Begini Cara Mengubah Nasib Penyu dan Hiu dari Jebakan Bycatch

“Kalau rugi akan diganti, eh begitu dipakai kok hasilnya lebih bagus,” ingat La Ode Mongsidik, bekas kapten kapal PT Perikanan Samudra Besar di Pelabuhan Benoa, Bali. Awalnya ia ragu untuk uji coba sejumlah alat yang bisa mencegah spesies laut dilindungi masuk alat tangkap kapal yang dinahkodainya. Takut hasil tangkapan berkurang.

Setelah dicoba, tak hanya tangkapan tuna lebih banyak, juga mengurangi tangkapan sampingan seperti penyu dan hiu. La Ode kini kerap jadi mentor untuk memperlihatkan cara menggunakan alat-alat mitigasi dampak buruk tertangkapnya penyu, hiu, atau pari manta saat berlayar.

Pria tua yang mulai berlayar dengan kapal penangkap tuna selama 35 tahun sejak tahun 1975  ini memperlihatkan cara kerja alat sederhana yang bisa melepaskan mata kail di mulut hiu dan penyu. Nama alat bertangkai panjang dengan bulatan ini de-hooker.

 

 

Hewan laut diperagakan sebuah kardus yang tersangkut mata pancing. De-hooker diposisikan tegak lurus dengan tali pancing sampai berada di tengah bulatannya. Kemudian dorong sambil melepaskan pipa di tangkai de-hooker sampai mata pancing terlepas. Penyu atau hiu yang memakan mata kail penangkap tuna ini bisa dilepaskan saat di laut.

Sementara untuk mencegah, ada mata kail khusus disebut circle hook yang baru diketahui La Ode pada tahun 1996. Ia mengaku siasat ini pertama kali diketahui La Ode dari sebuah lembaga Thailand. Namun implementasinya dilakukan saat pendampingan dari WWF Indonesia karena memberikan jumlah circle hook yang dibutuhkan. Bahkan menjanjikan ganti rugi jika alat ini membuat kapalnya kesulitan menangkap tuna saat itu.

“Kami lepas 2000 mata pancing sekali sebar, kita dikasi 1000. Dipasang selang seling antara mata pancing biasa (bentuk J) dan circle hook (bentuk C). Hasilnya lebih banyak tuna yang nyantol, penyu tidak bisa karen mata kailnya besar,” papar La Ode usai mempraktikkan cara menggunakan de-hooker di diskusi yang dilaksanakan komunitas Marine Buddies Denpasar yang difasilitasi WWF Indonesia, Sabtu (04/03/2017) di Sanur, Denpasar.

Selain alat pelepas mata pancing (de-hooker) bergagang pendek dan panjang, ia juga mendapat pemotong (cutter)  tali senar dan wire stainless. Penyu yang terlilit tali pancing atau jaring bisa segera diselamatkan sebelum mati jika proses pelepasannya lama.

La Ode menyebut hiu dan penyu kesulitan makan mata kail bentuk C atau circle hook ini karena ukurannya besar. Sementara tuna seperti big eye atau yellow fin yang ditargetkan mulutnya lebih besar dan tak kesulitan dipancing dengan umpan lemuru atau cumi. “Kalau pancing J bisa ditelan sampai tenggorokan penyu,” ingatnya.

 

Nelayan kecil di Amed, Karangasem, Bali memancing dengan menyebar banyak mata. Foto Luh De Suriyani

 

Pria yang akan pindah ke Sulawesi setelah pensiun jadi kapten ini meramalkan di masa depan tuna akan makin sulit dicari. “Sepuluh tahun lagi pasti habis kalau tidak ada tindakan,” katanya tentang kebijakan perikanan tangkap.

Acara Kopi Laut pertama Marine Buddies Denpasar ini bertajuk “Mengenal Bycatch, Mengubah Nasib Penyu dan Hiu di Jaring Nelayan.”

Komunitas Marine Buddies Denpasar adalah sebuah wadah yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia bagi para pecinta lingkungan terutama pesisir. Didukung aplikasi di ponsel sebagai sarana edukasi dan pengenalan ekosistem laut.

Elok Faiqoh, dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana menyebut di sejumlah negara ada kuota batas tangkapan ikan, kalau lebih harus dilepaskan. Kejadian tertangkapnya hiu dilindungi, penyu, dan pari manta sebagai hasil tangkapan sampingan (bycatch) sangat sering terjadi karena predator mengikuti ikan-ikan kecil.

Dampaknya seperti kepunahan spesies tertentu dan terganggunya jaring makanan. Selain itu ketidakstabilan ekosistem di koral. Sejumlah strategi pengurangan dampak buruknya atau mitigasi bycatch diantaranya selektif alat tangkap. “Sesuaikan dengan target tangkapan. Jika ukuran jaring terlalu kecil akan menangkap semua termasuk juvenile,” ujar Elok.

Ada juga alat tangkap yang mencegah penyu mati karena bycatch yaitu Turtle Exlude Device (TED). Berikutnya, perlu pengetahuan bagaimana melepas tangkapan bycatch dengan baik untuk mencegah kematian.

 

Permana Yudiarso dari BPSPL Denpasar memperlihatkan peta dan ancaman bycatch bagi kepunahan hewan laut dilindungi. Foto Luh De Suriyani

 

Pada kesempatan tersebut, juga hadir Wahyu Teguh Prawira, Bycatch Hook & Line Officer, WWF-Indonesia dan Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi, BPSPL Denpasar. Yudiarso mengingatkan di dunia diperkirakan bycatch yang mati dan dibuang ke laut sebanyak 40%. Di sisi lain tangkapan hiu di 10 negara terbesar penangkap juga menurutnya cenderung turun. “Trennya menurun. Hiu lanjaman pada Oktober nanti akan dilarang ekspor,” tambahnya.

Dari sisi regulasi, pemerintah berusaha mencegah kepunahan beberapa spesies misalnya dengan sejumlah peraturan penetapan status perlindungan ikan dan larangan ekspor. Misalnya ada Keputusan Menteri No. 4/2014 tentang perlindungan penuh pari manta dan Kepmen No. 18/2013 tentang perlindungan penuh hiu paus.

Selain regulasi juga tergantung pada kepatuhan peraturan penangkapan ikan di laut lepas. “Tingkat kepatuhan pelaku usaha bervariasi dalam penggunaan tori line, pemberat magnet, circle hook, atau TED,” ujar Yudiarso. Solusi yang menurutnya bisa dilakukan warga adalah mengatur permintaan. Karena persediaan sangat tergantung permintaan konsumen.

WWF Indonesia membuat daftar mana jenis makanan laut yang disarankan dan mana yang harus dihindari, atau dipertimbangkan. Misalnya dalam saran dihindari ada kerapu, pari, sorong, teripang, tuna albakor, tuna mata besar, dan tuna sirip biru. Dalam kelompok dipertimbangkan ada baronang, bawal, cumi, gurita, kakap, kepiting bakau, dan lainnya. Sementara sebagai pilihan terbaik tangkapan liar disarankan gindara, cakalang, roa, mahi-mahi, dan lainnya. Untuk jenis budidaya seperti udang windu, udang galah, patin, gurame, bandeng, dan lainnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,