Pelepasliaran Tujuh Orangutan di Kehje Sewen Kali Ini Gunakan Helikopter

 

 

Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari, kembali melepasliarkan tujuh orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim). Pelepasliaran kali ini agak berbeda dari biasanya, menggunakan helikopter.

Tujuh orangutan itu terdiri dua jantan dan lima betina yang kesemuanya berusia rata-rata sekitar 20 tahun. Mereka adalah Elisa, Wardah, Eris, Emmy, Wulani, Cemong, dan Beni. Mereka diberangkatkan melalui jalur darat dari Samboja Lestari menuju lapangan udara kecil di Muara Wahau, Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Kutai Timur. Dari Muara Wahau, ketujuh orangutan tersebut diangkut menggunakan helikopter, langsung ke titik pelepasliaran di utara Kehje Sewen.

Communications Officer BOSF, Nico Hermanu mengatakan, sebelumnya BOSF telah melepasliarkan 31 orangutan rehabilitan yang kini telah menyebar di utara hutan tersebut. Lokasi pelepasliaran terbilang terpencil, butuh 3 sampai 4 hari jalan kaki, sehingga harus menggunakan transportasi udara.

“Orangutan yang dilepasliarkan pada 1 Maret 2017 ini, rata-rata usianya 20 tahun dan dilepasliarkan di titik jauh. Sekitar 4 kilometer dari Kamp Lesik di Kehje Sewen atau 10 jam jalan darat dari Muara Wahau.”

Dijelaskan Nico, digunakannya helikopter untuk mengangkut tujuh orangutan tersebut demi kenyamanan dan menghindari tingkat setres orangutan yang tinggi. “Kami menyewa heli dari perusahaan penerbangan yang pernah bekerja sama, yakni PT. NUH. Kami mendapat bantuan dana dari BOS Swiss, salah satu mitra internasional kami,” ungkapnya baru-baru ini.

CEO BOSF, Jamartin Sihite menjelaskan, selain transportasi, usia orangutan adalah fokus utama pelepasan kali ini. “Kendala rilis kemarin, orangutannya besar-besar dan sudah terlalu lama di kandang, hingga 10 tahun. Serta, lokasi pelepasan yang terpencil sehingga akomodasi menjadi perhatian tim.”

Kehidupan orangutan, lanjut dia, sangat bermanfaat bagi manusia. Seperti rantai kehidupan yang saling menguntungkan, orangutan membantu menghidupkan rimbunan pohon yang menghasilkan jutaan oksigen. Orangutan telah menyumbang kehidupan bagi manusia untuk tetap bernafas.

“Orangutan menebar biji dan membuka kanopi hutan, sehingga biji tumbuh. Fenomena ini membuat hutan makin sehat, menghasilkan oksigen, menyerap CO2, membuat air bersih terjamin. Semua itu buat siapa? Ya, buat manusia. “Jadi, orangutan lebih bermanfaat di hutan, bukan di kandang,” ujarnya.

 

Wardah, satu dari tujuh individu yang dilepasliarkan di Kehje Sewen awal Maret 2017. Foto: BOSF

 

Butuh hutan

Total luas Hutan Kehje Sewen sekitar 86.450 hektare. Angka tersebut, belum mencukupi untuk pelepasliaran ratusan orangutan. Terlebih, tidak semua hutan cocok dengan kehidupan orangutan.

Jamartin mengungkapkan, pihaknya sudah mencari hutan baru untuk pelepasliaran jika Kehje Sewen sudah melebihi kapasitas. Ditambah lagi, di Kehje Sewen ada petambang liar yang membuat galian dan menebang pohon. “Kami coba dapatkan hutan yang berbatasan dengan areal sekarang, yang berfungsi menyambungkan hutan lindung yang ada. Berpikirnya harus secara landsekap.”

Jamartin mengatakan, pihaknya akan melobi pemerintah untuk dipinjamkan hutan dengan membayar lisensi kebutuhan pelepasliaran orangutan di muara Wahau. “Semoga, suatu saat nanti pemerintah bersedia merubah status hutan HPH menjadi suaka margasatwa orangutan. Mengingat, orangutan adalah kekayaan Indonesia yang harus dilindungi, dijaga bersama,” pungkasnya.

 

Perjalanan panjang menuju lokasi pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Total, ada 62 individu orangutan yang dilepasliarkan di hutan ini. Foto: BOSF

 

Dukungan

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa mengatakan, sejak tahun lalu, orangutan di Kalimantan mendapatkan status konservasi Kritis (Critically Endangered/CR).

“Hal ini menjadi cambuk kita semua untuk lebih giat lagi, tidak hanya mengampanyekan, juga turun ke lapangan mendukung upaya pelestarian orangutan dan habitatnya. Kita semua adalah pemerintah, masyarakat, swasta, maupun seluruh lembaga atau organisasi masyarakat,” ujarnya.

Dijelaskan Sunandar, aktivitas manusia telah menyebabkan hutan sebagai habitat alami orangutan, berkurang. Sudah selayaknya semua pihak mendukung penuh upaya pelepasliaran orangutan seperti yang dilakukan Yayasan BOS.

“Kerja sama kami dalam penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran jelas merefleksikan pentingnya konservasi orangutan dan habitatnya. Saya berharap agar seluruh pemangku kepentingan turut bersama kami melestarikan lingkungan alam kita yang kaya,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,