Bersih Laut, Mencegah Lautan agar Tak Jadi Tempat Pembuangan Sampah

 

Banyak cara merayakan Hari Bumi. Penyelam profesional maupun penghobi di Bali merayakannya dengan aksi bersih-bersih laut tepat pada Hari Bumi, Sabtu (22/4) lalu. Sekitar 75 penyelam terbagi dalam empat kelompok menggunakan nama-nama ikan. Sejak pukul 7.30 WITA, mereka memenuhi Pantai Semawang di bagian selatan Sanur, pantai paling ramai di Denpasar.

Para penyelam itu datang dari beragam latar belakang. Selain penyelam yang sekaligus pemandu selam (dive guide), ada juga penyelam hobi terutama dari instansi pemerintah dan LSM.

Hery Setyo Budi, dive leader sekaligus panitia bersih-bersih laut mengatakan, mereka memilih Pantai Semawang karena banyaknya sampah, organik dan non-organik, di lokasi tersebut. Jenis sampah non-organik selain plastik juga bekas sarana upacara adat Bali, seperti polimer dan koin logam.

“Sebelumnya sudah kami lakukan rutin tapi dalam skala lebih kecil. Kali ini lebih banyak. Tidak hanya dalam bentuk seremonial tapi juga aksi nyata,” kata Hery.

Pihak yang terlibat dalam under water clean up di Pantai Semawang antara lain Perkumpulan Penyelam Profesional Bali, Nusa Dua Reef Foundation, WWF Indonesia, Conservation International Indonesia, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, dan lain-lain.

(baca : Hari Bumi di Bali: Sehari Mengenal Mangrove dan Ikan di Balai Penelitian dan Observasi Laut)

 

 

Setelah seremonial dengan sambutan pejabat dan penandatanganan deklarasi bersama untuk menghentikan buang sampah di laut, tiap kelompok penyelam berangkat dengan perahu masing-masing. Selama lebih dari satu jam mereka menyelam sambil membersihkan sampah di empat titik penyelaman yaitu Drop Point, Jeladi Wilis, Shark Point dan Penjor.

Ayu Ginanjar Syukur, salah satu peserta penyelam mengatakan, pagi itu arus di Sanur lumayan keras untuk menyelam. Namun, itu tidak menjadi halangan bagi para penyelam. Begitu turun ke bawah permukaan, mereka langsung melihat banyak sampah, seperti karpet dan plastik. Ada juga bekas jaring nelayan yang tersangkut di karang.

“Banyak sampah karena orang tidak terlalu peduli. Bisa juga karena sampahnya terbawa arus dari daratan,” kata Ayu, staf WWF Indonesia di Denpasar itu.

Bersama anggota timnya, Ayu memungut dan kemudian membawa sampah itu ke kapal. Ketika sampai di darat, mereka menimbangnya bersama panitia. Hasil sampah memang dilombakan tiap kelompok. Pemenangnya mendapat hadiah perlengkapan menyelam berupa google dan kacamata menyelam.

“Semuanya hasil urunan dari berbagai komunitas,” kata Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi BPSPL Denpasar.

Namun, hadiah hanya sekadar untuk memeriahkan. Bagi Ayu dan penyelam lain, tujuan utama tetap untuk membersihkan lautan dari sampah terutama sampah non-organik.

“Kegiatan ini penting, tidak hanya penting untuk membersihkan sampah di laut tapi juga menumbuhkan kesadaran kepada diver dan masyarakat setempat agar tidak membuang sampah di laut dan agar kita membawa sampah kita sendiri jika berwisata,” ujar Ayu.

(baca : Terus Berulang Terjadi, Dari Mana Sampah di Pantai Kuta?)

 

Deklarasi stop buang sampah ke laut untuk merayakan Hari Bumi di Pantai Semawang, Sanur, Bali pada Sabtu (22/4/2017). Foto : Anton Muhajir

 

Mikroplastik yang meracuni

Sebelum menyelam, para penyelam juga menandatangani Deklarasi Stop Buang Sampah ke Laut. Lebih dari 30 operator menyelam (dive operator), lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah ikut mendandatangani deklarasi tersebut.

Isi deklarasi di kanvas putih itu hanya satu paragraf: Dalam rangka menjaga kebersihan, keindahan, dan keanekaragaman sumber daya hayati laut, maka kami bertekad dan menyatakan untuk STOP buang sampah ke laut.

