Konflik Lahan di Desa Tiberias, Bolaang Mongondow Berlanjut, Perusahaan Bongkar Pondok Warga

Suasana mencekam dirasakan warga Desa Tiberias, kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Sabtu (25/3/2017) karena pembongkaran pondok warga kelanjutan sengketa lahan perkebunan dengan PT Malisya Sejahtera.

Aksi tersebut dinilai sebagai tindakan main hakim sendiri. Sebab, sejak November 2016, warga telah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan. Namun, bukannya menahan diri hingga keluar putusan berkekuatan hukum tetap, perusahaan malah mengajak aparat untuk mengusir warga dari kebun.

Abner Patras, seorang warga Desa Tiberias, ketika dihubungi Mongabay Indonesia, menceritakan suasana mencekam itu. Tak hanya membongkar pondok-pondok secara paksa, intimidasi dan tindak kekerasan juga dialami warga.

“Ada pemukulan terhadap masyarakat. Ada intimidasi juga. Saya ditodong pakai pistol. Jadi, kami sedang buat aduan tentang ini ke POM-AD,” ujarnya, Senin (27/3/2017).

Sejak aksi pengrusakan pada Sabtu lalu, warga sudah takut pergi ke kebun. Mereka memilih bertahan di rumah masing-masing. Soalnya, di kampung telah beredar informasi terkait rencana penangkapan warga atas tuduhan penyerobotan lahan.

Saat ini, intimidasi sangat luar biasa. Institusi negara berpihak pada perusahaan. Kami sudah dari zaman Belanda beraktifitas di sini. Mereka datang-datang langsung mau main gusur,” jelas Abner.

 

 

Kronologis Sengketa Lahan

PT Malisya Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan kelapa hibrida. Perusahaan ini memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) tahun 2001, di Desa Tiberias. Namun, penerbitan HGU itu dirasa janggal. Sebab, saat itu, masih dikatakan Abner Patras, lokasi tersebut berstatus tanah negara dan dikuasai petani penggarap.

Selain itu, pada tahun 2001 atau ketika memperoleh HGU, PT Malisya Sejahtera belum berbadan hukum. Karena, menurut Abner, akta pengesahan perusahaan baru keluar tahun 2002.

“Kejanggalan lain, 177 hektar luas lahan yang diklaim perusahaan, yang seharusnya diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sulawesi Utara, malah diterbitkan BPN kabupaten Bolaang Mongondow,” terangnya.

Selama bertahun-tahun, lokasi objek sengketa tersebut dibiarkan oleh PT Malisya. Konflik dengan warga mulai terjadi sejak pihak perusahaan melakukan intimidasi dan mengusir warga dari kebun.

“November 2015, berbekal surat-surat itu, mereka muncul dan mengusir kami dari kebun. Tanpa ada ganti rugi, tanpa ada pembebasan lahan dan tanpa redistribusi tanah,” masih dikatakan Abner.

Sebagai langkah untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan, sejak November 2016, warga menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN Manado.

Pada 22 November 2016, mereka menggugat Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) kemudian dua hari berselang, tanggal 24 November, mereka kembali membuat gugatan sertifikat HGU.

Memang, pada tanggal 24 November 2016, PTUN Manado telah mengabulkan gugatan PT Malisya Sejahtera. Kala itu, PTUN membatalkan surat pejabat Bupati Bolaang Mongondow, yang mencabut izin HGU perusahaan.

“Tapi yang kalah di PTUN itu pemerintah kabupaten. Gugatan warga sampai hari ini masih terus berproses,” tutur Abner.

 

Pembongkaran Pondok di kebun merupakan buntut dari sengketa tanah antara warga setempat dengan PT Malisya Sejahtera. Foto : Warga Desa Tiberias

 

Didi Koleangan, aktivis lingkungan yang juga pendamping warga, menyatakan, PT Malisya telah bertindak main hakim sendiri. Dia menilai, tindakan membongkar pondok warga tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, adalah tindakan melawan hukum.

“Warga sudah membawa persoalan ini ke koridor hukum, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Tetapi, perusahaan malah main hakim sendiri dengan memobilisasi aparat keamanan,” sesalnya.

“Rakyat sekarang sudah lebih canggih melawan premanisme negara. Kami akan gugat Kasad, Kapolda Sulut dan PT Malisya atas perbuatan melawan hukum di pengadilan.”

Didi menambahkan, seturut hasil sidang pemeriksaan setempat oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut, PT Malisya Sejahtera hanya menguasai lokasi seluas 0,7 hektar. Namun, dalam kenyatannya, luas lahan yang diklaim pihak perusahaan mencapai 177 hektar.

Dengan luas lahan yang diklaim perusahaan, ribuan warga dari 4 desa diperkirakan akan terkena dampak penggusuran. Namun baru warga desa Tiberias, dengan jumlah sekitar 500 kepala keluarga, yang berjuang dan menempuh jalur hukum.

“Artinya, ada sekitar 1500 mulut yang membutuhkan tanah tersebut untuk makan,” kata Didi Koleangan. “Di tingkat pusat, Pemerintah Indonesia memiliki program 30 juta tanah untuk rakyat. Namun, di daerah, petani yang sedang menggarap tanah negara malah diusir. Itu substansinya.”

 

Pemkab Sempat Cabut Izin, PTUN Menangkan Perusahaan

Sebelumnya, 15 September 2016, lewat surat dengan nomor 53 tahun 2016, Pejabat Bupati Bolaang Mongondow sempat mencabut izin HGU PT Malisya Sejahtera. Nixon Watung, Pejabat Bupati, menempuh langkah itu untuk menghindari konflik antara warga dengan aparat kepolisian.

Tak terima dengan keputusan tersebut, pada 27 September 2016, perusahaan mengajukan upaya hukum melalui gugatan Tata Usaha Negara. Hasilnya, PTUN Manado mengabulkan gugatan PT Malisya Sejahtera, pada 24 November 2016.

Berbekal putusan PTUN Manado, pihak perusahaan berkeras melakukan aktifitasnya dengan berencana melakukan pengosongan lahan HGU yang ditempati warga. Mereka juga meminta pemerintah kabupaten dan pemerintah desa, untuk menghimbau warga, agar membongkar bangunan dan mengosongkan lahan secara sukarela.

Seperti diberitakan koranbolmong.com, gugatan di PTUN Manado yang diajukan warga, tidak akan menyurutkan niat perusahaan untuk melanjutkan aktifitas. Warga diminta untuk segera mengosongkan lahan.

“Karena, jika hal itu tidak dilakukan, terpaksa perusahaan akan melakukan pembersihan lahan dengan melibatkan aparat keamanan,” ujar Julianus Sarmin, staf PT Malisya Sejahtera, seperti dikutip dari koranbolmong.com, Sabtu (11/3/2017).

Perusahaan tak sekedar mengancam. Tepat dua minggu berikutnya, Sabtu (25/3/2017), pondok-pondok warga dibongkar secara paksa.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,