Janji Perusahaan Sawit PT. KPC Selesaikan Keluhan Warga Suhaid. Akankah Terwujud?

 

 

Manajemen PT. Kartika Prima Cipta (PT. KPC) berjanji akan menyelesaikan keluhan warga Suhaid yang disampaikan kepada publik melalui konferensi pers di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (03/4/2017). Unit usaha Golden Agri-Resources (GAR) yang juga anak perusahaan PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) ini juga membuka ruang dialog bagi warga di sekitar konsesi.

Manajer Kemitraan PT. KPC Jailani dalam penjelasan tertulisnya yang disampaikan Senin (10/4/2017) mengatakan, pihaknya berkomitmen kuat untuk mematuhi segala ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku. Dia juga mengklaim bahwa PT. KPC selalu mematuhi Prinsip dan Kriteria RSPO, dan senantiasa menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk, menangani setiap permasalahan yang disampaikan tentang perusahaan secara konstruktif.

Dalam penjelasan itu pula, Jailani merespon sejumlah permasalahan warga yang difasilitasi oleh Link-AR Borneo. PT. KPC percaya bahwa dialog dan konsultasi merupakan jalan terbaik dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.

 

Baca: Konflik Membara di Konsesi Sawit Kartika Prima Cipta

 

Menurutnya, PT. KPC berharap dapat menyelesaikan keluhan yang disampaikan itu dengan sebaik-baiknya. Perusahaan bahkan telah dan akan terus berkomunikasi dengan pihak-pihak yang menyampaikan klaim atas lahan masyarakat, sesuai tata cara dan ketentuan yang berlaku.

Terkait dengan keluhan salah seorang warga Suhaid bernama Alamsyah, pemilik sebidang tanah di kawasan Langgir Jaya Desa Nanga Suhaid, Kecamatan Suhaid, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, PT. KPC mengaku telah melakukan verifikasi atas lahan yang dikeluhkan itu sejak tahun lalu.

Verifikasi dilakukan dengan menelusuri sejarah kepemilikan tanah dengan pemilik lahan sebelumnya yang tergabung dalam Koperasi Langgir Jaya. Dari penelusuran diperoleh informasi bahwa tanah tersebut telah dibebaskan dan diserahkan pengelolaannya pada perusahaan.

Dalam kunjungan ke lapangan, Alamsyah menyatakan bahwa lokasi lahan berada di daerah lain, tepatnya di daerah Segulai. PT. KPC kembali mengajak Alamsyah untuk berdialog sepanjang perusahaan memperoleh informasi yang lebih jelas tentang kepemilikan lahannya. “Perusahaan mendorong pemetaan partisipatif dengan melibatkan pemerintah desa dan secara teratur melaporkan penanganan keluhan yang ada pada pemerintah kecamatan setempat,” katanya.

Terkait keluhan kondisi air sungai dan menurunnya jumlah tangkapan ikan warga sebagai dampak dari aktivitas perkebunan, Jailani menjelaskan bahwa perusahaan akan melakukan pendalaman lebih lanjut.

Setidaknya, lanjut Jailani, setiap tiga bulan sekali perusahaan melakukan pengujian kualitas air sungai. Kegiatan ini melibatkan partisipasi masyarakat dan dilakukan di laboratorium terakreditasi di Pontianak. “Hasil pengujian ini juga kami laporkan ke BLHD Kapuas Hulu dan dikirimkan ke kantor desa setempat,” katanya.

Jailani juga menyampaikan bahwa sejak 2011, hasil analisa menunjukkan bahwa kualitas air limbah sudah sesuai standar baku yang berlaku. Untuk lebih meyakinkan masyarakat, PT. KPC juga membangun kolam-kolam pemantau kondisi limbah air sungai dengan memelihara ikan di dua kolam monitoring berbeda. Namun sampai sekarang, tidak ada laporan ikan-ikan di kolam terkontaminasi limbah.

Jangan cuma janji

Manajer Advokasi dan Investigasi Link-AR Borneo Nubertus Erick mengapresiasi langkah PT. KPC untuk menyelesaikan semua persoalan yang dikeluhkan warga Suhaid. “Kita apresiasi, tapi ini jangan sebatas pernyataan. Harus segera diimplementasikan,” katanya di Pontianak, Rabu (12/4/2017).

Menurut Erick, ada fakta yang menyebut bahwa warga sudah melakukan komplain ke perusahaan selama empat tahun. Namun sampai saat ini belum ada titik penyelesaian yang baik.

Dia mencontohkan lahan milik Alamsyah yang sudah disampaikan sebelumnya melalui konferensi pers. Keluhan itu sudah pula disampaikan melalui mekanisme komplain RSPO. “Perusahaan melalui Pak Jailani itu paham dan mengetahui bahwa ada keliruan dalam pemetaan oleh staf PT. KPC saat pengukuran tanah Pak Alam,” jelasnya.

Erick juga angkat topi jika PT. KPC akan melakukan pendalaman soal kondisi air sungai di Suhaid yang terindikasi tercemar. Namun demikian, dia menyampaikan logika sederhana bahwa tidak mungkin masyarakat di beberapa desa meminta penyediaan air bersih kepada perusahan, jika kondisi air sungai masih baik seperti sebelum tahun 2007.

Begitu pula dengan lahan-lahan masyarakat, Erick mengatakan bahwa pendekatan dalam penyelesaian sengketa lahan baru dilakukan setelah warga komplain ke RSPO. Sebagai contoh lahan milik Alamsyah, H Rasid yang bersertifikat hak milik, dan lahan milik Saudi.

“Perusahaan baru bereaksi setelah adanya komplain yang masuk ke RSPO. Padahal, masyarakat telah meyampaikan masalahnya ke perusahan jauh sebelum mereka kompalin ke RSPO. Jadi, apapun yang dilakukan perusahaan, kita apresiasi meski sudah lambat dan terkesan mengabaikan,” kata Erick.

Erick juga menegaskan bahwa pihaknya tidak anti investasi. “Kami hanya tidak senang jika investasi tidak memperhatikan secara serius dampak sosial dan lingkungan sebagai akibat dari alih fungsi lahan yang dilakukan korporasi,” kuncinya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,