Pembangkit Listrik Hibrid Ini Solusi Kurangi Ketergantungan Energi Fosil

 

 

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, Sabtu pagi (15/4/17), mengunjungi proyek pembangkit listrik tenaga hibrid (PLTH) di Pandansimo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Pembangkit kerjasama Kemendikti dan beberapa lembaga ini dikembangkan sejak 2010, memanfaatkan sumber angin laut dan darat  serta intensitas sinar matahari.

Nasir mengatakan,  sumber energi listrik dunia sebagian besar dari fosil. Dari faktor ketersediaan, sumber energi ini makin menipis. Sisi lingkungan, fosil penyumbang pemanasan global karena menghasilkan emisi karbondioksida. Energi terbarukan, katanya, solusi tepat guna menghambat perubahan iklim.

“Potensi sumber energi terbarukan banyak, antara lain angin dan matahari,” katanya.

Ada 36 kincir angin berdiri di hamparan pasir. Angin kincir maksimal delapan meter per detik. Di lokasi sama terdapat sekitar 218 panel surya berkapasitas 29 KW.  Listrik puluhan kincir angin dan panel surya mampu menggerakkan ekonomi masyarakat di Pantai Pandansimo.

Total daya PLTH Pandansimo 90 KW untuk berbagai sektor mulai dari pertanian, perikanan, dan pariwisata. Listrik dialirkan untuk kebutuhan mulai warung, pompa air, mesin pembuat es dan lampu penerangan.

Jika cuaca bagus, energi akan besar, kala buruk dan sering mendung maka energi tak maksimal. Jadi, kedua sumber energi ini harus saling melengkapi (hybrid).

Kincir angin mengandalkan angin yang tak selalu datang hingga harus masok tenaga surya. Begitupun sebaliknya, ketika matahari terhalang awan, perlu angin kencang.

“Selain menggerakkan perekonomian nelayan, juga potensi wisata. Kunjungan edukasi ke sini terintegrasi dengan wisata pantai.”

Saat ini, perlu modernisasi peralatan PLTH. Kemampuan anak negeri mengelola PLTH cukup baik, hanya perawatan memerlukan optimalisasi seperti ruang kontrol bagus, penyimpanan (baterai) perlu ditingkatkan. “Diupayakan daya masuk sama angka dengan keluar.”

Untuk pengembangan teknologi baterai, katanya, Kemensitekdikti mendorong kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Sebelas Maret (UNS).

“Sistem tegangan baterai sendiri saat ini 240volt, kapasitas penyimpanan baterai hanya 180 ampere per jam per unit,” katanya.

Nasir berharap, penggunaan listrik harus efisien, contoh dengan lampu LED lebih hemat.

 

Impor

Tumiran, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) di Yogyakarta mengatakan, pasokan energi fosil Indonesia sebagian besar impor. Pemakaian energi berbasis fosil mendominasi, ketersediaan makin terbatas.

“Kita sudah impor minyak cukup besar,  produksi kita tak naik-naik sekitar 800.000 barel per hari. Padahal, kebutuhan kita sudah 1,6 juta  barel per hari,” katanya.

 

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir (baju putih paling kanan), Sabtu pagi (15/4/17), mengunjungi proyek pembangkit listrik tenaga hibrid (PLTH) di Pandansimo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Foto: Tommy Apriando

 

Sekitar 800.000 barel minyak, katanya, tak semua dihasilkan pemerintah karena sebagian besar untuk cost recovery. Pemerintah Indonesia, hanya 55-60% dari 800.000 atau 400.000 barel.  Jadi, hampir 1 juta barel tiap hari Indonesia impor dalam bentuk minyak, dan minyak mentah.

Dia mengibaratkan, harga minyak US$100 perbarel, perhari pemerintah harus mengeluarkan US$100 juta.

”Setahun bisa US$36 miliar. Jika US$1 dipatok Rp14.000, pemerintah keluarkan Rp500 triliun. Dapat uang devisa dari mana kita jika sebesar itu?”

Tumiran menyarankan, mengurangi atau membatasi energi fosil, bisa dengan antara lain, efisiensi, dan konservasi dengan pakai mobil/motor hemat energi.

Arah kebijakan energi kedepan tertuang dalam kebijakan rencana umum energi nasional (RUEN). “Sektor transportasi tak semua bergantung pada minyak, dengan kendaraan-kendaraan listrik, sepeda motor listrik, mobil double injection pakai gas dan BBM,” katanya.

Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi UGM mengatakan, berbagai peraturan terkait kebijakan energi nasional sebenarnya sudah ada, seperti RUEN. Ia turunan dari PP 79/2014 mengenai kebijakan energi nasional.

Terbaru Peraturan Presiden No 22/2017 mengenai RUEN dan salah satu seperti diamanatkan PP 79/2014 bahwa daerah harus menyusun rencana umum energi daerah (RUED) dan harus mengacu kepada RUEN. Indonesia, katanya,  memiliki 34 provinsi dengan potensi energi berbeda.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, penyuarakan peralihan ke energi terbarukan. Kini, katanya, tak boleh lagi bergantung fosil karena cadangan di berbagai negara sudah menurun.

Energi baru terbarukan, harus jadi perhatian utama, tak hanya upaya mengurangi pemakaian energi fosil juga wujudkan energi bersih atau ramah lingkungan.

“Indonesia berkontribusi menyumbangkan emisi karbon terbesar dari alih fungsi lahan dan konversi hutan, sebanyak 50%. Dari energi menyumbangkan emisi karbon 30% dan transportasi 12%.”

Belum lagi 90% polusi udara dari transportasi darat. Pencemaran udara berpotensi gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan atas.

Persoalan polusi, katanya,  bisa ditekan melalui kebijakan pemerintah, terutama sektor energi dengan pemanfaatan EBT.“Pemerintah bisa mengurangi emisi karbon dan mewujudkan kemandirian energi.”

Energi nasional, katanya, dirancang terus meningkatkan pemanfaatan EBT. Komposisi energi nasional 2015, 39% minyak bumi, 22% gas, 29% batubara, dan 10% EBT. Pada 2025, rencana 25% minyak bumi, 22% gas, 30% batubara dan 23% EBT. Pada 2050 jadi 20% minyak bumi, 24% gas, 25% batubara, dan 31% EBT.

“Target bauran energi nasional telah ditetapkan, persoalannya pencapaian target perlu kerjasama lintas sektoral agar target terwujud. Indonesia mandiri energi,” katanya.

 

Di bawah papan solar panel bisa buat kolam ikan. Foto: Tommy Apriando

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,