pintanya, kalau bisa sering kunjungi masyarakat beri pelatihan supaya suatu saat Flores menjadi pulau organik dan bisa terbebas dari sampah.

 

Turut Melibatkan Difabel

Yenny Rahmania, warga Ndete yang ikut pelatihan membuat tas handphone tampak asyik membuat tempat pensil. Dia mengaku tidak menyangka ternyata pakaian bekas yang tidak terpakai bisa bermanfaat.

“Ini menarik dan membuka pikiran kami bahwa ternyata sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat,” tutur Yenny kagum.

Tidak saja bagi kaum normal, ternyata kegiatan Bank Sampah yang digagas Susi ini juga melibatkan kaum difabel. Saverius misalnya, adalah salah seorang difabel  yang turut melakukan pekerjaan mendaur ulang dan memberikan pelatihan.

Usai mengolah sampah, sebelum pulang semua wisatawan diajak memungut sampah plastik yang ada di sepanjang pantai Ndete dengan memasukannya ke dalam karung. Sore itu, terkumpul 3 karung sampah ukuran, dengan total sekitar 100 kilogram.

Menurut Susi, cita-citanya adalah mewujudkan Flores yang bersih dari sampah, yang dia rangkai dalam akronim Flores Love Organic, Recycle, Economic and Sustainable (FLORES).  Baginya dengan daur ulang, maka masyarakat pun dapat memperoleh manfaat ekonomi lewat kegiatan yang berkelanjutan.

Semoga tercapai.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,