Mongabay.co.id

Sigale-gale, Marga dan Jenis Kodok Baru di Sumatera

 

 

Marga alias genus baru bernama Sigalegalephyrnus beserta dua jenis kodok baru ditemukan di Sumatera. Jenis bernama Sigalegalephrynus mandailinguensis ditemukan di kawasan Gunung Sorik Marapi (Sumatera Utara), sementara Sigalegalephrynus minangkabauensis diidentifikasi di Gunung Kunyit, Kerinci, Jambi.

Takson baru tersebut, dipastikan berbeda, baik antara satu dengan lainnya, maupun dengan marga kodok yang ada. Ini didasarkan atas perbedaan genetik, morfologi, dan struktur suara panggilan.

Temuan menggembirakan ini telah dipublikasikan di Jurnal Herpetologica, edisi Maret 2017. Sejumlah peneliti turut berkolaborasi dalam laporan ilmiah berjudul “A New Genus and Two New Species of Arboreal Toads from the Highlands of Sumatra with a Phylogeny of Sundaland Toad Genera” ini.

Secara gamblang, laporan tersebut menjelaskan bahwa data DNA mitokondria dan DNA inti kodok dari keluarga Bufonidae yang ada di wilayah Paparan Sunda digunakan untuk membuat hipotesis filogenetik mengenai hubungan kekerabatan antar-genus kodok. Penelitian ini juga berhasil mengungkap, yang untuk pertama kalinya, mengenai posisi filogenetik Pseudobufo dan marga baru yang berada di bagian paling dasar dari seluruh marga katak di daerah Paparan Sunda, kecuali pada marga Duttaphrynus.

 

Sigale-gale, patung kayu seukuran manusia yang berada di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Sumber: Wikipedia/Dan Lunberg – 2000 #311-11 Sumatra Samosir Island old Batak village/CC BY-SA 2.0

 

Amir Hamidy, Kepala Laboratorium Herpetologi Bidang Zoologi Puslit Biologi LIPI, yang terlibat dalam penelitian ini kepada Mongabay Indonesia mengatakan, Bufonidae, termasuk kodok bangkong, hampir tersebar di seluruh dunia dengan beragam genus. “Temuan ini memang marga baru. Saat survei Juni 2013 lalu, tim melihat S. minangkabauensis sebagai jenis yang hidup hidup di pohon (arboreal). Biasanya, grup kodok yang hidup di pohon ukurannya tidak lebih dari 2 cm, tapi yang ini lebih besar, meski tidak lebih dari 10 cm. Setelah dilakukan tes mitokondria dan serangkaian uji lainnya, jenis ini memang berbeda dan masuk genus baru. Yang paling meyakinkan adalah berdasarkan hasil analisis filogenetiknya.”

Sementara, S. mandailinguensis yang ditemukan Februari 2014, ada kesamaaan sebagaimana temuan pertama. Meski ukuran tubuhnya besar akan tetapi posisi selaput kakinya berbeda. Tes DNA dilakukan yang menunjukkan keduanya memang satu marga namun beda jenis. “Di vertebrata, level penemuan marga baru ini tergolong tinggi. Terkali ditemukan marga baru sekitar tahun 1800-an.”

 

Sigalegalephrynus mandailinguensis ditemukan di kawasan Gunung Sorik Marapi (Sumatera Utara). Sumber: Jurnal Herpetologica

 

Terkait nama marga baru Sigalegalephyrnus, Amir menuturkan, Sigale-gale merupakan patung kayu seukuran manusia, lengkap dalam balutan kain ulos yang biasa terlihat di depan rumah tradisional warga di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Patung yang bisa digerak-gerakkan seperti wayang ini, memiliki nilai sakral di kalangan masyarakat setempat.

Sementara phyrnus lebih merujuk ke nama kodok ini, yang dalam bahasa Latin adalah phrynos. “Dengan adanya genus baru Sigalegalephyrnus, tentunya ada spesies baru yaitu Sigalegalephrynus mandailinguensis dan Sigalegalephrynus minangkabauensis yang keduanya mengacu pada Suku Mandailing dan Minangkabau. Artinya, bila kita menemukan marga baru dipastikan ada spesiesnya,papar Amir, baru-baru ini.

 

Sigalegalephrynus minangkabauensis yang diketahui berada di Gunung Kunyit, Kerinci, Jambi. Sumber: Jurnal Herpetologica

 

Survei

Survei temuan baru ini memang dilakukan di dua kesempatan berbeda yaitu Juni 2013 dan Februari 2014 oleh tim peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Texas (Arlington), Broward College, dan Zoologisches Museum Universität Hamburg. Tujuan utamanya adalah menginventarisir herpetofauna dataran tinggi Sumatera.

Pada Februari 2014, ditemukanlah spesies kodok aneh, yang tidak dikenal sebelumnya, di lereng Gunung Sorik Marapi. Gunung berapi padat vegetasi ini berada di Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

 

Peta Sumatera yang menunjukkan keberadaan S. mandailinguensis dan S. minangkabauensis. Sumber: Jurnal Herpetologica

 

Kodok tersebut berada di tanah berlubang, sekitar kedalaman dua meter. Pencarian berikutnya, meski dilakukan di goa yang ada tidak menghasilkan, akan tetapi secara keseluruhan ada tiga spesimen lagi yang ditemukan di sekitar wilayah riset itu.

Temuan inilah yang dibandingkan dengan spesimen yang telah dikoleksi sebelumnya di Gunung Kunyit (Jambi) pada perjalanan pertama, Juni 2013. Perbandingan kedekatan morfologi dilakukan. Hasilnya, berdasarkan serangkaian pengujian yang dilakukan dan bukti valid, adanya marga dan dua spesies baru kodok itu terbukti.

 

 

Exit mobile version