Gunakan TNT untuk Tangkap Ikan, Kapal dan ABK Ini Diamankan

 

 

Sebuah pesan dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepada Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Musyafak, berisi informasi aktivitas ledakan eskalasi besar di perairan Kepulauan Natuna. “Kapolri menginformasikan, adanya kapal yang membawa bahan peledak di kawasan itu,” kata Musyafak, di Graha Ranavat, Markas Komando Direktorat Polisi Perairan, 19 April 2019.

Tito bahkan merinci wilayah yang kerap menjadi sasaran pelaku pemboman ikan itu, Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Pelakunya adalah nelayan-nelayan dari Kalimantan Barat. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti Polda Kalbar, dengan mengerahkan kapal patroli dari Kepolisian Perairan Polda Kalbar. Empat hari di laut, penyelidikan membuahkan hasil.

Hari itu, 15 April 2017, sekitar pukul 01.30 WIB, sebuah kapal tertangkap ketika hendak melakukan aksi peledakan. KM Usaha Baru, dengan tujuh anak buah kapal (ABK) ditahan. Mereka adalah nakhoda GM alias DM (47), lalu Fai (18), LP (53), Lar (30), Las (45), Sam (30), dan Um (46). Kapal tertangkap di sekitar perairan Kabupaten Sambas, tepatnya di muara Sebangau. Saat digeledah, ada 39 jenis bahan peledak.

Ada jenis TNT (Trinitrotoluena) sebanyak 10 ons, detonator 15 buah, ammonium nitrat pupuk sebanyak 200 kilogram, alat pemicu ledakan, dan korek api satu kotak besar. Disita juga satu unit kompresor, 30 buah botol kaca, 20 botol air mineral, 25 kilogram batu, tiga buah fiber berisi es, dan satu sampan untuk meracik bom ikan.

Bahan peledak tersebut menjadi alat bukti dan pelaku diancam UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang penggunaan bahan peledak tanpa izin. Serta Undang-undang No 45 tahun 2009 tentang perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, pasal 84.

“Dari pemeriksaan awal, DM mengaku bom digunakan untuk menangkap ikan di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau,” tambah Musyafak. Diduga, aksi itu bukan kali pertama. Terlebih, adanya TNT.

Tim Gegana Satuan Brimob Polda Kalbar coba ledakkan 0,4 gram bubuk dari barang sitaan tersebut. Jika satu pipa berukuran sedotan minuman, diisi bahan peledak dan tidak sengaja meledak ditangan, menyebabkan korban kehilangan tangannya.

Sedangkan daya ledak bom yang menggunakan media seperti selang air, mempunyai daya ledak hingga setengah kilometer. Dari keterangan pelaku, diperkirakan ikan hasil tangkapan satu ledakan mencapai 300 kilogram.

Direktur Direktorat Polisi Perairan Polda Kalbar, Komisaris Besar Alex Fauzi memaparkan, kepada penyidik para tersangka mengaku hendak melakukan penangkapan ikan dengan bom di sekitar perairan Tambelan, Penibung dan Dondong, Kepulauan Riau. “Modus operandi mereka adalah, mencari lokasi pengeboman. Diutamakan di daerah yang ada terumbu karang, karena banyak ikannya. Bom ikan pun dilempar. Setelah itu, sebuah kapal akan memungut hasilnya.”

DM, nahkoda kapal mengaku mendapatkan TNT dari pria asal Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. “Saya beli di Sambas. Tidak tahu dia dapat dari mana. Saya tidak pakai kapal lain,” ungkapnya.

Menurut Alex, para tersangka menyebutkan bahan peledak didapat dari China, masuk ke Indonesia melalui Malaysia. Namun, keterangan tersebut harus diselidiki lebih lanjut. “Mereka menyembunyikan bahan peledak di sebuah pulau. Ada istilah ‘bawa beras’ untuk kode ketika mereka mengangkut bahan peledak,” tuturnya.

 

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menunjukkan barang bukti yang disita dari nelayan yang menggunakan bahan peledak saat menangkap ikan. Foto: Putri Hadrian

 

Cara mudah

Gatot Rudiyono, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat menyatakan, penggunaan bom ikan masih digunakan karena relatif mudah. “Kegiatan destructive fishing lainnya adalah penggunaan trawl dan racun ikan. Bukan hanya memusnahkan ekosistem tapi juga membahayakan keselamatan nelayan itu sendiri.”

