Karminingsih, Ratu Kompos dari Jambi

 

 

Hari Kartini jatuh pada 21 April, dan Hari Bumi setiap 22 April. Memperingati dua hari penting ini, Mongabay, menyajikan seri tulisan mengenai perjuangan dan upaya perempuan-perempuan dalam menjaga lingkungan dan alam. Mereka bekerja tanpa pamrih. Bagi para perempuan ini, memulai berbuat sesuatu bagi alam walau kecil lebih baik daripada tidak sama sekali. Mereka sosok-sosok inspiratif.

 

Sosok ketiga, seorang perempuan dari Jambi, Karminingsih yang menggalang perempuan bikin pupuk kompos berlabel Ratu Kompos dan mengenalkan bercocok tanam organik di pekarangan rumah. Aksi Karminingsih telah menular ke beberapa desa sekitar.

Hari itu, tampak beberapa perempuan silih berganti membawa tumpukan kotoran sapi dalam gerobak sorong beroda satu menuju dapur pembuatan kompos. Bau menyengat menyeruak mereka tak peduli, tak menyurutkan semangat para perempuan ini bekerja. Begitu rutinitas di sebuah rumah pembuatan pupuk kompos di Desa Dataran Kempas, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Baca juga: Cerita Para Perempuan Penjaga Mangrove dari Papua

Rumah yang baru enam bulan beroperasi berada di kebun sawit tua seluas  dua hektar yang merupakan lahan swadaya. Terlihat jejeran kandang sapi dan rumah kompos terbuat dari kayu.

Bagian samping bertumpuk-tumpuk karung pupuk kompos siap pakai. Setiap hari, ada empat hingga lima mobil truk perusahaan mengambil pupuk. Setiap mobil mengangkut enam ton pupuk sudah dikemas maupun bahan pembuatan pupuk.

Rumah pengolahan pupuk kompos merupakan usaha kelolaan LKMA Mitra Usaha Mandiri.

Baca juga: Naomi Srikandi, Berkarya, Suarakan Para Petani Pejuang Lingkungan

Awalnya, usaha pembuatan kompos hanya mengeluarkan produk pupuk kompos padat, merupakan produksi Kelompok Tani Mekar Jaya yang digawangi kaum laki-laki.

Karminingsih, ibu dua anak ini akhirnya menggerakkan perempuan tani Mekar Jaya untuk berinovasi memproduksi pupuk kompos cair berlabel Ratu Kompos.

Ketua Kelompok Perempuan Tani Mekar Jaya ini tak hanya menggagas produksi kompos cair, juga menginspirasi 22 anggota membudidayakan pertanian organik.

’’Kami gunakan pupuk kompos padat memupuk sawit, juga mulai kembangkan budidaya sayuran dan palawija. Kami juga coba kembangkan kompos cair untuk budidaya sayur-sayuran, hasilnya sangat memuaskan,” katanya.

Pembuatan pupuk organik cair dibuat pakai bumbu dapur seperti jahe, kunyit, laos, kencur, temulawak, gula merah, hijauan (pelepah sawit, jerami, gedebong pisang dan daun-daunan) dan bakteri (EM4)

“ Kami menadapat pelatihan dari Lembaga Pengembangan Mutu Pendidikan Universitas Jambi untuk membuat pupuk organik cair ini.”

 

Karminingsih, menggagas kompos cair dan tanaman organik. Foto: Elviza Diana

 

Dalam 1.000 liter pupuk organik cair, terbuat dari bumbu dapur seperti jahe,kunyit, laos, kencur, temulawak, gula merah dua kg dan hijauan 10kg, EM4 tiga liter. Semua bahan difermentasi tujuh sampai 10 hari,” ucap Karminingsih.

Pupuk oragnik cair ini biasa mereka semprot pada daun bunga dan batang karena berfungsi merangsang tumbuh.

Karminingsih mengatakan, pemakaian pupuk tak boleh berlebihan, kalau kebanyakan tanaman malah mati, dan serangga mendekat, terutama semut. Pupuk cair harus ditambahkan air terlebih dahulu sebelum dipakai. Satu liter pupuk, air perlu 15-20 liter tergantung keenceran. “Kadar kepekatakan bisa ditoleransi 2%, kalau musim kemarau cukup pupuk tiga hari sekali. Musim penghujan tiga kali sehari boleh disemprot. Pupuk semprot bisa terbuang dengan air hujan,” katanya.

Dia mempelopori sesama petani perempuan lain memulai bertanam sayur dan palawija di pekarangan rumah. Enam bulan terakhir, hampir setiap rumah di desa itu ada jejeran sayur-sayur organik.

Mereka menanam pakai kantong plastik hitam (polybag). Hasilnya lumayan buat konsumsi bahkan sebagian mulai menjual ke pasar berjarak dua km di Desa Purwodadi, desa tetangga.

Disana, hanya satu kali seminggu ada pasar besar malam hari. Biasa, warga Desa Dataran Kempas menyimpan sayur-sayuran yang dibeli dalam waktu lama, menunggu pasar minggu. “Sekarang, kami mau ngambil sayur cukup di pekarangan rumah. Sayur segar, organik lagi.”

Sayur mayur ini, katanya, bisa tumbuh pada cuaca dingin seperti selada, daun bawang dan daun seledri. “Semua bisa subur, jika diarawat dengan ketelatenan,” katanya.

Produksi Ratu Kompos masih sedikit, baru 1.000 liter untuk tahap percobaan. Mereka juga belum memasarkan massal pupuk organik cair ini, masih pada pameran-pameran Rp20.000 perliter.

Dia berharap, pupuk bisa dipasarkan ke berbagai tempat agar ibu-ibu bisa bertani di sekitar pekarangan. “Mandiri pangan, cukup sayur-sayuran, bumbu dapur ga usah beli lagi. Kalau sudah produksi banyak, kami mau harga bisa lebih terjangkau.”

Semangat Karminingsih membudidayakan tanaman organik di pekarangan rumah, sudah menular di desa-desa tetangga. Banyak ibu-ibu dari desa tetangga seperti Desa Purwodasi, Desa Delima, dan Desa Sungai Keruh mulai mengikuti jejakny.

Untuk mengusir hama dan penyakit tanaman, Karminingsih juga pakai bahan organik seperti ekstrak bawang merah, daun papaya, dan pare.

Dia mengatakan, banyak perceraian dipicu perekonomian sulit. “Jika kemiskinan di gerbang pintu seringkali cinta keluar lewat jendela. Kebutuhan utama bisa terpenuhi sendiri mandiri, kestabilan rumah tangga terjaga,” selorohnya diiringi tawa.

 

Perempuan-perempuan silih berganti membawa tumpukan kotoran sapi dalam gerobak sorong beroda satu menuju dapur pembuatan kompos. Foto: Elviza Diana

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,