Pemerintah Akan Tuntut Kapal Perusak Terumbu Karang Raja Ampat

Pemerintah Indonesia ditantang untuk bisa mengatasi persoalan kerusakan terumbu karang yang terjadi di perairan Raja Ampat, Papua Barat oleh kapal pesiar dari Inggris, MV Caledonian Sky. Kerusakan tersebut, tak hanya mengakibatkan terumbu karang banyak yang mati, tetapi juga mengancam keberlangsungan produksi ikan di sekitarnya.

Demikian diungkapkan Vice President Conservation International (CI) Indonesia Ketut Sarjana Putra saat dimintai tanggapannya, Selasa (14/3/2017). Menurut dia, dengan luas 13 ribu meter persegi, terumbu karang yang mengalami kerusakan jumlahya sangat banyak. Itu berarti, ada banyak spesies yang mati di lokasi tersebut.

“Tapi kita belum tahu berapa jumlah spesies dan berapa luas persisnya untuk kerusakan tersebut. Kita masih melakukan pendalaman di lokasi,” ucap dia kepada Mongabay.

Atas kejadian tersebut, Ketut meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan segera dan mengatasi persoalan tersebut. Bukan karena Raja Ampat adalah destinasi wisata internasional, tetapi juga karena kawasan tersebut menjadi pusat terumbu karang di dunia.

 

 

Oleh itu, kata Ketut, sudah sepantasnya Pemerintah untuk bersikap tegas dalam menyikapi masalah tersebut. Termasuk, membuat pemetaan masalah secara detil, dan bagaimana mengatasi persoalan tersebut hingga tidak terulang lagi di masa mendatang.

“Juga harus ada larangan kapal-kapal besar seperti cruise berlayar ke perairan dangkal yang menjadi zona inti kawasan pengelolaan perairan daerah di Raja Ampat,” ujar dia.

Selain tindakan tegas, Ketut menyebutkan, Pemerintah harus bisa mengusut hingga tuntas masalah tersebut dan memberikan penalti atas kerusakan yang telah ditimbulkan oleh kapal dari Inggris tersebut. Hal itu, karena kerusakan tersebut berkaitan erat dengan proses pemulihan yang akan memakan waktu sangat panjang.

“Indonesia harus melakukan restorasi terumbu karang yang rusak di Raja Ampat. Itu yang paling penting. Restorasi tersebut akan memerlukan yang sangat lama, minimal 20 tahun,” jelas dia.

Dalam proses restorasi tersebut, Ketut menambahkan, Pemerintah harus jeli untuk mengambil teknik pemulihan dengan tepat. Karena, jika merujuk pada sejumlah kasus kerusakan terumbu karang di lokasi lain, proses pemulihannya itu memakan waktu yang sangat lama dan menghabiskan biaya yang sangat besar.

“Di Nusa Penida (Bali) juga kita sudah melakukan restorasi terumbu karang yang rusak, tapi sudah lima tahun, pertumbuhannya baru beberapa sentimeter saja. Itu sangat lambat dan biayanya mahal,” tambah dia.

Menurut Ketut, ada dua cara untuk restorasi terumbu karang, yaitu dengan cara transplantasi dan cara natural. Tetapi, dari dua cara tersebut, transplantasi paling banyak dipilih karena lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan yang natural.

“Tetapi sebenarnya, untuk restorasi, itu tidak harus dengan transplantasi. Lihat kondisi dan pemetaan masalahnya juga. Nah, untuk kasus Raja Ampat ini kita masih belum tahu akan seperti apa,” jelas dia.

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Rute Pelayaran Salah?

Berkaitan dengan masuknya kapal pesiar ke kawasan perairan zona inti tersebut, Ketut mengungkapkan, itu harus dicari penyebabnya hingga tuntas. Karena, sebagai zona inti, tidak seharusnya kawasan tersebut dilalui oleh kapal sebesar kapal pesiar. Mengingat, kawasan zona inti di Raja Ampat adalah kawasan perairan dangkal yang dihuni banyak terumbu karang.

