Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan

Sulitnya mendapatkan dokumen perizinan untuk aktivitas melaut bagi para nelayan, pengusaha, maupun pegiat dalam industri kelautan dan perikanan, dijawab lugas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Lembaga negara yang mengurusi laut dan ikan itu, merespon keluhan para pelaku usaha perikanan yang selama ini mengurus perizinan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan, persoalan yang dikeluhkan oleh para pelaku industri perikanan dan kelautan, memang banyak berasal dari proses perizinan untuk aktvitas melaut mereka. Izin yang dimaksud, terutama adalah untuk kapal berukuran di atas 30 gros ton (GT) yang memang pengelolaannya dilaksanakan oleh KKP di Jakarta.

“Kita lakukan mekanisme (perizinan), sehingga tidak ada sumbatan di pusat hingga daerah, terkait dengan perizinan pengelolaan wilayah penangkapan perikanan,” ujar dia belum lama ini.

(baca : Akhirnya, KKP Terbitkan 312 Izin untuk Kapal dan Pengusaha Lagi)

 

 

Menurut Sjarief, keluhan tersebut muncul karena birokrasi yang harus ditempuh cukup rumit dan melelahkan. Sehingga, para pelaku usaha perikanan akhirnya menempuh jalan pintas untuk mendapatkan dokumen perizinan yang diperlukan.

“Keterbatasan waktu memaksa para pelaku usaha untuk menggunakan jasa pengurus, sehingga memperpanjang mekanisme perizinan, penambahan biaya, dan kurangnya kelengkapan dokumen,” jelas dia.

Untuk itu, Sjarief mengungkapkan, saat ini pihaknya terus berupaya untuk memangkas birokrasi pengajuan perizinan dan memberi kemudahan bagi para pelaku usaha untuk mendapatkannya. Tak lupa, dia menjanjikan, proses pengajuan perizinan untuk saat sekarang akan berlangsung dengan cepat, transparan, dan terkendali.

“Ini bisa terjadi karena ada pelayanan terpadu satu pintu. Selain itu, bagi yang melek teknologi, ada juga pelayanan melalui website, yang kita namakan e-service,” tutur dia.

Dengan diberikan kemudahan seperti itu, Sjarief optimis, dokumen perizinan yang diterbitkan jumlahnya akan meningkat lagi pada tahun ini.

(baca : Sampai Kapan Kapal Perikanan Tak Melaut?)

 

Awak kapal sedang mengubah struktur kapal eks asing dari fiber menjadi kayu. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa (03/08/2016), dan menemukan 56 kapal eks asing telah memanipulasi struktur badan kapal dari fiber ke kayu. Foto : Humas KKP

 

Lima Hari Proses

Sjarief menjelaskan, dengan diberlakukannya pelayanan terpadu satu pintu, pelaku usaha perikanan yang akan memproses dokumen perizinan, tidak lagi mendapat pelayanan selama 20 hari. Akan tetapi, dengan pelayanan baru tersebut, proses pengajuan perizinan bisa diproses hanya dalam waktu lima hari saja.

“Lama proses mengurus perizinan yang dulunya 20 hari akan kami dorong menjadi lima hari,” ungkap dia.

Dengan lama waktu lima hari, kata Sjarief, proses perizinan bisa dilaksanakan dengan lengkap dan tepat waktu. Hal itu, karena dokumen yang diurus di KKP hanya terdiri dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP), dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)/Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) saja.

“Sementara, dokumen perizinan yang lainnya itu harus diurus di institusi lainnya seperti Kementerian Perhubungan,” tutur dia.

“Dengan pemangkasan waktu proses perizinan, ini juga menjadi bentuk reformasi birokrasi yang ada dalam tubuh KKP, khususnya dalam birokrasi perizinan. Ini juga meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi yang ada,” tambah dia.

Untuk tahun ini, Sjarief mengatakan, KKP akan membuka gerai khusus perizinan di 30 lokasi. Namun, dari jumlah tersebut, yang sudah dibuka hingga sekara baru mencapai 11 lokasi. Di lokasi-lokasi tersebut, KKP pada tahun ini sudah menerbitkan 539 SIUP, 375 SIPI, dan 4 SIKPI.

“Dari perizinan yang diproses pada tahun ini, sudah ada sumbangan PNBP sebesar Rp35 miliar,” tutur dia.

Sementara, pada tahun sebelumnya, KKP sudah membuka gerai perizinan di 32 lokasi yang menghasilkan penghasilan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp86 miliar. Di 32 lokasi tersebut, Sjarief menyebut, KKP pada 2016 sudah menerbitkan 1.153 SIUP, 1.007 SIPI, 44 SIKPI, dan 1.019 BKP.

