Surat Komite Agraria ke Presiden Tuntut Batalkan Operasi Semen di Rembang

 

Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo meminta pimpinan tertinggi Indonesia membatalkan pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah.

Surat ini juga ditembuskan kepada pemimpin lembaga terkait, seperti Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri. Lalu, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Ombudsman, Ketua Komnas HAM, Ketua Komnas Perempuan, Gubernur Jateng, Bupati Rembang dan pimpinan PT Semen Indonesia. Ada 60 lembaga kemasyarakatan tergabung dalam KNPA.

Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta, Senin (3/4/17) mengatakan, kajian lingkungan hidup strategis Jawa Tengah, meliputi Pegunungan Kendeng, tahap pertama sudah selesai.

“Kami hanya ingin memastikan KLHS sesuai tuntutan petani Kendeng,” katanya.

Soal Kendeng, katanya, bukan hanya urusan  tutup pabrik atau tidak, pro atau kontra semen tetapi mengenai darurat agraria dan ekologis yang harus terjawab oleh pemerintah.

Kondisi lingkungan Jawa, katanya,  sudah timpang, konversi lahan pertanian tinggi. Sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di Jawa, karst pulau ini paling kecil. “Jika dibiarkan, dampak ekologis, budaya, tradisi lokal akan hilang.”

Belum lagi, soal agraria. Tanah dan air serta kampung bagi masyarakat Kendeng akan mencerabut kehidupan masyarakat dan petani Jateng. “Mereka akan kena dampak luas. Di Rembang, ada 135.000 petani akan terkena dampak jika tetap lanjut,” katanya.

Dia bilang, biarkan warga Rembang, petani dan masyarakat adat tetap melekatkan hidup pada tanah sebagai basis utama, bukan terpaksa jadi buruh semen.

Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, pemerintah harus taat hukum. Beberapa tahun terakhir ini,  katanya, banyak aparat negara membangkang hukum.

“Ini tendensi sangat berbahaya. Negara kita ini ada supermasi hukum, semua orang sama di depan hukum. Ketika petani dan masyarakat adat begitu mudah dikriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal tak adil, tapi pemerintah sendiri di berbagai level justru melakukan pembangkangan.”

Yaya, biasa dipanggil, mengatakan,  kasus Pegunungan Kendeng tak berdiri sendiri. Ekspansi pabrik PT Semen Indonesia, yang dinilai akan menghancurkan lingkungan juga terjadi di berbagai wilayah lain, seperti di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan lain-lain.

Dia menilai, pemerintah tak punya perspektif keberlanjutan. Kontradiktif dengan kebijakan mendorong reforma agraria dan tanah (hutan) bagi rakyat. “Apa gunanya tanah dibagikan, tapi sumber air dihancurkan? Tanah mau jadi apa? Ini kontradiktif dengan komitmen pemerintah ingin jadikan Indonesia berdaulat pangan.”

“PDAM Jateng, menyebutkan jika Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih mempengaruhi 600.000 orang sekitar. Kerugian besar kalau sampai sumber air hancur gara-gara semen.

Arif Nur Fikri dari Kontras mengatakan, terlepas dari hasil KLHS, ada putusan MA menyatakan CAT Watuputih tak boleh ditambang.

“Pengabaian proses hukum oleh Pemprov Jateng atau pemerintah pusat akan jadi preseden buruk pada produk hukum terkait konflik agraria,” katanya.

Ketika ada proses pengabaian, Presiden tak boleh melempar tanggungjawab ke pemda. Presiden, katanya, harus melihat ada proses oleh Ganjar Pranowo hingga pusat seharusnya menindak tegas.

Belum lagi, di Rembang ada kriminalisasi aparat kepolisian terhadap warga penolak pabrik semen. Pola kriminalisasi, katanya, juga terjadi pada konflik agraria lain.

Aliza Yuliana, dari Solidaritas Perempuan mengatakan, petani perempuan Kendeng bergerak menolak karena mereka akan terdampak paling parah. Ketika sumber air hancur, akan merugikan kehidupan  perempuan.

Mereka, katanya, pihak paling dekat dengan sumber air. Perempuan menggunakan air untuk kebutuhan sehari-hari, dari memasak, mencuci, dan lain-lain.

Kendeng, katanya, harus selamat dari semua tambang untuk menghindari kerusakan. Pemerintah,  harus melihat dan berhenti memanipulasi hukum demi investasi.

