Minimnya Peserta Asuransi Nelayan di Kabupaten Gresik

Dalam kurun empat bulan belakangan, Dinas Perikanan kabupaten Gresik mengaku telah bikin sosialisasi program kartu nelayan dan kartu asuransi nelayan. Bagaimana perkembangannya?

Ketika saya mengunjungi Desa Pangkah Kulon, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, organisasi nelayan di desa itu sedang mengalami perpecahan. Salah satu dampaknya, informasi terkait program asuransi nelayan tidak terdistribusi secara merata. Diduga, pengetahuan tentang program tersebut hanya diketahui kelompok yang punya kedekatan dengan instansi terkait.

Ahmad Sairi, ketua Pokmaswas Sari Laut menceritakan, ketika dia masih menjabat sebagai ketua nelayan di desa Pangkah Kulon, tiba-tiba muncul ketua tandingan. Singkat cerita, karena dugaan penyalahgunaan bantuan nelayan, salah satu tokoh dari kubu oposisi dijebloskan ke dalam penjara.

Meski jadi orang yang merepresentasikan kelompok nelayan di desanya, Sairi ternyata belum memilki kartu nelayan. Ia juga belum begitu memahami informasi tentang itu. “Kartu nelayan yang tahun 2017, saya belum punya. Entah dengan nelayan lainnya,” ujar Sairi ketika ditemui, Senin (20/03/2017).

 

 

Konsekuensinya, dia terancam tidak terfasilitasi dalam program asuransi nelayan. Sebab, sesuai ketentuan dalam Pasal 12 Permen KP nomor 18 tahun 2016, salah satu syarat mengakses asuransi tersebut adalah memiliki kartu nelayan.

Persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah berusia paling tinggi 65 tahun dan tidak pernah mendapat program asuransi dari kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota.

Kalaupun pernah mendapat asuransi dari instansi terkait, bantuan itu masih bisa diperoleh asalkan polis asuransi telah habis masa berlaku, atau jenis risiko yang dijamin berbeda. Syarat lain yang juga harus dipenuhi nelayan, masih dituliskan dalam pasal 12 Permen tersebut, adalah tidak menggunakan alat penangkapan ikan terlarang.

Namun, Sairi nampak tidak mau ambil pusing. Dia pikir, jaminan asuransi akan sulit diakses ketika nelayan tertimpa musibah. Selain itu, ia khawatir terbebani oleh pembiayaan dalam program tersebut.

“Asuransi itu beratnya bayar itu, lho. Kalau bayarnya cuma tahun pertama, mungkin banyak nelayan yang mau. Kuatirnya, bayar terus-menerus,” Sairi menambahkan. “Lagi pula, kalaupun punya kartu asuransi nelayan, pemanfaatannya sulit. Kalau ada musibah ngurusnya repot.”

 

Seorang nelayan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur memperlihatkan ikan hasil tangkapannya. Meski pekerjaan mereka berisiko, banyak nelayan di Gresik belum mendapatkan asuransi nelayan. Foto : Themmy Doaly

 

Abdul Rosyid, nelayan desa Pangkah Kulon, juga luput dari informasi tersebut. Dia menduga, salah satu sebab nelayan tidak terfasilitasi program asuransi, karena terbelahnya lembaga yang jadi representasi nelayan.

Pengetahuan program dan pemanfaatan asuransi nelayan diduga hanya dinikmati sebagian pihak. Khususnya, individu atau kelompok yang dekat dengan instansi berwenang.

“Semoga segera ada penyelesaian konflik. Muncul generasi baru, yang bisa menata dan mengejar ketertinggalan. Kalau tidak diselesaikan, apapun programnya tidak akan berjalan dengan baik,” ujar Abdul Rosyid.

Selain itu, dia berharap, salah satu program perlindungan nelayan tersebut, bisa dimanfaatkan secara mudah dan tanpa kendala. Sebab, dikhawatirkan, program asuransi hanya enak didengar, tapi sulit diakses ketika nelayan mengalami musibah.

“Biasanya, secara teknis mudah disampaikan tetapi secara pengurusan bahkan realisasi nonsense. Mungkin itu sifat manusia, menyampaikannya enak tapi proses pengajuan banyak kendala,” demikian dikatakan Abdul Rosyid.

 

70% Nelayan Belum Ikut Asuransi

Ahmad Sairi dan Abdul Rosyid hanya sedikit dari banyak nelayan yang belum mengetahui dan mengikuti program asuransi. Sebab, menurut catatan Dinas Perikanan kabupaten Gresik, sebanyak 6.955 nelayan belum terfasilitasi dalam program tersebut.

Angka itu setara 70% jumlah nelayan di Kabupaten Gresik. Hingga awal Maret 2017 mereka memperkirakan, dari total 10.500 nelayan, hanya 3.545 yang memiliki kartu asuransi nelayan.

