Hari Bumi di Bali: Sehari Mengenal Mangrove dan Ikan di Balai Penelitian dan Observasi Laut

Puluhan pelajar, mahasiswa, dan aktivis lingkungan berbaur di peringatan Hari Bumi 2017 di sekitar area berteknologi tinggi yang bisa mengawasi pergerakan ikan dan kapal-kapal di permukaan bumi, yait  Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) di Perancak, Kabupaten Jembrana, Bali, 20 April lalu.

Dimulai pada pagi hari dengan menanam mangrove di area hutan seluas lebih dari 100 hektar yang mengelilingi BPOL. Sebagian baru pertama kali mengenal dan melihat mangrove, tumbuhan benteng alami dari tsunami ini. Mereka menanam satu tanaman berisi nama sekolah dan bibit-bibit mangrove lainnya di tanah berlumpur.

“Baru pertama kali ke sini, lihat dan tanam mangrove. Kesannya wow,” ujar Putu Sri Ekayanti dari SMKN 5 Jembrana. Menurutnya suasana hutan mangrove enak tapi kurang ada ada jalan-jalan kayu seperti kawasan Taman Hutan Ngurah Rai di Denpasar yang pernah dilihatnya di foto. Mereka berbasah dan berlumpur menambah tutupan mangrove di kawasan hutan mangrove dekat pesisir yang menjadi salah satu favorit penyu bertelur di Bali ini.

Dari pembersihan sampah dikumpulkan sekitar 100 kg dominan anorganik sekitar hutan mangrove dan 100 bibit mangrove ditanam. Areal hutan mangrove Perancak disebut mengalami perluasan dari sekitar 20 hektar, lalu 70 hektar, dan terakhir sekitar 115 hektar. Banyak tambak ikan dan udang yang tak produktif ditanami atau ditumbuhi mangrove. Menambah kesejukan, kekayaan sekitar muara sungai dengan ikan dan kepiting, sekaligus menebalkan perlindungan pemukiman dari abrasi dan risiko bencana lain.

 

 

Kemudian siangnya dilanjutkan dengan sejumlah talkshow bersama unit lain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seperti Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL), peneliti BPOL, dan Conservation International (CI) Indonesia yang mendukung pelaksanaan kegiatan rangkaian Earth Day selama tiga hari.

Sejumlah kelompok masyarakat peduli lingkungan di Jembrana dan desa seperti  Putri Menjangan Pejarakan terlibat aktif dalam diskusi yang meliputi pengetahuan umum dan terapan. Di antaranya bagaimana sejarah Hari Bumi bisa diperingati secara global oleh Elwan Ampao dari BPOL, pengenalan jenis ikan dilindungi dan ekosistem mangrove oleh Suko Wardono Kepala BPSPL Denpasar dan Permana Yudiarso, serta Made Iwan Dewantama Manajer Program CI Indonesia di Bali.

Anak-anak muda diberikan kesempatan yang luas mengenal BPOL, isu dan masalah kelautan, sumber daya laut sebagai bahan pangan penting, dan lainnya. Untuk menarik perhatian disedikan sejumlah hadiah agar talkshow berjalan interaktif.

Riyanto Basuki, Kepala Pusat Riset Kelautan di Jakarta menyebut BPOL merupakan satu-satunya di Asia Tenggara yang memantau realtime sumber kelautan Indonesia. “Sangat penting karena banyak pencurian ikan dan pembuangam limbah kapal tanker. Balai bisa memantau langsung kondisi laut,” katanya.

 

Kepala BPOL Bali menyambut pelajar dan kelompok pelestari lingkungan dalam sesi di dalam ruangan mengenal laut dan isi serta pelestariannya dalam peringatan Hari Bumi tahun 2017. Foto: Luh De Suriyani

 

Elwan Ampao, peneliti senior BPOL mengajak peserta mengenal sejarah hari bumi melalui video edukatif singkat. Dimulai dengan keprihatinan sejumlah pihak seperti senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada 1970 tentang masalah dan tekanan pada bumi. Dilakukan pengamatan kerusakan-kerusakan pada lingkungan dampak industrialisasi dan mendorong para pihak memberi perhatian, salah satunya melalui aksi massa pada 22 April 1970. Hingga kemudian negara-negara dan komunitas internasional ikut memperingatinya dengan sejumlah aksi-aksi serta seremonial pada 1990.

