Indonesia Bebas Sampah 2020, Kemandirian Pengelolaan Sampah Harus Dilakukan

 

 

Kota Surabaya, Jawa Timur, menjadi tempat penyelenggaraan puncak peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2017. Acara yang dihadiri langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.

Dipilihnya Surabaya bukan tanpa alasan. Surabaya merupakan kota terbaik menurut Kementerian LHK dalam upaya mengelola dan menangani sampah mulai dari masyarakat hingga tempat pembuangannya.

Hari Peduli Sampah Nasional diperingati setiap 21 Februari 2005, sebagai peringatan atas musibah longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, yang menewaskan 157 orang. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, musibah yang terjadi 12 tahun lalu itu harus menjadi pelajaran daerah untuk mengelola sampah dengan baik.

“Jangan terulang kecerobohan. Jangan terulang pengelolaan sampah yang tidak sesuai aturan sehingga menimbulkan musibah kemanusiaan.”

Keberadaan sampah menurut Jusuf Kalla, tidak dapat dilepaskan dari perkembangan manusia. Semakin maju manusia, sampah yang dihasilkan semakin banyak dan beragam. Kemajuan industri juga menambah kecepatan volume sampah yang dihasilkan.

“Sampah adalah bagian kehidupan, kita tidak mungkin membersihkan atau meniadakan 100 persen sampah.”

Berbagai upaya harus dilakukan untuk mengelola sampah agar tidak menjadi bencana yang merugikan masyarakat. Di Indonesia telah ada Undang-undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah, Peraturan Pemerintah (PP) 81 Tahun 2012 tentang Sampah Rumah Tangga, Instruksi Presiden hingga Peraturan Menteri tentang Sampah.

“Kalau sekiranya bangsa ini bisa maju dengan aturan, Indonesia adalah negara yang paling baik di dunia. Tapi, bukan hanya aturan sebagai kunci, bagaimana mengubah perilaku dan cara kita mengatasi sampah ini yang terpenting.”

Jusuf Kalla mengatakan, Program Indonesia Bebas Sampah 2020 merupakan program yang baik untuk diwujudkan. Pemerintah tidak akan mampu mewujudkan target itu sendiri, tanpa  keterlibatan semua pihak. “Kita menghargai kota-kota yang sudah bersih seperti Surabaya, Makassar, Balikpapan, dengan penghargaan yang diterima. Artinya, upaya masyarakat sudah berjalan,” ujarnya.

 

Kader lingkungan dan pengelola bank sampah Bintang Mangrove Gununganyar, Surabaya, menunjukkan sampah plastik yang terkumpul. Foto: Petrus Riski

 

Siti Nurbaya menyebutkan, volume sampah di Indonesia mencapai 65 juta ton setahun, yang komposisinya didominasi sampah organik 60 persen, dan sampah plastik 14 persen yang terus meningkat. Sumber utama sampah masih disumbang rumah tangga, pasar tradisional, dan perkantoran.

“Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia sedang menjadikan pariwisata sebagai salah satu program prioritas, 10 destinasi wisata mayoritas meliputi pantai dan laut.”

Siti Nurbaya mengatakan, pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai mandat UU 18 Tahun 2008, namun secara nasional perlu mendapat dukungan dan upaya nasional untuk menanganinya. Termasuk, uji coba pengurangan kantong belanja plastik berbayar di supermarket dan perbelanjaan moderen pada 2016.

“Saat ini sedang finalisasi regulasi pengurangan kantong belanja plastik, dan pengurangan sampah kemasan yang akan diterapkan di pusat perbelanjaan moderen dan pasar rakyat,” tuturnya.

Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional di Surabaya, 28 Februari 2017 itu, diawali bersih sampah di pantai Kenjeran, melibatkan 16.000 orang,  dengan jumlah sampah terkumpul sekitar 10 ton.

Tidak hanya di Surabaya, kegiatan bersih sampah selama Februari 2017, juga dilakukan di 226 Kabupaten dan Kota di 34 Provinsi seluruh Indonesia. Kegiatan seperti ini diharapkan dapat terus dilanjutkan di daerah-daerah, sebagai upaya mewujudkan Indonesia Bebas Sampah 2020.

 

Pengelolaan Sampah Mandiri

Kamu harus Bangga dengan Surabaya, karena punya TPST Jambangan yang mampu mengelola sampah secara mandiri. #BanggaSurabaya

Posted by Bangga Surabaya on Saturday, February 18, 2017

 

Pengelolaan mandiri

Kota Surabaya meraih penghargaan tertinggi bidang kebersihan 2016 dengan menyabet piala Adipura Paripurna, untuk kategori Kota Metropolitan. Adipura ini yang ke tujuh diterima  berturut. Pada 2015, Surabaya mendapatkan penghargaan Adipura Kencana, karena dinilai unggul dan mampu menciptakan inovasi, terutama dalam hal pemanfaatan tempat pembuangan akhir sebagai sumber energi (waste to energy).

Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya mengatakan, Kota Surabaya telah melakukan program pengurangan sampah mulai dari sumbernya yaitu rumah tangga, hotel, kampus, sekolah dan pasar. Adopsi 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle.

Setiap hari, Surabaya menghasilkan sampah hingga 1.500 ton, yang sebagian besar berakhir di TPA Sampah Benowo. Upaya pengurangan volume sampah dimulai dari rumah tangga yang  diolah menjadi pupuk kompos, kerajinan tangan, hingga bernilai ekonomi.

“Gerakan mengolah sampah mandiri sudah dijalankan di Surabaya. Program ini melibatkan ibu rumah tangga dan kader lingkungan untuk memilah dan mendaur ulang sampah sesuai peruntukannya,” ujar Risma.

Cara ini, diakui Risma mampu mengurangi volume sampah hingga 300 ton per hari. Pengurangan volume sampah juga dilakukan di pasar-pasar tradisional. Sampah organik ditempatkan tersendiri, yang diolah menjadi pupuk organik atau kompos. Sedangkan sampah anorganik dimanfaatkan kembali atau dijual kepada pengepul. “Beberapa tahun ini, kami sudah menurunkan sampah yang masuk ke TPA Benowo, 10 hingga 20 persen.”

 

Walikota Surabaya Tri Rismaharini bersama pelajar membersihkan sungai dari sampah plastik. Foto: Petrus Riski

 

Pengelolaan sampah mandiri juga dilakukan melalui bank-bank sampah, yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Surabaya. Warga yang membawa sampah plastik, kertas atau yang bisa dijual disisihkan, dihargai oleh bank sampah. Bahkan, ada yang menggunakan sampah untuk membayar listrik PLN melalui bank sampah.

Surabaya juga memiliki rumah kompos yang mengubah sampah organik menjadi pupuk untuk merawat taman dan hutan kota. Tempat pembuangan sampah terpadu di Jambangan, mampu menghasilkan 20 ton kompos per hari.

“Bahkan dua rumah kompos di Wonorejo dan Bratang, sudah menghasilkan listrik dari sampah dengan proses gasifikasi, masing-masing 8.000 dan 6.000 Watt yang dipakai untuk penerangan taman dan jalan sekitar,” ujar Risma.

Pengolahan sampah menjadi listrik di TPA Benowo menurut Risma, telah mampu menjual listrik ke PLN hingga 2 mega watt. Bahkan, akan dilanjutkan hingga awal 2019, sebesar 11 mega watt per hari. Untuk mencegah polusi, Pemerintah Kota Surabaya bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyiapkan green belt di sekitar TPA. Fungsinya, sebagai penyaring polusi dan bau kurang sedap. “Kami sudah tidak lagi punya masalah dengan TPA Benowo, akan ada green belt seluas 37 hektare sebagai hutan kota yang melindungi permukiman sekitar,” ungkap Walikota Surabaya ini.

 

Puncak Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2017

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang diperingati setiap tahunnya mendorong kita untuk lebih jauh merubah pola pikir, menyempurnakan perilaku, sekaligus bekerja cerdas dalam pengelolaan sampah.Puncak peringatan HPSN 2017 dilaksanakan di Taman Suroboyo, Pantai Kenjeran, Kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 28 Februari 2017. Ayo Bergerak untuk Indonesia #BersihSampah2020

Posted by Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan on Wednesday, March 1, 2017

 

Lima aspek

Koordinator Komunitas Nol Sampah, Hermawan Some mengatakan, ada lima aspek pengelolaan sampah yang harus dilakukan, yaitu peraturan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, pembiayaan, dan teknologi.

Aspek pembiayaan, sering menjadi kendala sebuah kota mengatasi masalah sampah, karena  APBD di banyak daerah tidak signifikan. Padahal penanganan dan pengelolaan sampah membutuhkan biaya besar, karena diperlukan peralatan dan teknologi yang tidak murah.

“Yang tidak kalah penting adalah partisipasi masyarakat agar beban pemerintah berkurang,” tuturnya baru-baru ini.

Indonesia telah memiliki Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah juga Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 yang telah diundangkan 15 Oktober 2012. “Daerah harus mulai bergerak dengan membuat peraturan daerah yang fokus pada penanganan sampah.”

Selain pemerintah dan masyarakat, produsen atau perusahaan penghasil produk kemasan, punya tanggung jawab juga yaitu extended producer responsibility (EPR), menarik kembali kemasannya atau mendaur ulang.

“Korea Selatan, sebelum EPR dijalankan, hanya bisa mengolah sampah 27 persen. Setelah kewajiban EPR digulirkan mencapai 81 persen. Kita berharap pemerintah serius menggarapnya dan Surabaya bisa mencapai targetnya sebagai kota bebas sampah di 2020 nanti,” jelasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,