Simbol Kedaulatan Negara terhadap Perikanan Ilegal, Kini Ada di Ambon

Sejak terbongkarnya kasus perbudakan dalam industri perikanan ilegal di Benjina, Provinsi Maluku dua tahun lalu, publik dunia mengetahui ada permasalahan serius dalam industri perikanan dan kelautan di Indonesia. Disinyalir, tak hanya di Maluku saja, kasus serupa juga telah terjadi di daerah lain, terutama di kawasan Indonesia Timur (KTI).

Kasus Benjina yang proses hukumnya masih berjalan, memberi pelajaran penting dan berharga bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ingin menjadikan Maluku sebagai simbol perlawanan Indonesia terhadap perikanan ilegal, termasuk di dalamnya adalah praktik perbudakan.

Di antara simbol perlawanan yang disematkan Pemerintah Indonesia di Maluku, adalah dilakukannya penenggelaman kapal ikan asing (KIA) yang masuk ke wilayah perairan Indonesia secara terus menerus. Dalam aksi tersebut, dilakukan penenggelaman di 12 lokasi terhadap 81 KIA  yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.

Penenggelaman tersebut, dipusatkan di perairan Ambon, ibu kota Provinsi Maluku. Sebelum penenggelaman dilakukan, Susi Pudjiastuti sudah menegaskan, penenggelaman yang dilakukan di Ambon, menjadi bukti bagi penegakkan kedaulatan di wilayah Indonesia Timur.

“Kita harapkan Sino (nama salah satu kapal yang ditenggelamkan) ini adalah simbol dari kemenangan kita dalam memberantas pencurian ikan, setelah beberapa tahun kita mengalami kekalahan, terutama di Indonesia Timur,” ungkap dia akhir pekan lalu.

 

 

Selain untuk simbol kedaulatan Negara, Susi menjelaskan, pemilihan Ambon sebagai lokasi penenggelaman kapal, tak lepas dari pertimbangan bahwa perairan di sekitar kota tersebut menjadi bagian dari perairan penting di Indonesia Timur. Yaitu, sebagai rumah dari segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle).

Oleh itu, Susi menyebut, penenggelaman kapal di Ambon, ke depannya akan memberi manfaat untuk penambahan rumah ikan (rumpon) dan terumbu karang. Dengan penambahan kedua jenis tersebut, maka itu bisa membantu masyarakat lokal untuk mendapatkan ikan lebih mudah lagi.

“Terumbu karang dan rumpon nanti akan bertambah, paling tidak bisa untuk menarik perhatian ikan-ikan di sini dan masyarakat setempat punya rumah ikan,” tutur dia.

 

Efek Jera untuk Pelaku IUU Fishing

Lebih lanjut Susi Pudjiastuti mengatakan, manfaat lain dilakukannya penenggelaman kapal, seperti yang dilakukan di Ambon, adalah untuk memberi efek jera kepada para pelaku illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing. Sehingga, para pelaku ke depan tidak akan melakukan aksi ilegal tersebut, terutama di perairan Indonesia.

“Saya berharap semua murni proses karena pengadilan. Saya akan sangat kecewa dan marah apabila keputusan kapal pelaku illegal fishing ada campur tangan invisible hand yang memengaruhi. Sudahlah, permainan ini selesai. Kedaulatan Negara harus ditegakkan,” sebut dia.

Dengan ditegakkannya hukum kepada para pelaku IUU Fishing, Susi berharap itu bisa menjadi catatan sejarah di dunia perikanan Indonesia dan dapat dijadikan motivasi bagi seluruh lapisan masyarakat.

“Supaya nanti masyarakat bisa tahu, ada ribuan kapal asing bebas datang mencuri ikan. Dan mereka pun tahu, Indonesia bisa mengatasi kejahatan tersebut,” tandas dia.

 

Salah satu dari 81 kapal yang ditenggelamkan oleh KKP di Langsa, Aceh pada Sabtu (01/04/2017) . Penenggelaman serentak 81 kapal di 12 lokasi dan dipusatkan di Ambon, Maluku. Foto : Humas KKP

 

81 Kapal, 12 Lokasi Penenggelaman

Selain Ambon yang menjadi pusat lokasi penenggelaman, pada saat bersamaan Pemerintah Indonesia juga melaksanakan penenggalaman kapal di 11 lokasi lain di Indonesia. Ke-11 lokasi itu, adalah Aceh, Pontianak (Kalimantan Barat), Bali, Sorong (Papua Barat), Merauke (Papua), Belawan (Sumatera Utara), Tarempa (Kepulauan Riau), Natuna (Kepulauan Riau), Tarakan (Kalimantan Utara), Bitung (Sulawesi Utara), dan Ternate (Maluku Utara).

Di 12 lokasi tersebut, kapal yang ditenggelamkan jumlahnya mencapai 81 KIA. Dengan rincian, Aceh 3 kapal, Pontianak 8 kapal, Bali 1 kapal, Sorong 1 kapal, Merauke 1 kapal, Belawan 7 kapal, Tarempa 10 kapal, Natuna 29 kapal, Tarakan 6 kapal, Bitung 9 kapal, Ternate 4 kapal, dan Ambon 2 kapal (tidak termasuk SINO 36).

