Kepiting Bakau Sitaan dari Kaltara Ini Huni Rumah Baru di Hutan Mangrove Jogja

 

Stasiun Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Yogyakarta menyita 128 kepiting bakau (scylla serrata), awal Maret lalu. Dari jumlah itu, hanya 17 memenuhi syarat diperdagangkan. Kepiting dibeli online oleh Lisa, warga Semarang, Jawa Tengah.

Suprayogi, Kepala Stasiun Karantina Ikan Yogyakarta, mengatakan, kerjasama dengan personel Aviation Security (AVSEC) Bandara Adisutjipto menindaklanjuti laporan ada kargo mencurigakan pada penerbangan maskapai Sriwijaya Air dari Tarakan, Kaltara.

“Kami mendapati ada boks berisi kepiting. Setelah bertemu pemilik, ditimbang satu persatu. Kepiting dibeli online dari Kalimantan,”katanya, ketika juma pers di Yogyakarta.

Terhitung ada 128 kepiting bakau, 111 tak memenuhi syarat diperjualbelikan, bahkan kepiting tangkapan harus panjang karapas minimal 15 cm dan berat 200 gram.

“Kepiting kami amankan berat rara-rata hanya 150 gram dan lebar karapas lebih 15 centimeter, 111 rata-rata berat 160 gram, lebar karapas sembilan centimeter. Ini tak memenuhi syarat dijual,” katanya.

Lisa diperiksa penyidik dan seluruh kepiting disita petugas. Berdasarkan keterangan, dia membeli kepiting-kepiting itu online hampir Rp3 juta. Mahasiswi perguruan tinggi swasta di Yogyakarta ini memang berencana membuka rumah makan seafood.  Dia baru pertama kali beli kepiting ini.

“Yang bersangkutan tahu ada aturan kriteria kepiting yang bisa diperjualbelikan. Dia tertarik membeli karena harga murah, sesampainya di Jogja ternyata tak sesuai ketentuan.”

 

Hutan Mangrove di Baros, Bantul, hasil kerjasama antara masyrakat dan organisasi masyarakat sipil. Foto: Tommy Apriando

 

Haryanto, PPNS Stasiun Karantina Perikanan Kelas IIA Yogyakarta menambahkan, setiap hari cukup banyak pengiriman kepiting dari Kalimantan ke Yogyakarta melalui penerbangan lokal. Dengan praktik itu, dipastikan semua pemain jual beli kepiting mengetahui ketentuan berlaku.

“Sangat mungkin ada unsur kesengajaan melanggar.”

 

Rumah baru di hutan mangrove Bantul

Siang hari, pada Senin (13/3/17), Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas IA Yogyakarta melepasliarkan seluruh kepiting di hutan mangrove, Pantai Baros, Bantul.

Suprayogi bilang, pelepasliaran kepiting untuk menjaga ekosistem dan kelangsungan sumber daya alam. Pemilihan di Bantul,  karena habitat kepiting juga di hutan mangrove.

“Dilepas di hutan mangrove Bantul, siapa tahu bisa beranak pinak,” kata Suprayogi.

Dwi Ratmanto, pengelola hutan Bakau Baros mengatakan, mangrove Baros, tercipta atas rasa prihatin untuk berbuat dan menciptakan perlindungan alamiah untuk mengurangi berbagai permasalahan masyarakat. Ia inisiatif konservasi di Sungai Opak.

Penanaman mangrove mulai di Dusun Baros pada 2003 kerjasama antara masyarakat Dusun Baros dan LSM Relung.

Mangrove seluas 2,1 hektar, di konservasi mangrove Baros tak hanya sebagai penyeimbang ekosistem, juga wisata edukatif. Ia menyuguhkan keindahan alam, dan pengetahuan bagi wisatawan.

“Pelepasliaran ini otomatis memberikan peningkatan bagi masyarakat. Kepiting ini akan menambah rantai makanan di hutan mangrove Baros,” kata Dwi.

 

Para petugas sedang pelepasliaran kepiting dari Kaltara. Foto: Tommy Apriando
Kepiting-kepiting yang diperjualbelikan melanggar aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ukuran-ukuran kepiting di bawah aturan yang diperbolehkan. Foto: Tommy Apriando

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,