Saat ini, DKP Kalbar telah bekerja sama dengan tiga bank (BNI, Mandiri, dan BRI) untuk menyalurkan kredit lunak bagi nelayan. Tujuannya, pengembangan perikanan tangkap di beberapa sentra produksi ikan.

Nelayan butuh modal awal untuk melaut seperti membeli bahan bakar, persedian makanan, biaya perawatan kapal, serta jaring. Sulitnya akses permodalan, menjadikan nelayan kerap menjadi korban rente. Sementara nelayan kecil masih terkendala cuaca. Pada musim-musim tertentu, mereka akan gantung layar, hingga musim berganti.

“Tahun 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membangun 1.068 unit kapal dengan beragam spesifikasi ukuran. Tahun lalu, Kalbar menerima bantuan 65 kapal untuk nelayan.”

Berdasarkan riset DKP Kalbar, lumbung ikan Kalbar hanya ada di perairan Selat Karimata. Beberapa daerah yang sempat menjadi lumbung ikan, menyusut lantaran over eksploitasi. Padahal, Kalimantan Barat memiliki laut seluas 52.271 kilometer persegi.

Menurut Gatot, sejauh ini DKP Kalbar telah menetapkan zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) tata ruang laut di Kalbar. Wilayah itu di kawasan Pulau Lemukutan Kabupaten Bengkayang, yang baru ditetapkan. “Tiga lainnya menyusul yaitu Paloh (Kabupaten Sambas), Muara Kubu (Kabupaten Kubu Raya) dan Pulau Cempedak (Kabupaten Ketapang),” tuturnya.

 

Inilah anak buah kapal asal Vietnam yang diamankan di Kalimantan Barat, 26 April 2017. Foto: Putri Hadrian

 

Ditangkap

Sementara itu, operasi partroli Badan Keamanan Laut Republik Indonesia kembali menangkap lima kapal asing beserta 31 anak buah kapalnya, Jumat 21 April 2017. Kelima kapal asing asal Vietnam tersebut merapat di dermaga Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu pagi, 26 April 2017.

Lima kapal ikan itu ditangkap Kapal Pengawas (KP) Hiu 11, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Kelima kapal ini tertangkap tangan tengah mencuri ikan di perairan Indonesia. Nelayan Vietnam ini juga menggunakan alat tangkap jenis trawl yang jelas dilarang di Indonesia,” jelas kepala Stasiun PSDKP Pontianak,  Erik Sostenes Tambunan, Rabu (26/04/2017).

Kapal-kapal tersebut bernomor lambung, TG 94196 TS, gross tonase (GT) 70, dengan enam awak kapal; TG 91917 TS, GT 80, dengan tujuh awak kapal; TG 90869 TS, GT 75, dengan enam awak kapal; TG 92367 TS, GT 80, dengan enam awak kapal; dan TG 92512 TS, GT 70, dengan enam awak kapal.

Terkait tindak pidana perikanan yang dilakukan, penyidik akan menjerat mereka dengan pasal 5 ayat (1) huruf b, pasal 9 huruf c jo pasal 85, pasal 26 ayat (1) jo pasal 92, pasal 27 ayat (2) jo pasal 93 ayat (1) Undang-undang No 45 tahun 2009, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 2004, tentang Perikanan.

Pemeriksaan awak kapal ikan asing ini memiliki standar prosedur tetap seperti kesehatan. Penyidik juga akan mengambil keterangan seluruh nakhoda dan anak buah kapal yang melibatkan ahli bahasa. “Pada penangkapan sebelumnya, memang ada yang bisa berbahasa Indonesia. Tapi terbata-bata,” kata Muhammad Hafiz, penyidik PSDKP Pontianak.

Sepanjang 2017, Ditjen PSDKP-KKP sudah menangkap 22 kapal asing, termasuk lima kapal Vietnam ini. Laut Cina Selatan, khususnya perairan Natuna merupakan kawasan yang kerap menjadi sasaran pelaku illegal fishing.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,