Berapa jumlah jenis burung liar di Indonesia saat ini? Dipastikan angkanya bertambah. Berdasarkan hasil identifikasi Burung Indonesia, organisasi konservasi perlindungan burung liar di Indonesia beserta habitatnya, tahun 2017, ada 1.769 jenis yang tersebar di penjuru Nusantara ini. Bila dibandingkan dengan jumlahnya pada 2015 lalu, ada peningkatan sebanyak 97 jenis.
Pertambahan keragaman jenis ini, sebagian besar didasarkan pada hasil pemisahan jenis yang sudah diketahui sebelumnya. Ini disebabkan, dari jenis yang telah tercatat, diketahui ada perbedaan morfologi suara. Bahkan, ada ketidaksamaan genetik yang tentunya dipastikan melalui hasil serangkaian penelitian terkini.
Kabar baik dari kondisi tersebut adalah, dipastikan pula jumlah burung endemis (yang hanya ada di Indonesia) meningkat. Dari 427 jenis yang ada naik menjadi 512 jenis. Begitu juga dengan jumlah jenis burung sebaran terbatas yang semula ada 395 jenis menjadi 448 jenis.
Ria Saryanthi, Head of Communication & Institutional Development Burung Indonesia menuturkan, Indonesia merupakan negara pemiliki jumlah jenis burung terbanyak di dunia bersama Columbia, Peru Brasil, dan Ekuador. “Hanya saja, dari sekian banyak jumlah tersebut, baru 435 jenis yang berstatus dilindungi. Selebihnya tidak,” tuturnya Rabu (22/03/17).
Sementara, bila dilihat dari sisi keterancaman, lanjut Yanthi, ada sekitar 160 jenis yang nasibnya terancam punah berdasarkan Daftar Merah (Red List) International Union for Conservation of Nature (IUCN). Rinciannya, 28 jenis Kritis (CR/Critically Endangered), 40 jenis Genting (EN/Endangered), dan 92 jenis Rentan (VU/Vulnerable). “Kritis menunjukkan satu langkah lagi burung yang bertatus tersebut akan punah di alam liar atau extintc in the Wild (EW).”
Pendukung keterancaman
Bukan hanya perburuan dan perdagangan semata yang membuat hidup satwa bersayap ini tercekam. Hilangnya habitat alami (hutan) adalah faktor pendukung utama yang membuat aneka jenis burung liar ini kehilangan tempat tinggal.
Enggang gading (Rhinoplax vigil) adalah jenis yang statusnya mendadak Kritis di penghujung 2015, yang sebelumnya hanya Near Threatened (NT) atau mendekati terancam punah. Lompatan ini tentunya sangat mengerikan karena melewati status Rentan (VU/Vulnerable), dan Genting (EN/Endangered).
“Selain perambahan dan konversi hutan yang beralih menjadi perkebunan, Helmeted Hornbill merupakan komoditas perdagangan international yang diburu skala besar di habitat alaminya,” ujar Yanthi.
Enggang gading memang mudah ditandai dengan ukuran tubuhnya yang mencapai 170 sentimeter. Sang jantan memiliki paruh kuning dan merah dengan leher merah tanpa bulu. Si betina, lehernya berwarna putih kebiruan. Jenis ini sering bertengger berpasangan di tajuk pepohonan besar.
Berdasarkan catatan Mongabay Indonesia, dalam rentang waktu 2012 – 2015 saja, ada 16 kali penangkapan perdagangan gading enggang di Indonesia dengan sitaan lebih dari 1.142 paruh. Artinya, pada periode tersebut sebanyak 2.222 enggang gading telah dihabisi nyawanya dan diyakini hingga saat ini perburuan masih terjadi.
Baca: Enggang Gading yang Mendadak Kritis
Jenis Kritis lain yang menghadapi ancaman kehilangan habitat adalah ekek-geling jawa (Cissa thalassina). Populasi burung endemis wilayah barat Pulau Jawa ini terus menurun hingga setidaknya 80% dalam 10 tahun terakhir. Tingginya laju pembangunan di sekitar kawasan hutan, perlahan menggusur wilayah hidup jenis berukuran 32 sentimeter dengan strip mata hitam ini.
Sejatinya, Javan Green Magpie ini merupakan sub-jenis dari ekek geling (Short-tailed Magpie) yang ada di Pulau Jawa dan Kalimantan. Berdasarkan hasil studi terhadap perbedaan suara, morfologi, dan variasi bulu anak jenis, ternyata keduanya berbeda. Sihingga, burung yang berada di Jawa disebut ekek-geling Jawa, sementara yang hidup di Kalimantan disebut ekek-geling Borneo (Cissa jefferyi).
Berdasarkan data BirdLife International jumlah ekek-geling jawa saat ini diperkirakan antara 50 – 249 individu. Ancaman perburuan dan tergerusnya habitat sangat mendukung menurunnya populasi jenis yang masuk keluarga Corvidae ini di alam. “Aksi konservasi harus dilakukan untuk melindungi sekaligus meningkatkan jumlahnya di alam,” sebagaimana penjelasan laporan tersebut.
Burung Indonesia juga mengungkapkan, ada 19 jenis burung kicau di Asia yang terus mengalami peningkatan ancam. Dari jumlah itu, enam jenisnya, yang lagi-lagi hanya ada di Indonesia, berstatus Kritis. Jenis tersebut adalah poksai kuda (Garrulax rufifrons), tiong nias (Gracula robusta), dan empat jenis jalak: jalak putih (Acridotheres melanopterus), jalak punggung-abu (Acridotheres tricolor), jalak tunggir-abu (Acridotheres tertius), serta jalak-suren jawa (Gracupica jalla).