Ditangkap, Pedagang Satwa Liar Dilindungi yang Berkeliaran di Taman Nasional

 

 

Seorang pedagang satwa liar dilindungi dengan daerah operasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), ditangkap Kepolisian Resort Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.

Penangkapan pedagang berinisial AP ini, dibantu oleh Animals Indonesia dan Centre for Orangutan Protection (COP). Sejumlah barang bukti diamnakan dalam penggerebekan itu: kepala kambing hutan, opsetan kucing hutan sumatera, kepala burung rangkong papan, kulit kucing emas, kulit kijang, serta taring dan tulang harimau sumatera.

“Satwa liar itu merupakan hasil buruan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang masuk wilayah Kabupaten Musi Rawas, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) area Kota Pagaralam,” kata Suwarno, Ketua Animals Indonesia, yang dihubungi Mongabay Indonesia, Senin (01/05/2017).

Ditanya apakah para pemburu satwa liar itu bekerja sama dengan para perambah hutan, Suwarno belum dapat memastikan kaitan para pemburu satwa yang dilindungi tersebut dengan para perambah hutan. “Tapi, kami menyakini satwa-satwa liar itu bukan tujuan utama para pemburu. Mereka sebenarnya memburu harimau sumatera, tapi akhirnya mendapatkan hewan lainnya seperti kambing hutan,” ujarnya.

Seperti diketahui, TNBBS luasannya mencapai 355.511 hektare. Wilayahnya masuk Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus (Lampung), dan sebagian Bengkulu (Kabupaten Kaur). TNBBS merupakan salah satu habitat tersisa untuk badak sumatera yang kondisinya kian kritis.  Sementara TNKS, SK Menhut No.420/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 menyatakan luasnya membentang di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat sekitar 1.389.510 hektare.

 

Sejumlah satwa liar dilindungi ini hendak diperdagangkan baik keadaan utuh maupun dengan bagian terpisah. Foto: COP

 

Kronologi

Akhir April 2017, Animals Indonesia dan Centre for Orangutan Protection (COP) mengeluarkan rilis berita. Mereka menjelaskan, pada 27 Mei 2017, seorang pedagang satwa liar berinisial AP ditangkap bersama barang bukti berupa 7 kepala kambing hutan (Capricornis sumatraensis sumatraensis), 1 opsetan kucing hutan sumatera (Felis bengalensis), 1 kepala burung rangkong papan (Buceros bicornis), 1 kulit kucing emas (Profelis aurata), 3 lembar kulit kijang (Muntiacus muntjak), 8 bagian tulang dan 1 taring harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

Penangkapan dilakukan di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Tim mengamankan seorang pedagang berinisial AP dan seorang saksi pemilik rumah yang akan digunakan sebagai transaksi satwa dilindungi ini.

“Ini merupakan operasi penangkapan pedagang satwa dengan barang bukti yang cukup besar di Sumatera Selatan,” kata Hery Susanto, Kapten APE Warrior Centre for Orangutan Protection (COP).

 

Kepolisian Resort Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan mengamankan sejumlah barang bukti kejahatan satwa liar dilindungi dari tangan AP, yang telah beroperasi dua tahun terakhir ini. Foto: COP

 

Pedagang ini menjual satwa secara online maupun langsung dan terpantau di Facebook. Satwa dijual dalam kondisi mati (opsetan) maupun dengan bagian terpisah. Harga bervariasi antara Rp750.000 hingga Rp1.500.000 per bagiannya.

Selama ini, AP mendapatkan bagian tubuh satwa dilindungi dari pemburu di dusun tempat dia tinggal. Juga, dari pemburu satwa di perkebunan masyarakat sekitar Sumatera Selatan. Bahkan AP dapat mendatangkan kepala burung rangkok dari Bangka.

 

Penggerebekan dari rumah pelaku AP, berhasil diamankan sejumlah satwa liar dilindungi dalam bentuk awetan maupun bagian tubuh, termasuk taring dan tulang harimau sumatera. Foto: COP

 

Dari hasil pendalaman dua bulan terakhir, AP telah menjual kulit, tulang, serta taring harimau sumatera terpisah ke pembeli di Lampung. Menurut pengakuannya, selama menjalankan bisnis ilegal dua tahun terakhir, dia menggunakan jasa travel dan pengiriman barang serta angkutan bus antar-provinsi.

“Dia pemain besar untuk jual beli satwa opsetan kategori dilindungi di Sumatera Selatan. Kita masih menunggu pengembangan lebih lanjut dari Polres Lahat,” tutur Suwarno.

Memperjualbelikan satwa dilindungi maupun bagian-bagiannya merupakan tindakan melawan hukum. Tersangka dapat dijerat dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. “Satwa yang diperjualbelikan ini endemik Sumatera. Penegakkan hukum yang tegas dan berani sangat diperlukan guna memberantas kejahatan satwa liar,” tandas Suwarno.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,