Pelajar diminta menceritakan apa hal yang bisa mengurangi kerusakan lingkungan dalam kegiatan keseharian. “Kamu bisa menjadi pahlawan dengan melakukan kegiatan kecill seperti tak buang sampah sembarangan,” seru Elwan bersemangat.

Suko Wardono, Kepala BPSPL Denpasar menunjukkan dengan luas perairan hampir 6 juta km2, Indonesia menjadi produsen utama perikanan tangkap dan budidaya komoditas unggulan seperti udang, tuna, rumput laut, dan kepiting. Namun tekanan meningkat seperti limbah dan sampah. “Termasuk eksploitasi kita sendiri misal perikanan nambah tambak,” ujarnya. Pesisir rawan kerusakan seperti bahan pencemaran, abrasi, sampai populasi hewan liar berkurang 50%.

Permana Yudiarso menambahkan dengan konteks regulasi yang dibuat untuk mitigasi seperti aturan perlindungan ikan dan satwa laut. Misalnya larangan menangkap sejumlah satwa yang terancam punah. “Penyu yang mendarat di Jembrana seperti belimbing dulu banyak, sekarang jauh berkurang apakah hilang atau pindah bertelur,” ingatnya.

Rantai makanan mulai terputus, misal jika cumi makan ada satu penyu yang hilang karena itu makanannya. Contoh lain yang disebutkan Permana Yudiarso, di Kepulauan Kei ketika musim cumi ditangkap berlebihan, penyu Belimbing tak bertelur lagi. Contoh lain ketika ikan lemuru di selatan Perancak sebagai bahan sarden makin sedikit di selat Bali karena ditangkap berlebihan.

Sementara Iwan Dewantama mengajak pelajar melihat konteks kesatuan gunung dan laut yang disucikan di Bali. Namun makin banyak kerusakan dan ini yang perlu ditingkatkan kesadarannya melalui konsep pelestarian Nyegara Gunung.

Dalam acara ini juga ditandatangani berita acara kerjasama “Pelaksanaan dan Monitoring Sampah di Sungai Ijo Gading Melalui Prototipe Mangrove-Bin” antara CI Indonesia, BPOL dan Kelompok Masyarakat Peduli Sumber Daya Air (KMPSDA) Ijo Gading. Sedang dikembangkan alat untuk membantu pembersihan sampah di kawasan hutan mangrove.

 

Suasana ruang presentasi sistem dan edukasi terkait riset kelautan dan perikanan di BPOL, Bali. Foto: Luh De Suriyani

 

Berlokasi sekitar 80 km ke arah Bali Barat dari Kota Denpasar, BPOL bisa menjadi rumah pengetahuan bagaimana kekayaan laut dan perubahan yang terjadi di lautan sebagai sumber pangan manusia. Selain memberi akses warga belajar, perlu diperbanyak dengan fasilitas edukasi yang lebih interaktif dan mudah dipahami.

Ada sejumlah fasilitas dan sistem teknologi perikanan dan kelautan di sini. Misalnya sistem Pelikan Tuna Mata Besar yang merekomendasikan peta lokasi potensi penangkapan ikan tuna mata besar. Peta ini mampu memprediksi populasi ikan dalam waktu 7 hari ke depan. Di mana sebaran biomassa ikan tuna di perairan Samudera Hindia selatan Jawa dan Bali berdasarkan pendekatan model dinamika spasial ecosystem dan population dynamic model. Data dikirimkan ke pelabuhan besar dan nelayan bisa menggunakan petan ini untuk mengurangi biaya bahan bakar.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,