 

Seorang nelayan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur sedang membersihkan ikan hasil tangkapannya. Meski pekerjaan mereka berisiko, banyak nelayan di Gresik belum mendapatkan asuransi nelayan. Foto : Themmy Doaly

 

Langu Pindingara, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Gresik, ketika dihubungi Mongabay Indonesia, enggan memberi tanggapan tentang permasalahan tersebut. “Saya lagi sibuk, lagi ada tamu. Telepon lain kali saja,” kata dia, pada Jumat (25/3/2017).

Namun, seperti diberitakan tribunnews.com, Senin (6/3/2017), Langu Pindingara mengatakan, persoalan itu datang dari nelayan sendiri. Sebab, dalam kurun empat bulan sebelumnya, Dinas Perikanan telah berusaha melakukan pendataan seluruh nelayan untuk disertakan dalam program asuransi ini.

“Kalau dulu, banyak nelayan yang enggan mendaftar asuransi gratis ini. Padahal, ini merupakan asuransi yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan,” kata Langu Pindingara, dikutip dari tribunnews.com. “Sekarang mereka yang mendesak agar namanya dimasukkan ke dalam database asuransi nelayan.”

Sugeng Nugroho, tokoh nelayan Desa Pangkah Kulon membantah tudingan tersebut. Menurut dia, besarnya jumlah nelayan yang tidak terfasilitasi dalam program asuransi, merupakan bukti kegagalan instansi berwenang dalam melaksanakan tanggungjawabnya.

Menurutnya, permasalahan ini tidak hanya terjadi di kabupaten Gresik, tetapi juga di seluruh Indonesia. Ketika ditemui Mongabay Indonesia, dia menyatakan, kondisi tersebut lebih disebabkan carut-marutnya sistem pendistribusian informasi.

“Banyak yang seharusnya dapat kartu nelayan dan kartu asuransi nelayan tidak mendapatkannya, bahkan informasi mengenai itu tidak didapatkan,” ujar Sugeng Nugroho, yang juga dipercaya menjabat sebagai ketua Bidang Keorganisasian dan Pengkaderan DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Jika pemerintah telah mengetahui jumlah nelayan secara spesifik, masih menurut Sugeng, seharusnya jumlah tersebut jadi acuan pendistribusian kartu nelayan dan kartu asuransi nelayan. Dia berharap, KKP segera memerintahkan dinas-dinas perikanan dan kelautan untuk memastikan terfasilitasinya seluruh nelayan dalam program tersebut.

“Caranya, (agar program asuransi bisa lebih efektif) harus merangkul seluruh organisasi nelayan, bukan hanya (individu atau kelompok) yang dekat dengan dinas perikanan,” ujarnya.

 

Pemerintah Harus Lebih Proaktif

Abdul Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, menyatakan, Permen KP nomor 18 tahun 2016, sebenarnya telah menugaskan Pokja di tingkat pusat dan daerah untuk menyalurkan program asuransi jiwa nelayan.

Karenanya, dia berharap, DKP mau lebih proaktif mendatangi kampung-kampung dan memastikan seluruh nelayan bisa memperoleh haknya.

“Sebaran nelayan penerima asuransi harus ditingkatkan dan tidak hanya menjangkau nelayan berjenis kelamin laki-laki saja,” terang Halim ketika dihubungi Mongabay Indonesia, Jumat (24/3/2017).

Setelah penyerahan kartu asuransi nelayan, menurut dia, tugas yang harus dilakukan DKP adalah terus-menerus melakukan sosialisasi berkenaan dengan penggunaan jaminan asuransi jiwa tersebut.

“Kemudian, DKP harus menyiapkan mekanisme penerimaan dan penyelesaian aduan terkait dengan penggunaan kartu asuransi nelayan. Sayangnya, mekanisme tersebut belum ada.”

Halim mengingatkan, selain jaminan perlindungan jiwa, pemerintah juga diharuskan untuk memberikan jaminan perlindungan usaha, atau dalam UU nomor 7 tahun 2016 diistilahkan, asuransi usaha perikanan.

“Di sinilah pentingnya Pemda menyegerakan penerimaan asuransi nelayan hingga 100 persen,” pungkas Abdul Halim.

Program asuransi nelayan merupakan amanat dalam UU nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Dalam UU tersebut, penyelenggara negara mendapat mandat untuk melindungi nelayan dengan memberi jaminan atas risiko yang dihadapi saat melakukan penangkapan ikan.

Permen KP nomor 18 tahun 2016 juga menugaskan kementerian dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, memfasilitasi nelayan untuk menjadi peserta asuransi.

Tugas itu diantaranya, memberi kemudahan pendaftaran pada nelayan untuk menjadi peserta, kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi, serta sosialisasi program asuransi terhadap nelayan.

Permen 18 tahun 2016 juga menyebut, nelayan akan mendapat bantuan pembayaran premi asuransi jiwa, sesuai kemampuan keuangan negara.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,