Sinung Karto, Divisi Pengaduan Kasus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara berniat membawa persoalan ini ke level internasional.

Mereka sedang merampungkan draf dan akan disampaikan ke utusan PBB special bussines dan human rights, masyarakat adat dan kesehatan.

“Jangan dipermasalahkan lagi karena level nasional tak sanggup memecahkan permasalahan di Kendeng. Kami angkat ke level internasional. Mudah-mudahan minggu depan naskah sudah jadi,” katanya.

 

Aksi tutup akses jalan ke lokasi pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang. Foto: Tommy Apriando

 

Kendeng ora didol

Hari sama, Koalisi untuk Kendeng Lestari bikin aksi teatrikal di depan gedung Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM.

“’Kendeng Ora Didol’ Jelang Pengumuman KLHS.” Begitu tema aksi mereka.

Dalam teatrikal memperlihatkan bumi Kendeng jadi rebutan, tarik menarik beragam kepentingan.

“Gambaran bagaimana Ibu Bumi ditarik berbagai kepentingan, pemerintah daerah sampai Presdien, termasuk kepentingan partai yang ditunjukkan wajah Megawati. Kementerian BUMN hanya melihat sumber daya di bumi sebagai komoditas. Menukar sumber daya alam demi rupiah dan dollar,” kata Merah Johansyah Ismail, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang.

Aksi ini menyusul surat Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tentang dukungan pemetaan sistem aliran sungai bawah tanah CAT Watuputih Rembang. Surat ini diminta oleh KLHK untuk mendukung proses KLHS.

Dalam surat tertanggal 24 Maret 2017, unit Badan Geologi KESDM menyatakan, tak ada indikasi aliran sungai bawah tanah di CAT Watuputih, hingga sistem aliran sungai bawah tanah belum dapat diketahui.

“Karena itu, area ini belum memenuhi kriteria sebagai syarat ditetapkan sebagai kawasan bentang alam karst,” kata Jonan dalam surat.

Dengan kata lain, menurut Badan Geologi KESDM, sungai di luar CAT Watuputih tak berkaitan dengan CAT Watuputih maupun Pegunungan Kendeng Utara.

Gunretno, mewakili Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng mengatakan, KESDM seharusnya lebih hati-hati dalam memberikan dukungan pernyataan terkait CAT Watuputih.  Mengingat CAT Watuputih, merupakan kawasan lindung geologi yang berfungsi sebagai resapan air tanah. Berdasarkan Keputusan Presiden tahun  2011 ditetapkan sebagai salah satu CAT dengan luas 31 kilometer persegi.

Berlandaskan surat mantan Badan Geologi KESDM sebelumnya, Surono, pada 2014 menjelaskan, CAT Watuputih merupakan bentang alam yang tersusun oleh batugamping pejal dan dolomitan dengan karakterisitik akuifer yang mengalir melalui celahan, rekahan dan saluran.

Meskipun CAT Watuputih belum ditetapkan sebagai KBAK, kata Gun, seharusnya tak menggugurkan status cekungan ini sebagai kawasan harus dilindungi. “Banyak goa dan mata air di sana,” katanya.

Aksi  Koalisi Kendeng Lestari juga dilakukan pada detik-detik sebelum pengumuman KLHS.
Soal KLHS, Koalisi berharap tim KLHS bentukan Presiden memberikan masukan yang mendukung pembangunan berkelanjutan selaras dengan kelestarian alam Kendeng. “Memastikan keselamatan generasi terkait daya dukung dan daya tampung Pulau Jawa,” katanya.

Merah bilang, Mahkamah Agung telah memutuskan CAT Watuputih itu kawasan dilindungi. Dalam putusan MA menyebutkan, Badan geologi KESDM,  dalam surat kepada Gubernur Jateng, menyampaikan pendapat untuk menjaga kelestarian akuifer CAT Watuputih  agar tak ada penambangan.

Seharusnya, kata Merah, perdebatan CAT Watuputih termasuk KBAK atau bukan, telah selesai dalam persidangan. “Putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap. Seluruh keputusan pemerintah harus melihat putusan ini, termasuk KLHS.”

 

Aksi teratrikal cerita soal petani Kendeng yang tersiksa pemodal. Foto: Della Syahni

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,