Natuna yang Tetap Jadi Incaran Kapal Ikan Asing Ilegal

 

 

Kapal Pengawas Hiu Macan 01 berhasil menangkap 13 kapal ikan asing asal Vietnam dengan 96 anak buah kapal, Selasa (21/03/17). Lagi-lagi, perairan Natuna menjadi sasaran empuk nelayan luar yang secara ilegal ingin mengeruk kekayaan alam Indonesia.

Kejadian bermula saat Hiu Macan 01, yang dinakhodai Kapten Samson, mendeteksi adanya sejumlah kapal ikan asing yang beroperasi di Laut China Selatan, ZEE Indonesia, pada 07.30 WIB. Selanjutnya, Hiu Macan 01 melakukan pengerjaran hingga berhasil menghentikan dan memeriksa kapal-kapal tersebut sekitar pukul 13.00 WIB.

“Saat ditangkap, ke-13 kapal tersebut tengah menangkap ikan di perairan Natuna menggunakan jaring atau pukat patrol tanpa izin sah,”ujar Direktur Operasi Laut Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, Laksamana Pertama TNI, Rahmat Eko Rahardjo di Pontianak, Jumat (12/03/17). Keberhasilan penangkapan tersebut hasil kerja sama tim gabungan Bakamla RI dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ke-13 kapal tersebut menggunakan modus operandi lama untuk mengelabui patroli aparat keamanan. Selain menggunakan bendera Vietnam, ada pula yang menggunakan bendera Malaysia, bahkan Indonesia, dalam melakukan aksi pencurian itu.

Dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara, kapal-kapal asing tersebut tidak dapat menunjukkan dokumen resmi, sehingga petugas melakukan penangkapan. Seluruh kapal digiring ke Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, untuk dilakukan pemeriksaan keterangan saksi dan tersangka. Nomor lambung kapal-kapal tersebut adalah BV 92553 TS, BV 92552 TS, BV 5273 TS, BV5271 TS, BV 5525 TS, BV 0480 TS, BV 94437 TS, BV 92886 TS, BV55028 TS, BV 92709 TS, BV 92696 TS, BV 92206 TS, dan BV90951 TS.

 

Salah seorang ABK Vietnam menunjukkan hasil tangkapan mereka selama di perairan Natuna. Foto: Putri Hadrian

 

Kepala Stasiun PSDKP Pontianak, Erik Sostenes Tambunan menambahkan, kapal-kapal asing itu merupakan kasus pertama yang ditangani. “Akan dikenakan dugaan pelanggaran dengan sangkaan tindak pidana perikanan sebagaimana diatur UU No 31/2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU No 45/2009. Ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar,” katanya.

PSDKP Pontianak selama 2016, telah menangani 33 kasus pencurian ikan oleh nelayan asing. Dari jumlah tersebut, seluruh kasus telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. 10 kasus sudah mendapat keputusan inkrach, sedangkan sisanya banding.

“Dari 33 kasus, barang bukti kapal nelayan asing yang diamankan di Dermaga PSDKP Pontianak sebanyak 28 unit. Nelayan Vietnam menduduki urutan teratas dalam kasus pencurian sumber daya perikanan di perairan Kalbar, menyusul Thailand dan China.”

Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata, yang memiliki kekayaan alam melimpah. Tak hanya kekayaan biota laut, potensi gas alam Natuna juga menjadi incaran asing. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, sedangkan di selatan, Natuna berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi. Sementara di bagian barat  berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Riau dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea, dan Taiwan.

 

Kapal-kapal asing Vietnam ini dijaga ketat ketika memasuki muara Sungai Kapuas. Foto: Putri Hadrian

 

Perkuat lokal

Meski tidak memiliki laut seluas Indonesia, namun Vietnam dan Thailand, merupakan produsen utama ikan dunia. Thailand menempati ranking ke-3 dan Vietnam ke-4 sebagai eksportir produk perikanan dunia dengan pendapatan ekspor masing-masing lebih dari USD8 miliar dan USD6 miliar (FAO, 2016).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) menyebut, keberadaan stok ikan di laut Indonesia menunjukkan tren meningkat. Yakni, 6,52 juta ton (2011), 7,31 juta ton (2013), dan 9,93 juta ton (2015).

Pemerintah bertekad mempercepat pembangunan industri perikanan dan kelautan sebagai  penggerak ekonomi tanah air. Di Kalimantan Barat, program penguatan nelayan lokal telah dilakukan mengingat provinsi ini memiliki potensi perikanan tangkap yang besar. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat pun mendorong pengembangan industrialisasi sektor perikanan kepada swasta.

“DKP mendorong industrialisasi perikanan, sehingga produk nelayan Kalbar mempunyai nilai tambah,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat, Gatot Rudiyanto. Dia berharap, setiap pelabuhan perikanan di Kalbar dapat dijadikan kawasan industri perikanan. Untuk itu, masih dibutuhkan unit processing, cold storage, ice storage, serta pabrik es.

Pelabuhan juga difasilitasi listrik, unit pengolahan limbah, air bersih dan infrastruktur pendukung lain. Perairan Kalimantan Barat berada di jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (AKLI) I, wilayah kaya ikan bernilai jual tinggi di pasar lokal maupun internasional.

Namun, masih terdapat beberapa kendala. “Nelayan lokal kekurangan armada, modal dan sumber daya manusia,” kata Gatot lagi. Beberapa program pemerintah untuk memperkuat nelayan lokal telah berjalan seperti identifikasi dan pergantian alat tangkap. “Saat ini terdata 2121 alat tangkap nelayan yang harus diganti. Bantuan ini khusus untuk kapal nelayan dengan kapasitas 10 GT ke bawah.”

Program ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/Permen-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkap Ikan. Peraturan yang menggantikan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seinen nets).

Sedianya, bantuan penggantian alat tangkap dilakukan per kabupaten kota bersama dinas terkait, hingga Juni 2017 mendatang. Untuk kapal dengan kapasitas 10 GT ke atas dilakukan mandiri, namun, pemerintah memberikan kemudahan untuk mengajukan permodalam melalui perbankan. “Sehingga agak ringan biayanya, (karena) mencicil,” kata Gatot.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,