“Seharusnya cruise ini berlayar di jalur outer ring (lingkar luar) Raja Ampat. Di jalur tersebut, cruise aman berlayar karena perairannya dalam. Dengan demikian, itu akan aman dari ancaman kerusakan terumbu karang,” tutur dia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi yang ditemui terpisah, menyebut bahwa rute pelayaran itu kewenangannya ada di tangan Kementerian Perhubungan. Meskipun, dia mengakui bahwa perairan Raja Ampat adalah wilayah pengelolaan di bawah KKP.

Sementara itu, tentang pariwisata di Raja Ampat, Ketut Sarjana Putra mengatakan, dengan kerusakan yang terjadi sekarang, itu sangat mungkin akan berdampak negatif. Selain itu, yang paling dikhawatirkan, kawasan pemijahan ikan juga akan ikut terpengaruh hingga negatif akibat kerusakan tersebut.

 

Kondisi terumbu karang di zona inti Raja Ampat, Papua Barat yang rusak karena kandasnya Kapal MV Caledonian Sky. Foto : Badan Keamanan Laut

 

Pemerintah Gugat Perusahaan Kapal Pesiar

Tak mau berdiam diri, Pemerintah berjanji akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Tujuannya, selain untuk memberi efek jera, juga untuk mendapatkan ganti rugi kerusakan terumbu karang yang luasnya mencapai 1,3 hektare.

Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Maritim Arif Havas Oegreseno di Jakarta, Selasa (14/3/2017), mengatakan, Pemerintah sudah membentuk tim bersama untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Tim terdiri dari Kemenko Kemaritiman, KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI. Selain itu, tim juga melibatkan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.

Menurut Arif, ada tiga tugas pokok dari tim bersama, yakni menangani aspek hukum baik perdata maupun pidana termasuk Mutual Legal Assistance (bantuan timbal balik) maupun upaya ekstradisi bila diperlukan. Kedua, tim bertugas untuk melakukan penghitungan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kandasnya kapal MV Caledonian Sky, keselamatan navigasi  dan hal-hal terkait lainnya.

“Kita siap untuk mengambil segala langkah yang diperlukan agar masyarakat tidak dirugikan dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh MV Caledonian Sky bisa segera diatasi. Kita akan minta mereka bertanggung jawab,” ujar dia.

 

Greenpeace mendokumentasikan keragaman hayati dan lingkungan di Papua yang terancam dan menanti aksi segera agar terlindungi. Foto: Paul Hilton/ Greenpeace

 

Selain Kemenkomar, sikap yang sama juga diperlihatkan KKP. Dalam pernyataan resminya, Direktorat Pengelolaan Ruang Laut menyebutkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, disebutkan bahwa setiap orang harus bisa menjaga terumbu karang.

“Pasal 35 menyebutkan bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang merusak terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang,” jelas Direktur Jenderal PRL Brahmantya Satyamurti Poerwadi.

Selain peraturan tersebut, Brahmantya mengatakan, masih ada UU Nomor 31 Tahun 2004 juncto UU Nomor 45 Tahun 2009. Dalam pasal 7 disebutkan bahwa setiap orang wajib memenuhi ketentuan dalam kawasan konservasi, dan itu diperkuat dalam pasal 12 yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan atau lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perairan Republik Indonesia (WPP-RI).

 

Kronologis

Kronologis kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky terjadi pada Sabtu (4/3/2017) pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar, Distrik MeosManswar, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Raja Ampat, Kapal tersebut mengangkut 79 orang kru kapal dan 102 penumpang dari berbagai negara.

Dari informasi sementara, kapal tersebut diduga kandas akibat nakhoda hanya memonitor Global Positioning System (GPS) dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air laut. Karena itu, kapal akhirnya terjebak di perairan dangkal dan baru bisa ditarik keluar setelah air kembali naik.

Terjebaknya kapal berukuran besar tersebut di perairan dangkal, mengakibatkan terumbu karang disekitarnya mengalami mengalami kerusakan. Dari hasil pemeriksaaan, terumbu karang diperkirakan mengalami kerusakan fisik mencapai lebar 300-400 meter dan panjang 100 meter dengan kedalaman perairan sekitar 5 meter.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,