Kepala BPSPL Denpasar Suko Wardoyo yang ikut menandatangani deklarasi mengatakan, aksi bersih sampah dan deklarasi itu diharapkan bisa menjawab masalah banyaknya sampah di laut.

(baca : Lima Negara yang Berkontribusi terhadap Krisis Sampah di Lautan)

Menurut Suko, selama ini laut selalu menjadi muara sampah di daratan terutama sampah plastik. “Padahal kita tahu bersama laut ini sebagai sumber kehidupan. Selain menjadi sumber ikan juga sumber daya hayati yang mendukung pangan kita. Karena itu kebiasaan membuang sampah ke laut harus kita stop,” ujarnya.

Suko menambahkan, sampah plastik tidak hanya paling lama terurai tapi juga bisa merusak terumbu karang dan meracuni ikan setelah menjadi mikroplastik.

Jika menempel di terumbu karang, sampah plastik akan menghambat pertumbuhan atau bahkan merusak terumbu karang. Padahal, terumbu karang juga menjadi rumah bagi ikan sehingga ikan nantinya bisa berkurang.

Ketika sudah terurai sekalipun, sampah plastik akan menjadi mikroplastik. “Kalau dikonsumsi ikan, ikannya tidak apa-apa. Tapi kalau ikannya dikonsumsi manusia, maka manusia bisa berkurang daya tahan tubuhnya. Lama-lama sakit. Kasus di Minamata, Jepang bisa menjadi contoh. Itu terjadi akibat pencemaran di laut,” tambahnya.

(baca : Memprihatinkan, Satwa Laut di Bali dan NTB Makin Beresiko Keracunan karena Ini)

 

Sampah karpet hasil acara underwater clean up ditimbang untuk dilombakan di Pantai Semawang, Sanur, Bali pada Sabtu (22/4). Acara dalam rangka memperingati Hari Bumi itu diikuti oleh penyelam dari pemandu selam, LSM dan instansi pemerintah. Foto : Anton Muhajir

 

Sampah plastik di Bali memang menjadi salah satu isu, terutama di kawasan pantai. Sampah plastik banyak ditemukan di perairan sekitar Bali pada musim-musim tertentu. Para penyelam sering mengeluhkan banyaknya plastik bahkan kemungkinan dimakan ikan pari manta di Perairan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida.

Putu Micika, salah satu penyelam di Pantai Semawang, mengatakan, sampah-sampah plastik itu juga berasal dari para pengunjung pantai pada akhir pekan. “Dibandingkan dulu, saat ini memang makin banyak sampah. Kebanyakan sih dalam bentuk plastik,” katanya.

Dampak lain sampah di pesisir dan laut, Suko melanjutkan, adalah menganggu keindahan ekosistem laut sehingga mempengaruhi turunnya minat wisatawan ke lokasi-lokasi wisata pantai dan laut.

 

 Upaya pemerintah

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Balok Budiyanto menyatakan deklarasi stop membuang sampah di laut dan underwater clean up merupakan salah satu program penanggulangan marine debris di Indonesia.

“Ini bagian dari program unggulan untuk mencegah sampah-sampah di laut,” ujarnya.

Balok menyebutkan sebelumnya sudah ada riset oleh Universitas Hasanuddin Makassar tentang kandungan mikroplastik pada ikan-ikan di Pelabuhan Paottere Makassar. Hasilnya mikroplastik bisa berbahaya jika dimakan.

Kasus lain terjadi di Jakarta Utara di mana nelayan mulai sulit menangkap ikan akibat banyaknya sampah di laut.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sudah berkomitmen untuk mengurangi sampah di laut, terutama dalam bentuk plastik atau anorganik. Selain dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Marine Debris juga melalui aksi bersih-bersih laut.

Aksi tersebut sudah dilakukan antara lain di pantai Pangandaran, Jawa Barat dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pemerintah juga sudah membuat larangan membuang sampah ke laut di pelabuhan-pelabuhan meliputi enam pelabuhan samudera, 30 pelabuhan perikanan nusantara, dan lebih dari 800 pangkalan pendaratan ikan.

“Kami berharap inisiatif kelompok masyarakat merayakan Hari Bumi tidak hanya perayaan seremonial lalu berhenti tapi juga menjadi gerakan masyarakat secara luas dalam mewujudkan Indonesia bebas sampah plastik di laut,” ujarnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,