Taymur Kembali ke Indonesia Setelah Dua Tahun di Kuwait

 

 

Taymur akhirnya pulang ke Indonesia, tanah airnya. Dua tahun di Kuwait, sejak 2015, Taymur tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada 17 April 2017 pukul 17.25 WIB. Meski menempuh perjalanan hingga 30 jam, transit di Amsterdam (Belanda), dokter yang mendampingi Taymur,  Maryos Tandang, memastikan kondisinya sehat. Siapakah Taymur?

Taymur adalah bayi orangutan jantan usia dua tahun. Ia korban keganasan perdagangan satwa liar ilegal skala internasional. Saat itu, petugas keamanan Kuwait menemukannya ketika dibawa berkendara pemiliknya, warga setempat. Kedutaan Besar Indonesia di Kuwait segera berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) guna memulangkan satwa dilindungi Undang-Undang No. 5/1990 ini.

“Taymur bukanlah korban penyelundupan pertama. Pada 2015 lalu, ada Puspa dan  Moza yang berhasil kita pulangkan dari Kuwait,” tutur Nico Hermanu, Communication Officer BOSF, awal pekan ini.

 

Baca: Moza, Bayi Orangutan yang Diselundupkan ke Kuwait Itu Sudah di Indonesia

 

Nico menuturkan, berdasarkan laporan Global Risk Insight 2017, perdagangan ilegal satwa liar merupakan ancaman kedua terbesar bagi kehidupan orangutan setelah pengrusakan habitat. “Penyelundupan bayi orangutan yang tidak jauh berbeda dengan ukuran bayi manusia melalui bandar udara di Indonesia ini harus dicegah. Pengawasan harus lebih ditingkatkan, bayi-bayi orangutan ini sebagai bukti,” tuturnya.

 

Taymur saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Foto: BOSF

 

Saat ini, Taymur berada di ruang instalasi karantina Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Bogor, Jawa Barat guna menjalani karantina. Tes kesehatan menyeluruh dan tes DNA untuk menentukan dimana nantinya Taymur akan dikirimkan, juga dilakukan. Ini dimaksudkan, ketika masa karantina selesai maka Taymur akan menjalani masa rehabilitasi di tempat yang sesuai ia berasal. “Proses ini juga yang dilakukan terhadap Moza dan Puspa sebelumnya.”

Lalu, bagaimana kondisi Moza dan Puspa sekarang? Nico melanjutkan, Moza saat ini berada di Pusat Rehabilitasi BOSF Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Sementara Puspa, dititipkan di Pusat Rehabilitasi Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), Sumatera Utara.

“Moza sudah di kelas 4 Sekolah Hutan. Progresnya sedikit lebih cepat dibandingkan Junior, orangutan yang didatangkan bersamanya, hasil sitaan di Bandara Soekarno-Hatta 2015 yang hendak diselundupkan ke Kuwait melalui Kuwait Air KUA416.”

 

Baca juga: Akhirnya, Puspa Pulang ke Indonesia

 

Setiap pagi, ketika berangkat ke Sekolah Hutan, Moza harus dituntun pengasuhnya. Jika tidak, dia akan kabur ke kelas 1 atau 2. Di kelompoknya, Moza begitu aktif, naik pohon hingga ketinggian 20 meter. Moza pun gesit mencari pakan alaminya, rayap terutama.

“Moza suka bermain air dan mencari teman yang lebih muda. Kadang dia juga sedikit memaksa “babysitter” untuk bermain bersamanya,” tutur Nico.

 

Taymur saat di Kuwait. Penyelundupan Taymur ke luar negeri ini bukan kasus yang pertama. Foto: BOSF/Maryos Tandang

 

Data orangutan

Plt. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, mengatakan, Pemerintah Indonesia telah memiliki data orangutan liar yang diselundupkan ke luar negeri. Menurutnya, pemerintah dengan segala upaya akan memulangkannya ke Indonesia.

“Sesuai peraturan internasional, satwa liar dilindungi, termasuk orangutan, yang diselundupkan ke luar negeri harus dikembalikan ke negara asalnya.”

Komitmen dan tindakan nyata penegak hukum penting diwujudkan untuk mencegah perdagangan satwa liar yang benar-benar ada. “Kita semua harus bergerak, orangutan adalah satwa ikonik Indonesia yang harus kita jaga,” tuturnya.

Jamartin Sihite, CEO BOSF, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan pihaknya akan terus membantu pemerintah dalam hal pemulangan orangutan yang diselundupkan ke mancanegara. “Pengawasan harus ditingkatkan di bandara dan pelabuhan laut agar penyelundupan bisa dihentikan.”

Menurut Jamartin, biaya pemulangan orangutan ke Indonesia ini tidak murah. Belum lagi kerusakan lingkungan dan kematian orangutan yang ditimbulkan akibat perburuan tersebut, untuk diselundupkan. “Menyeret pelaku ke pengadilan adalah pekerjaan yang tidak boleh ditunda,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,