(baca : Berapa Lama Waktu untuk Penerbitan Izin Baru Kapal?)

 

Nelayan luar wilayah bisa leluasa memasuki perairan Wakatobi karena memiliki izin dari provinsi. Oleh nelayan setempat disebut kapal pelingkar karena penggunaan jaring yang ditebar secara melingkar dan teknologi yang lebih baik dari nelayan lokal. Foto : Wahyu Chandra

 

Di dalam gerai perizinan yang sudah dan akan dibuka, menurut Sjarief, disediakan pelayanan perizinan yang lengkap, karena di dalamnya tidak hanya tersedia pejabat pelaksana perizinan dari KKP saja. Melainkan juga, ada pejabat pelaksana perizinan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Dengan adanya pelayanan terpadu satu atap, nanti akan banyak proses perizinan yang bisa dilaksanakan. Ini juga bagus untuk menindak tegas para pelaku usaha yang nakal yang melakukan markdown ukuran kapal,” jelas dia.

Pentingnya menindak para pelaku usaha yang nakal tersebut, bagi Sjarie bukanlah tanpa alasan. Hal itu, karena sebelumnya sudah banyak sekali ditemukan kapal dengan dokumen perizinan berukuran lebih kecil dari ukuran sebenarnya.

“Ada juga nelayan kecil yang nakal. Kapalnya disebut hanya 5 GT, ternyata bisa mencapai 40 GT. Kita beri kesempatan pada nelayan tersebut untuk memperbaikinya,” ujarnya.

(baca : Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri)

 

Due Dilligence Process

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) pernah mengatakan, proses penerbitan untuk perizinan baru memang diperlukan waktu setidaknya 30 hari. Lamanya waktu tersebut, diklaim karena penerbitan izin baru memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan penerbitan izin perpanjangan kapal.

Pengakuan tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar. Proses yang lebih lama tersebut, kata dia, menjadi bagian dari proses due dilligence yang dilaksanakan KKP untuk menerbitkan perpanjangan atau izin baru untuk kapal-kapal.

Proses tersebut, juga menjadi bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Datar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

“Dengan due dilligence, maka kita bisa memastikan (investor) asing tidak dapat masuk dalam perikanan tangkap Indonesia lagi,” ucap dia.

Adapun, Zulficar menyebutkan, penerbitan izin yang dilakukan melalui proses due dilligence itu mencakup izin untuk Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI).

“Karena proses yang komprehensif, tidak heran waktunya juga tidak sebentar. Ini harus dimaklumi oleh semua pemilik kapal. Kita inginnya cepat juga, tapi kan demi kebaikan bersama juga,” tutur dia.

Karena due dilligence memerlukan waktu yang tidak sebentar, Zulficar mengatakan, seluruh proses penerbitan izin baru tidak bisa dilaksanakan secara sekaligus. Tapi, proses akan dilakukan untuk pemohon izin baru yang sudah melengkapi syarat administrasi yang ditetapkan.

“Kita pastikan izin-izin ini kita akan selesaikan. Due dilligence memakan waktu karena adanya proses kelengkapan. Kita mempercepat, memastikan, agar kapal melaut sesuai dengan proses yang ada,” tambah dia.

(baca : Baru 0,97 Persen Perizinan Kapal yang Disetujui KKP, Kenapa Demikian?)

 

Tak lama umpan dilempar, cakalangpun ‘beterbangan’ ke lambung kapal. Foto: Eko Rusdianto

 

Bersamaan dengan Zulficar, Direktur Eksekuti Pusat Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim juga berpendapat bahwa perizinan yang diterbitkan KKP sangatlah lambat. Menurutnya, walau sudah ada klaim perbaikan untuk pengurusan perizinan kapal perikanan dari KKP, namun ditengarai hal itu tidak sepenuhnya terjadi.

“Karena di lapangan, hingga kini masih ditemukan fakta ketidakberesan dalam urusan perizinan kapal perikanan milik nelayan dan pengusaha,” ujar dia.

Halim menjelaskan, minimnya jumlah izin kapal perikanan yang disetujui berimplikasi terhadap upaya memandirikan usaha perikanan nasional. Terlebih lagi, fakta tersebut mengindikasikan lemahnya fungsi kelembagaan dalam menjalankan prosedur perizinan kapal perikanan, yakni KKP dan Kementerian Perhubungan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,