Dari 81 kapal tersebut, diketahui 46 KIA di antaranya berbendera Vietnam, 18 KIA berbendera Filipina, 11 KIA berbendera Malaysia, dan 6 kapal berbendera Indonesia. Kemudian, sebanyak 46 kapal telah diputuskan secara inkrahct (berdasarkan putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap) dan 35 lainnya ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan.

Susi Pudjiastuti mengatakan, kapal yang ditenggelamkan tersebut seluruhnya mempekerjakan Anak Buah Kapal (ABK) dari berbagai negara seperti Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos, Filipina, Tiongkok, dan Indonesia.

Sementara, satu kapal lainnnya, yakni SINO 36 yang berbobot 268 gros ton (GT) dan berbendera Indonesia, berdasarkan putusan yang sudah inkracht, dirampas untuk negara. Pemerintah akan menjadikan kapal tersebut sebagai monumen yang menggambarkan usaha Indonesia dalam memberantas IUU Fishing.

“Kita (KKP) dibantu oleh Tentara Republik Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan penenggelaman di dua belas lokasi,” ucap dia.

Untuk teknik penenggelaman kapal, Susi menyebut bahwa itu menggunakan bahan peledak. Namun, penggunaan bahan tersebut sudah dilakukan melalui pertimbangan yang sangat matang terhadap berbagai faktor yang ada.

“Tentu kita sudah perhitungkan agar ini tidak mengganggu lingkungan hidup, kawasan konservasi laut, dan juga keamanan navigasi laut kita,” jelas dia.

Sebelum dilakukan penenggelaman, Susi mengakui, pihaknya lebih dulu memberikan notifikasi kepada negara-negara terkait yang kapalnya akan ditenggelamkan.

“Kita tentu sudah beri notice kepada negara-negara yang kapalnya mencuri ikan kita ini. Kita perlihatkan bahwa kita serius. Kita tenggelamkan agar mereka jera dan tidak mencuri ikan kita lagi,” tandasnya.

 

Kapal berbendera Malaysia ini ditenggelamkan di Perairan Belawan. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

317 Kapal Sudah Ditenggelamkan

Untuk diketahui, penenggelaman kapal di masa kepemimpinan Susi Pudjiastuati dilakukan perdana pada Oktober 2014 silam. Kemudian, aksi tersebut rutin dilakukan hingga terakhir berlangsung di 12 lokasi pada akhir pekan lalu.

KKP merilis, sejak Oktober 2014 hingga 1 April 2017, kapal yang sudah ditenggelamkan jumlahnya mencapai 317 kapal. Dengan rincian, kapal berbendera Vietnam sebanyak 142 kapal, kapal berbendera Filipina sebanyak 76 kapal, kapal berbendera Thailand sebanyak 21 kapal, kapal berbendera Malaysia sebanyak 49 kapal, kapal berbendera Indonesia sebanyak 21 kapal, kapal berbendera Papua Nugini sebanyak 2 kapal, kapal berbendera Tiongkok sebanyak 1 kapal, kapal berbendera Belize sebanyak 1 kapal dan kapal tanpa identitas negara sebanyak 4 kapal.

Di antara kapal yang sudah ditenggelamkan itu, tercatat adalah kapal asing dari Norwegia, FV Viking. Kapal tersebut ditenggelamkan pada Senin (14/03/2016) di Pantai Timur Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Kapal penangkap ikan berbendera Nigeria itu diketahui sudah menjadi buronan Norwegia, negara di Eropa yang memproduksi kapal tersebut. Status buronan tersebut ditetapkan Norwegia sejak 2013, atau sejak kapal tersebut diketahui melakukan aksi illegal fishing.

Sebelum ditangkap di perairan Utara Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, kapal tersebut diketahui sudah masuk purple notice Interpol Norwegia karena tercatat sudah 13 kali ganti nama, 12 kali ganti bendera, dan 8 kali ganti callsign.

Agar kapal berbobot 1.322 gross tonnage (GT) itu bisa tetap bermanfaat, Satgas 115 menenggelamkannya dengan cara mengandaskan sebagian kapal ke dalam laut. Sementara, sisanya masih bisa terlihat di bawah permukaan air.

Dengan demikian, fungsi kapal tersebut sebagai kapal ikan akan hilang, tapi juga akan bermanfaat bangkai kapalnya saat air surut sebagai monumen peringatan perlawanan kepada pencuri ikan ilegal. Selain itu, kapal yang ditenggelamkan juga akan bermanfaat karena akan menjadi rumah ikan yang baru.

 

Kapal FV Viking yang terbukti melakukan illegal fishing dan telah dicari oleh Interpol, ditenggelamkan di di Pantai Timur Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada Senin (14/03/2016). Foto : Humas KKP

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,